Malam itu bintang gemintangan yang kerlip dalam gemerlapan. Pernah tidak terbesik dipikiranmu tentang suatu hari yang sama kita pernah menikmati dibawah temaram cahayanya. Warna yang memukau temani kita seorang diri ditempat yang begitu istimewa dan hanya kita yang tahu.
Malam tersebut benar-benar kunikmati. Ketenangan menyeruak anganku lalu merasak ke nadi rinduku. Sebab, rindu yang tak pernah padam menginginkanmu lebih untuk diri yang datang temani. Andai saja kamu tahu betapa alangkah berharganya senyummu saat itu. Alangkah tak ingin kuakhiri pertemuan saat itu. Alangkah menyesalku bila tak kudapati lagi senyummu itu lagi dan mungkinkah tidak kudapati lagi dirimu?
Perlahan bergulirnya waktu mengubah segala yang pernah ada. Tapi dirimu tetaplah dulu, aku mengenalmu dengan rasa. Dari jutaan orang dipermukaan bumi, indahnya dirimu memancarkan kepribadian dan sosok dirimu yang berbeda. Adalah dirimu yang telah membuka mataku tuk memahami keindahanmu lebih dari apa-pun.Â
Tapi janganlah buat diriku mencarimu. Sederhanakanlah dirimu. Diriku hanya seorang pengembara yang kadang masih salah jalan. Malam itu dinginnya menggigil. Rutinitas begadang telah terbiasakan tuk tetap bertahan dalam kebisuan menatap khayal-khayal yang tiada berhujung.
Aku mampu sampai berlarut-larut terangi mata, tapi jangan menyuruh untuk tidak memikirkanmu. Aku tanpamu tidaklah mustahil walau demikian masih ada kata tak mungkin yang bisa saja terjadi.
Daya 23 Maret 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H