Mohon tunggu...
Hendra
Hendra Mohon Tunggu... Penulis - Clear thinking equals clear writing

Lahir dan besar di Jakarta. Topik tulisan: mengatur keuangan pribadi, kehidupan di Australia dan filosofi hidup sederhana. Saat ini bermukim di Sydney.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kisah Pegawai yang Dipecat Konsumen

5 Februari 2016   10:08 Diperbarui: 5 Februari 2016   10:31 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Kebanyakan orang berpikir hanya boss yang memiliki hak prerogratif memecat karyawan. Kalau istilah PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) umumnya masih berkonotasi netral karena biasa disebabkan hal-hal yang diluar kontrol pegawai seperti otomatisasi, outsourcing, lemahnya demand dsb. Sedangkan kata ‘pemecatan’ sifatnya memalukan, biasa terjadi karena perbuatan tidak etis, merugikan, bertentangan dengan kepentingan perusahaan dan stakeholders lainnya.

Pegawai dalam kisah ini dituturkan oleh relatif saya yang belum lama ini menutup gerai pempek di salah satu foodcourt di Jakarta. Sebut saja pegawai tersebut Joni. Tugas Joni seharian melayani pembeli dan memastikan stock pempek dan cuka tetap tersedia. Sementara pemilik hanya datang sehari sekali mengecek dan lebih fokus membuat pempek dan meracik cuka dirumah karena kesibukan rumah tangga dan belajar. Kalau stock pempek atau cuka dirasa kurang, maka Joni menelpon pemilik untuk segera mengantarkan.

Tanda tanya timbul ketika permintaan cuka dan pempek semakin sering tapi penjualan pempek datar atau malah menurun. Ditambah lagi ketika pemilik melakukan sidak, Joni terkadang tidak berada ditempat. Dagangan sepi sedangkan gaji pegawai, sewa tempat dan biaya operasional lainnya tetap berjalan hingga akhirnya pemilik terpaksa menutup usahanya.

Lewat ngobrol-ngobrol dengan pemilik gerai lain, pemilik baru tahu selama ini Joni kerap menjual cukanya kepada pedagang lain sehinga pembeli sungguhan malah dapat sedikit. Selain itu Joni juga diduga tidak meminta bayaran kepada teman-temannya yang mengkonsumsi pempek dagangannya.

 

Pemecatan tanpa "Boss"

Sebagai karyawan seperti Joni, mungkin sebagian dari kita tergoda berpikir boss pasti lebih berduit kalau tidak mana mungkin bisa buka usaha dan apalah artinya mengambil stok perusahaan sana sini yang nilainya kecil. Belum lagi bikin berbagai alasan pembenaran: gaji kecil, butuh biaya anak sekolah, biaya kawin, beli iPad, parfum dan lain-lain.

Padahal sebenarnya pemilik dan karyawan adalah satu tim – bekerja sama dan sama-sama saling membutuhkan. Boss lama saya pernah bilang: “we are only as good as the weakest link in our team” (kinerja keseluruhan kita hanya sebagus anggota tim terlemah). Pegawai korup mungkin merasa pintar bisa mengadali atasan, padahal tanpa sadar mereka sedang menggali lubang kubur sendiri. Pegawai dan pemilik usaha pada hakikatnya melayani boss yang sama: konsumen.

Konsumen yang tidak puas dengan produk atau servis akan pergi yang kemudian berimbas pada turunnya penghasilan, ujung-ujungnya pemilik terpaksa harus memangkas biaya operasional. Saya berani bertaruh tidak ada orang yang buka usaha dengan tujuan agar merugi. Karyawan yang malas kerja ala kadarnya yang penting tetap terima gaji, kalau tidak langsung dipecat bos, cepat atau lambat akan dipecat konsumen.

Benar, realitas memang jauh lebih kompleks. Pemilik bisa jadi tidak kompeten memimpin perusahaan seperti contoh kecil diatas dimana salah satu sebab usaha pempek tutup mungkin karena pemilik terlalu terpaku pada produksi sementara pelayanan konsumen diserahkan begitu saja pada pegawai dengan pengawasan minim. Selain itu sebagai karyawan kadang kita tidak punya banyak suara dalam peningkatan kualitas produk/servis.

Namun sebagai karyawan lebih baik fokus saja sama hal-hal yang bisa kontrol sembari memperlebar pengaruh kita di tempat kerja, bekerja keras dan berpikir layaknya pemilik perusahaan dan terus belajar (pengingat untuk diri sendiri juga).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun