Mohon tunggu...
Hendra Leonardo Manurung
Hendra Leonardo Manurung Mohon Tunggu... Freelancer - MILIK SENDIRI

hanya warga biasa.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rakyat Pinggiran Rel Menuntut Keadilan

14 Februari 2016   14:52 Diperbarui: 14 Februari 2016   15:13 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Rencana pembangunan infrastruktur kereta cepat di Medan mulai dari stasiun Medan-B. Kalipa-Binjai-Brayan sepanjang kurang lebih 25 km, menimbulkan masalah baru. Pembangunan rel seluas 12 m ke kiri dan 12 m ke kanan akan menyebabkan hancurnya permukiman warga yang tinggal di pinggiran rel.

PT. KAI sebagai pembuat kebijakan ini tidak memikirkan warga yang tinggal di sekitar pinggiran rel. PT. KAI membuat surat edaran yang mengintruksikan bahwa tanggal 15 Februari warga harus mengosongkan permukiman liarnya tanpa adanya sosialisai terlebih dahulu mengenai rencana pembangunan tersebut. Surat edaran tersebut dilanjutkan dengan pembayaran tali asih sebesar 1.5 juta sebagai kompensasi kepada masyarakat yang mau membongkar sendiri bangunannya. Lagi-lagi PT.KAI mempergunakan aparatur negara seperti TNI/Polri untuk melaksanakan pembayaran tersebut.

Masyarakat yang merasa terintimidasi dengan kehadiran TNI/Polri dan merasa tidak dihargai oleh PT.KAI sebagai manusia dan warga negara Indonesia kemudian bersatu membentuk Forum Komunikasi Masyarakat Pinggiran Rel (FKMPR). Warga bersatu untuk berjuang memerjuangkan hak-haknya sebagai warga negara Indonesia yang dijamin oleh Pancasila dan UUD 1945. Tuntutan mereka sederhana dan logis yaitu mereka diperlakukan sebagai manusia yang adil dan beradab, meminta keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, dan menuntut pemerintah agar menjalankan amanat UUD 1945 Pasal 28 dan Pasal 34.

Masyarakat mengatakan bahwa mereka mendukung pembangunan tersebut dan tidak berniat sekalipun untuk menghalang-halanginya. Mereka juga menyadari bahwa adalah sebuah keterpaksaan untuk tinggal di pinggiran rel. Karena ketidakmampuan merekalah yang membuat mereka harus tinggal di gubuk-gubuk di pinggiran rel tersebut.

Dan Negara Indonesia yang katanya negara demokrasi, dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, seharusnya memperhatikan kehidupan rakyatnya. Konstitusi Indonesia yang menempatkan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, menjamin penuh kelangsungan hidup rakyatnya dan berkewajiban untuk menyejahterakannya dengan segala upaya.

Oleh karena hal itulah warga pinggiran rel mengadu kepada wakil-wakil mereka yang duduk di parlemen. Mereka menuntut agar hak-hak dasar mereka dipenuhi oleh negara, sebab mereka juga telah melakukan kewajibannya sebagai warga negara seperti membayar pajak, menaati peraturan, menggunakan suaranya dalam pemilihan umum, dan kewajiban lainnya.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tk. II Kota Medan lantas mendengar aspirasi dari konstituennya. Melalui Komisi A warga pinggiran rel diajak untuk Rapat Dengar Pendapat (RDP). Namun sangat disesalkan, RDP yang dilaksanakan hanya antara DPRD Kota Medan, warga, dan PT. KAI saja, tidak pernah hadir perwakilan dari pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Sebanyak 3 kali pertemuan RDP, pemerintah Kota Medan sepertinya TIDAK PEDULI dengan nasib warganya. Entah apapun alasannya, tidak pantas pemerintah untuk tidak memikirkan nasib rakyatnya. Karena pemerintah tugas utamanya adalah untuk MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN BAGI RAKYATNYA.

Dengan rasa kekecewaan warga pun memilih untuk mendatangi rumah rakyat tempat para eksekutif itu berkantor. Senin, 15 Februari 2016, warga pinggiran rel akan bersilaturahmi ke kantor walikota Medan, untuk menyampaikan keluh kesah mereka sebagai warga negara yang kurang mampu, yang fakir, dan yang terpinggirkan. Menagih pemerintah memenuhi hak mereka sebagai warga negara yang baik yang taat kepada Pancasila, UUD 1945, dan kepada pemerintah. Karena sebagai warga negara yang baik mereka harus diperhatikan oleh pemerintah. Sedangkan warga negara yang kurang taat dan kurang baik saja diperhatikan oleh pemerintah, seperti masyarakat yang tergabung dalam GAFATAR disantuni oleh pemerintah, kenapa warga negara yang baik dan taat yang bernasib kurang baik tidak?

Bijaklah wahai pemerintah, dengarkan keluhan rakyatmu, sejahterakan mereka, karena PEMERINTAH KUAT BERSAMA RAKYAT.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun