Mohon tunggu...
Hendra Laban
Hendra Laban Mohon Tunggu... -

seseorang yang waktu dekat ini bercita-cita ingin menginjakkan kaki di Raja ampat papua.

Selanjutnya

Tutup

Bola

Bercipok Dengan Segelas Kopi Luwak Liar Dari Lintong

31 Agustus 2014   08:41 Diperbarui: 9 Februari 2018   20:14 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Boleh saya katakan kopi menjadi bagian dari hidup saya, jika saya tidak minum kopi minimal sekali dalam satu hari, rasanya seperti tidak pakai celana, serasa dingin dan plong di bagian bawah tubuh sehingga baju dengan harga berapapun tidak akan cocok untuk saya pakai lalu berlari mengejar kegiatan sehari-hari. Pagi itu embun cukup cerah, sepertinya musim hujan sudah mulai pergi dan entah mengapa kabut-kabut halus yang biasa saya lihat dari balik jendela kamar saya itu kini seperti tidak hadir menyambut pagiku, mungkin ia sedang bosan melihat saya yang selalu menganga walau matahari sudah agak tinggi dan sesaat setelah itu bergegas kekamar mandi membuka celana dan baju tidur yang mungkin sudah dilumuri oleh air liur sembari mengocekocek sedikit air pet lalu saya muntahkan bersama kuman-kuman keji di mulut saya. Setelah siap bergegas dengan segala macam aksi kerepotan yang mana aksi itu juga menjadi olahraga sekaligus bagi saya, sempat-sempatnya tangan ini menarik menu facebook di layar muka handphone saya, menunggu halamannya terbuka, saya letakkan dan lanjut menggunakan pakaian kecil saya sebelum memakai celana. Merasa siap dan cukup rapi saya rasa, kembali saya raih ponsel itu, lalu menggeser-geser layarnya sembari berjalan mencari lembaran kerja yang entah disebalah mana saya lempar kemarin sore. Sebelum ketemu, tangan saya berhenti melihat sebuah gambar kopi dalam kemasan, warnanya hitam dengan tulisan bergaya font sederhana saya membaca tulisan terbesar di gambar itu "Sumatera Lintong Coffee" di bagian bawahnya ada seekor musang atau dalam bahasa penikmat kopi itu disebut Luwak. Lalu tanpa sadar saya berucap " owh,... Kopi luwak." Tidak ingin berlalu begitu saja, saya add orang yang memberikan foto itu difacebooknya. Siap dan saya tutup langsung ponsel itu. Kembali bergegas dan oke ready. Seperti biasa saya berlari menuju tempat kerjaan yang mana pintunya sudah menganga menunggu saya sebelum detik terakhir terlewat seperti biasa saya dan yang lainnya memasukinya, dan keluar kembali kala jam sudah agak terjatuh ke bawah. Seperti biasa, tas letak di samping meja dan komputer saya nyalakan kembali, setelah tombol shut-downnya saya tekan keras kemarin sore. Begitu dia bangun, langsung saya paksa membuka informasi seputar "Sumatera Lintong Coffee" yang saya temukan tadi pagi. Penasaran bagaimana dari mana kopi itu, bagaimana ulasannya di internet dari penikmat kopi lainnya dan apakah cocok bagi lidah saya yang sepertinya ingin mencipok kuah kopinya lewat bibir gelas. Putaran demi putaran browser saya lalui, dengan komputer yang boleh saya katakan terengah-engah dengan kebiasaan saya yang ingin apa saya cari langsung terpampang didepan mata saya, tombol enter saya tekan kuat hingga menimbulkan bunyi " takk....!!!" teman di samping berdiri melihat dan tak saya hiraukan. Kini layar baru terlihat, ternyata "Sumatera Lintong Coffee" itu cukup banyak di tulis di internet, dan cukup banyak yang memproduksinya, semakin penasaran. Putaran demi putaran juga saya lalui dan ingin tahu, dimana kopi lintong ini bersarang, ada banyak situs yang membahasnya, kopi lintong itu ternyata ada di kecamatan lintongnihuta, Kab. Humbang Hasundutan, Prov. Sumatera Utara. Nama kopinya membawa nama kecamatannya, beda dengan kopi dari daerah lain di Indonesia, seperti Kopi Gayo yang memang berasal dari daerah gayo di aceh sana dan itu bukan kecamatan, kopi wamena yang juga bukan kecamatan. Pokoknya kopi satu ini cukup unik. Kopi Lintong. Usut demi usut, walau banyak situs yang menawarkan racikan mereka menggunakan kopi lintong itu, hanya satu yang memang benar-benar lahir dari kec/amatan itu sendiri, nama kopinya ya Itu tadi "SUMATERA LINTONG COFFEE". Ah cukup rasanya cari tahu tentang dia, saya tanya orang di facebook tadi dan saya pesan satu bungkus dengan bungkus tulisan 60 Gram harganya Rp. 60.000,- dengan jenis kemasan "Powder roasting" artinya "kopi bubuk", kopi bubuk memang selalu menjadi pilihan saya, kurang bersahabat rasanya dengan alat penyaji kopi seperti yang mereka sebut itu grinder. Dua hari berlalu, saya sedikit lupa dengan pesanan itu. Ketika jam sudah kembali melalui terjatuh kebagian bawah lingkaran di dinding ruangan tempat kerjaan yang sebenarnya membuat saya merasa kerasan dan membosankan dengan sekelumit olahraga repot didalamnya ini, memberikan isyarat sudah bisa pulang dan senyum diwajahku seakan keluar sendiri, dari tadi pagi saya tidak merasa senyum paling indah seperti sore ini. Sesampai di gerbang rumah besar dengan pagar berwarna emas dan rangkaian bunga-bunga indah di halaman depan, langsung saja saya menyosor masuk, anjing penjaga seperti tersenyum ramah melihat saya pulang, ia membuat ekor hitamnya menari, kepalanya menunduk-nunduk sembari mengeluarkan suara-suara khas darinya setiap saya pulang. Sedikit, menghentakkan kaki di kain yang selalu ada didepan, saya masuk ke dalam rumah bertingkat 2 dan cukup lebar itu,  keramik rumah sore ini cukup bersih, kaca-kaca juga bersih mengkilat, ah.. entah apa yang terjadi, sore saya cukup indah hari itu. Lalu, saya berjalan cepat dan masuk kedalam kamar petak berukuran 6 x 4 yang saya bayar perbulan dengan harga yang cukup berteman saya rasa. Langsung merebahkan badan di atas tempat tidur saya yang pernya sudah mulai kendor. Tiba-tiba " tokk..tokk..tokk..." bang.. ". Aduh... suara lembut yang sungguh mustahil tidak mungkin saya kenali lagi setelah berapa lama tinggal di kamar kosan ini. Sentak saja, saya rapikan tempat tidurku sedikit, lalu saya buka pintu dan si Dia anak yang punya rumah gede ini tersenyum manis dan manja, di tangannya seperti sebuah bungkusan, diberikannya dan berkata " Bang.. !!! tadi ada orang kurir ngasih ini kerumah kita, dan di alamat itu detailnya ditujukan buat abang... !!! katanya dengan lembut. Ah... !!! badan saya terasa ringan mendengar suara dan menyentuh tangan si anak ABG yang cantik dan imut itu. (ga bakalan saya kasih tau namanya.. :D). Begitu ia berpaling, langsung saya buka paket itu dan...... ternyata isinya wujud asli dari gambar yang saya lihat di Internet itu. SUMATERA LINTONG COFFEE, di sudut bagian kanan terdapat logo kecil dengan tulisan agak emas kehitaman "wild luwak" dan saya tersenyum, sambil menyingkirkan kopi bubuk biasa di depan saya. Dan langsung saja saya raih sebuah gelas satu-satunya dirumah besar itu, seandainya dia bisa mengutarakan sebuah kata mungkin gelas itu akan mengatakan bahwa ia sudah bosan cipokan dengan bibir saya yang memang tidak semanis bibir boyband ini. Cepat dan sigap, saya buka kemasan itu. Saya ambil sendok dan saya masukkan dan menyodok penuh sendok itu. Kopi bubuk itu tidak langsung saya buang ke dalam gelas, seperti tidak biasa ada hawa menusuk hidungku dengan aroma khas yang biasa saya temui dengan kopi bubuk dari langgananku di pinggir pasar tradisional itu. Aromanya cukup menusuk hidung, harum sekali sangat berbeda dari yang biasa, saya dekatkan kopi itu kehidung saya lalu mata saya merem memikirkan warna dari bau yang sangat sedap itu, tak puas saya buat menganga mulut kemasan berwarna hitam itu lalu saya ciumi harumnya, ah.... sangat enak sekali rasanya, baru pernah menciumi wangi kopi seperti ini. Seperti bersenggama bersama bayang-bayang kala itu. Nafsuku pun semakin memuncak dan tidak sabar lagi ingin menikmatinya. Saya tuangkan kopi itu kedalam gelas, saya taburi gula secukupnya dan saya membanjirinya dengan segelas air panas yang baru saja saya sedot dari lubang kecil di bagian bawah dispenser saya. Kocok-kocok sebentar, aneh.. perasaan saya  hanya menaburi gelas itu dengan satu sendok bubuk kopi, tapi ketika saya kocok seperti ada tambahan lain yang ikut menyasar kedalamnya, di bagian atas terlihat seperti creamer yang biasa saya temui kala menikmati kopi di coffee shop dipersimpangan empat kota yang ribut ini. Ada creamer seperti berwarna coklat, berbusa kecil-kecil membuat mata saya semakin tidak berkedip walau asap air panas menusuk kecil ke dalam kelopak mata saya. Lalu saya dekatkan gelas itu perlahan-lahan ke bibir saya, dengan mata merem seperti orang yang pacaran malu-malu mencium pacarnya untuk yang pertama kali. Ah... !!! agak panas, saya menarik dengan sentak. Namun, saya mengambil gaya yang lain, sendok yang ku jatuhkan itu saya ambil kembali dan ku sodok kedalam gelas lalu saya dekatkan dan perlahan-lahan ke bibir saya dan " srruuupp..." mulut ku merasakan seperti ada rasa lain, sangat jauh berbeda dengan kopi biasa yang biasa saya perkosa di dalam mulut saya. Rasanya, seperti ada rasa manis, asam namun lembut, seperti ada juga rasa coklat dan entah rasa apalagi yang saya dapatkan. Kening saya sedikit berkeriput, seperti gak enak persaan tidak enak gitul, sangat beda dengan kopi biasanya. Saya lanjutkan kembali mengulum cairan-cairan hitam itu dimulut saya, saya putar-putar sembari menikmati rasa apa yang dapat saya tangkap dari kopi itu. Ada manis, asam namun halus, sedikit agak pahit namun rasa kecoklatan dan ah... aneh sekali. Sungguh tidak terbiasa dengan kopi ini. Namun, lagi-lagi saya coba akhirnya lidah dapat menangkap senggama kopi itu, uniknya ketika saya minum dan saya telan dalam-dalam rasanya tidak langsung ikut tenggelam kedalam perut saya begitu saja, rasa asam halus dan manis masih tetap bertahan di pangkal lidah saya. Ah... ini kopi lain benar pikirku. Sembari menikmati, saya buka ponsel saya dan jariku menekan tombol facebook di layarnya, ada sebuah pesan yang masuk. Ternyata itu dari sipenjual kopinya, katanya " .. hai salam bapak, apa kabar anda. Oh ya.. kopinya sudah sampai ? kalau sudah sampai jangan lupa yah, menikmatinya dengan santai. Dan kopi itu adalah kopi luwak, kopi asli dari kotoran luwak yang banyak kami temukan di perkebunan kopi di daerah kami di Kecamatan lintongnihuta,luwak liar itu berkeliaran disini dan kopi kualitas terbaik yang selalu dimakan , selalu menjadi rejeki bagi kami kala kami menemukannya di semak-semak dekat kopi kami. Dan kopi yang dipilih binatang luwak itu adalah kopi kualitas terbaik yang langsung dimakan dari pohonnya. Dan tentunya kami proses dengan cara yang bersih, sehat dan tradisional. Oh. yah.. cara menikmatinya, mungkin sedikit agak berbeda, silahkan anda coba meminumnya dengan tanpa gula. Dan pastikan anda memasukkan air panas dahulu kedalam gelas anda, lalu buang kembali agar suhu gelas itu agak hangat dan masukkan kopinya sebanyak yang anda mau. Mungkin pertamanya anda akan merasa aneh dan bahkan tidak enak, namun setelah 4 sampai 5 kali anda meminumnya, rasa itu akan anda ingat dan tidak akan gampang dilupakan dan itulah kopi luwak. Kopi luwak yang kami olah di desa kami yang kini anda cicipi. Selamat menikmati, Terimakasih. Sumatera Lintong Coffee. Tulisnya. Aneh.. pikirku, masa minum kopi tanpa gula ? apa gak pahit!!! itulah gumamku, namun bodohnya tanganku mengambil gelas yang berisi sedikit lagi dan meminum habis isinya, lalu saya masuk kekamar mandi dan mencucinya kembali, sesudah bersih kembali ke meja kecil disudut kanan kamar itu, dan melakukan apa yang dikatakan si bapak barusan dalam pesan facebooknya. Gelas saya isi dengan air panas sedikit, lalu saya putar-putarkan dan buang kembali setelah beberapa saat. Saya ambil sedikit kopi bubuk dan saya tuang kembali kedalam gelas itu, saya taburi air panas dan kini segelas kopi itu tanpa gula. Ah... bagaimana rasanya ini pikirku. Saya ambil cepat dan saya cium dengan spontan.. upss.... Panas masih...  gumamku. Saya pegang gelasnya, sembari menunggu ia agak dingin sedikit, saya perhatikan lama kelamaan kopi itu semakin memudar warna hitamnya, seperti semakin menurun bubuknya dan bersarang di bagian bawah gelas. gelas yang diterpa cahaya lampu itu seperti mampu menembus kopi itu, saya angkat sedikit gelas itu dan saya lihat dari samping, Aneh warnanya jadi seperti air gambut tidak hitam pekat seperti kopi biasa dan semakin lama busa seperti creamer yang terlihat di bagian atas gelas semakin hilang. Kopi apa ini... ? merasa sudah agak dingin lalu saya minum kembali, dengan halus saya cipok bibir gelas itu, dan srupp.... !!! uhhhh... aneh rasanya, bukannya mendapati rasa pahit seperti kopi biasa yang tidak dikasih gula, namun rasanya seperti dominan dikuasai rasa asam namun sangat halus tidak membuat gigi menjadi langsung ngilu dan rasanya ahh benar-benar beda sekali. Dan paling gilanya, tidak saya temukan rasa pahit yang dominan malahan ada pula rasa manis halus seperti suara yang kedengaran senyap-senyap dari kejauhan namun semakin lama rasa manis itu semakin menguat dan menguasai lidah. Lagi-lagi saya pelototi kopi yang masih tersisa digelas, ah... inikah kopi luwak ??? kopi luwak yang saya minum di coffeeshop dan kopi luwak sachet yang dijual di warung mbok reni itu tidak seperti ini, ini jauh lebih berkesan dilidahku. Gumamku dalam hati. Lanjut cerita, benar saja. Setelah beberapa gelas saya cicipi kopi itu dalam dua hari, saya melihat setumpuk bubuk kopi yang biasa saya minum namun kini seperti saya terlantarkan disudut meja kecil itu. Seperti dosis biasa saya masukkan ke dalam gelas, saya tuangkan air panas dan saya kocok-kocok dan diamkan sebentar, sembari menggeser-geser layar ponsel saya, saya mendekatkan gelas itu ke bibir saya dan mencoba menciumnya dengan sangat halus sekali. Sedikit tersentuh. dan sruppp.... !!! sedikit kopi masuk kedalam tangkapan seruputanku dan ahh... lain, sangat beda sekali rasanya, tidak seperti  kala merasakan kenikmatan kopi yang memiliki rasa asam halus, manis dan seperti ada rasa coklat itu dilidahku. Beda sekali pikirku, dan saya ingat kembali pesan di facebook itu. Benar saja, rasa itu sudah terngiang di otakku, sudah bersarang dengan baik di rongga-rongga mulutku. Kopi bubuk dengan rasa asam halus, ada rasa manis dan seperti ada rasa coklat itu kini sudah menjajah rasa kopi yang selama ini ada dimulutku. Ah.. ketagihan rasanya, setelah itu walau dengan keadaan uang yang pas-pasan saya selalu membeli kopi luwak dengan kemasan 100 Gram, harganya Rp. 110.000,- rasa kopi luwak itu kini menjadi temanku setiap harinya. Menikmati kopi bubuk lainnya seperti bukan keinginanku lagi. Ah... betapa nikmatnya bercipokan dengan bibir gelas ku itu dengan seisi kopi luwak Sumatera Lintong Coffee didalamnya, waktu yang paling pas bagiku adalah saat sore hari. Kala pulang kerja, bercipok, bersenggama dan memuaskan nafsuku dengan kebiasaan minum kopi yang mungkin sudah cukup sulit saya lupakan. Dan diwaktu menulis artikel yang ceritanya ngawur entah kemana ini, kopi itu juga saya hidangkan di depan saya. :D. Oh ya, sekarang kopi luwak ini sudah bisa dipesan lewat toko online atau laman facebook mereka, sumatera lintong coffe.  Itu ceritaku apa ceritamu... . sembari aku menyanyikan lagu kesukaan sesekali melihat lirik lagu hehheehe... :D. Loker ? sekarang sedang magang di portalloker.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun