Mohon tunggu...
Hendra Lim
Hendra Lim Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, Trainer, dan Penyunting

Pembelajar di jalan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Oktober Kelam 2022

4 November 2022   07:58 Diperbarui: 4 November 2022   08:05 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Oktober 2022 akan menjadi bulan paling kelam dalam catatan sejarah dunia. Ratusan orang meninggal pada waktu yang hampir bersamaan di tempat yang sama. Tragedi ini terjadi di Indonesia, Korea Selatan, Somalia, dan terakhir India. Total sekian ratus jiwa melayang sia-sia. Oktober 2022 akan dikenang sebagai Oktober Kelam.

Pada setiap kematian karena kecelakaan atau musibah, ada jiwa-jiwa yang resah. Orang tua kehilangan anak, kekasih kehilangan belahan jiwa, rekan kerja kehilangan mitra, dan lain-lain. Tidak mudah bagi mereka untuk percaya bahwa sosok yang mereka cintai sudah tidak dapat lagi menghabiskan waktu bersama. Kenyataan ini tidak mungkin terjadi. Rasanya mereka baru kemarin bercengkrama bersama, hari ini tawa dan candanya tinggal kenangan dan cerita. Suara mereka tidak akan pernah lagi langsung terdengar. Mereka sudah tidak ada.

Musibah sulit diterka. Ia suka datang tanpa aba-aba. Tak mudah untuk selamat saat ia muncul tiba-tiba. Yang kena hanya dapat pasrah, yang ditinggalkan hanya dapat berdoa. Saat musibah tiba, semoga karma baik masih cukup untuk dapat melindungi Anda.

Kodrat manusia adalah hidup sementara. Orang Buddha menyebutnya anicca. Tidak ada yang abadi. Semua pasti berlalu, termasuk hidup kita. Berapa pun besarnya upaya untuk tetap hidup, kematian tetap datang menyapa. Ia tidak mengenal kasta. Dari pengemis hingga raja, semua bernasib sama. Nafas akan pergi meninggalkan tubuh ini untuk selama-lamanya.

Sayangnya, kematian dianggap tidak penting untuk dibicarakan. Padahal, ia dan ketidakpastian adalah dua hal yang paling pasti di dunia. Kematian pasti datang pada waktu yang tidak dapat dipastikan. Ia dianggap topik buruk. Membicarakannya dianggap pesimis. Padahal wajah kematian tidak selalu buruk. Ia, ada kalanya, malah membawa kelegaan. Tentu ini bergantung kepada cara menyikapi kematian ketika ia datang. Membahas kematian membuka pintu kesadaran bahwa ia tidak akan pernah dapat dihindari.

"Siap mati" kedengarannya gagah. Kematian seperti itu layak ditangisi karena yang pergi mampu meninggalkan jejak manis di hati.  Ketika seorang tentara menerima tugas untuk membela negara, dia tahu risiko yang tengah menanti. Saat kaki melangkah meninggalkan rumah, dia sadar dia mungkin tidak akan pernah kembali. Meskipun Anda bukan tentara, keluar rumah tetap berisiko mati. Bukankah ratusan nyawa Oktober Kelam telah pergi? Membicarakan kematian menggugah diri untuk siap mati.

Oktober Kelam adalah teguran alam bagi setiap anak manusia. Tidak ada yang lebih berkuasa
daripada kematian. Manusia tunduk kepada ketidak-kekalan. Apa pun yang terbentuk, pasti terurai kembali. Siapa saja yang dilahirkan, pasti akan pergi. Beranikan diri untuk siap mati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun