Apakah Anda merasa pekerjaan rumah tangga sesuatu yang tidak berguna tapi tetap harus tetap dikerjakan? Sibuk, malas, monoton, capek, kerap menjadi alasan untuk menyewa orang lain saja mengerjakannya atau ditunda selama mungkin sampai piring menumpuk, lantai berdebu, baju menumpuk sampai rumah seperti kapal pecah.
Kalau Anda salah satu dari orang tersebut, lewat tulisan ini saya harap Anda bisa melihat pekerjaan rumah tangga dari perpektif lain. Menyikat gigi dan mandi juga harus kita lakukan setiap hari demi alasan kesehatan dan higenitas. Terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah tangga sendiri baik karena pilihan atau situasi diluar kontrol (misal karena tinggal di luar negeri) juga membawa dampak positif.
Tulisan ini sebagian terinspirasi dari keluhan teman-teman asal Indonesia di Sydney yang terbiasa dengan jasa asisten rumah tangga (ART). Ada yang tetap mengerjakan sambil menggerutu (“di Indo gue boss disini jadi babu”) atau cuek berharap penghuni lain yang mengerjakan .
Sebagian inspirasi datang dari pengalaman pribadi dan mengamati orang-orang lokal di Sydney. Mama saya mengerjakan pekerjaan rumah tangga sendiri sejak anak-anak masih kecil, ketika remaja baru saya mulai bantu-bantu sedikit mulai dari cuci piring. Sejak tinggal dan bekerja di Sydney, saya lihat tingkat manager senior sekalipun tidak punya pembantu. Kalaupun ada, biasa bayar jasa cleaner sekali datang untuk bersih-bersih setelah ada acara khusus dirumah seperti pesta housewarming yang biayanya sekitar $30/jam.
Berikut makna dan alasan dibalik mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
1.Membentuk disiplin pada anak dan kerja sama dalam keluarga
Teman keluarga saya yang anaknya umur belasan tahun dikasih tanggung jawab membersihkan halaman dan potong rumput. Bapak vacuum seisi rumah dan buang sampah sementara ibu bersih-bersih dapur dan kamar. Itu semua mereka lakukan seminggu sekali pada akhir pekan. Di rumah mereka juga aturan bahwa piring harus langsung dicuci sendiri setiap selesai makan. Waktu kecil istri saya dibiasakan langsung membereskan ranjang oleh mamanya setelah bangun tidur biarpun ada ART.
Anak mendapat pendidikan pertama (dan utama) dari rumah. Orang tua adalah guru pertama mereka. Pekerjaan rumah tangga berfungsi sebagai medium untuk menanamkan disiplin dan tanggung jawab dalam setiap anggota keluarga. Menurut hasil research yang dikutip oleh Raising Children Network, anak yang berkontribusi dalam pekerjaan rumah tangga lebih merasa percaya diri dan mandiri. Anak juga belajar bagaimana ‘team work’ bekerja dalam mengurus rumah tangga dan melihat sendiri bagaimana kontribusi mereka memberi dampak positif dalam rumah.
Perlu dicatat bahwa jangan pernah mengiming-iming anak dengan uang jajan atau hadiah lainnya dengan alasan agar mereka lebih termotiavsi. Anak cenderung mencontoh orang tua. Mereka akan ikut bantu kalau melihat bapak ibu mereka kerja. Tanamkan bahwa mereka ikut melakukan pekerjaan rumah tangga karena mereka adalah bagian penting dari keluarga. Bantu mereka kalau kesulitan dan beri pujian setiap kali mereka melakukannya dengan baik.
2.Melayani keluarga secara langsung
Kita sering berpikir ingin kaya raya agar bisa membahagiakan orang tua dan orang-orang tercinta dengan memberi apapun yang mereka mau. Tentu saja itu tidak ada salahnya. Semangat melayani dan membahagiakan bisa dimulai sekarang juga dari rumah. Dalam bahasa inggris, ‘rumah’ dibedakan antara house dengan home. Kata House lebih mengarah pada bangunan fisik itu sendiri sementara home menyentuh ranah psikologis dimana suatu tempat atau lokasi membuat seseorang merasa kerasan, nyaman dan bagian dari satu unit keluarga. Karena itu ada ungkapan “money can buy you a house but not home”.
Pelayanan anggota keluarga kepada satu sama lain lewat piring bersih siap pakai, baju seragam sekolah siap pakai, sepatu berjejer rapi menunggu di pintu membuat house menjadi home.
3.Belajar menghargai orang lain
Harus diakui bahwa salah satu alasan besar keluarga kelas menengah di Indonesia dan kebanyakan negara berkembang bisa memiliki ART tinggal nginap karena masih banyak saudara kita yang masih hidup pra-sejahtera. Sebagian dari kita mungkin tidak pernah perlu menyikat WC sendiri, mencuci piring, menyapu dan mengepel yang lazim dilakukan asisten rumah tangga. Sesekali, coba kerja bareng mereka. Bukan untuk pencitraan biar keliatan rendah hati dimata orang, tapi membangun kesadaran untuk menghargai manusia dibalik pekerjaan yang katanya ‘rendahan’.
Beberapa teman di Sydney menjadi lebih bisa menghargai pekerjaan fisik di tanah air berkat ‘terpaksa’ mengerjakan pekerjaan rumah sendiri, bekerja fisik paruh waktu sebagai pelayan dan tukang cuci piring (kitchen hand). Tidak ada lagi pikiran kerjaan kantoran lebih tinggi derajatnya daripada kerjaan fisik. Semua pekerjaan bernilai selama halal dan memberi kontribusi pada sesama. Semua manusia sakit hati mendengar bentakan, hinaan dan butuh istirahat setelah bekerja fisik sepanjang hari.
Memperlakukan mereka secara terhormat adalah hal paling minimum yang bisa kita lakukan. Tidak hanya untuk mengingatkan mereka bahwa kita berterima kasih dan menghargai pelayanan mereka, tapi juga sebagai pengingat diri makna hakiki sebagai sesama ciptaan Tuhan.
Hendra Makgawinata
Sydney, 05/05/15
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H