Rencana pembangunan pabrik semen di Desa Satar Punda, Manggarai Timur, NTT oleh Gubernur Viktor Laiskodat menuai pro-kontra dari berbagai elemen masyarakat.
Menurut Viktor Laiskodat, pembangunan pabrik semen tersebut merupakan sebuah kemendesakan karena produksi semen oleh PT. Semen Kupang selama ini tidak mencukupi kebutuhan semen di seluruh NTT. Selama ini pasokan semen di NTT banyak didatangkan dari Pulau Jawa.
"Saya hanya mengizinkan pembangunan pabrik semen. Pabrik lain di luar semen, apakah itu emas, tidak saya ijinkan. Saya ijinkan karena memang ada kebutuhan." (Media Indonesia.com).
Pernyataan Laiskodat di atas memang tak dapat dinafikan kebenarannya. Kebutuhan semen di NTT saat ini mencapai 1,2 juta ton/tahun. NTT hanya mampu menghasilkan 250 ribu ton semen/tahun oleh PT Semen Kupang. Itu berarti NTT kekurangan sekitar 900-an ribu produksi semen.Â
Tragisnya, NTT hanya memiliki satu pabrikan semen, yakni PT Semen Kupang yang berbasis di Kota Kupang. Karena itu, pembangunan pabrik semen yang baru di NTT disinyalir sebagai suatu kebutuhan yang mesti dipenuhi.
Uskup Ruteng Tolak Pembangunan Pabrik Semen
Alasannya, Gereja hanya menerima pembangunan berkelanjutan yang memerhatikan perlindungan terhadap lingkungan hidup.Â
Namun, menurut Viktor Laiskodat, pembangunan pabrik semen ini akan tetap memerhatikan perlindungan lingkungan hidup karena ia tidak sama dengan kegiatan ekstraktif lainnya, seperti pertambangan mangan atau batu bara. Pembangunan pabrik semen ini hanya berfokus pada kegiatan penambangan batu gamping.
Meski demikian, Gereja Keuskupan Ruteng masih tetap menolak. Sikap ini pun masih ambigu karena Gereja hanya menunggu laporan AMDAL dari Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur.
"Gereja tetap menolak jika belum melakukan AMDAL yang bersih dan jauh dari kepentingan pihak-pihak tertentu", kata Uskup Ruteng di Kediamannya beberapa waktu lalu.
Jika pembangunan pabrik semen ini menurut AMDAL yang dikeluarkan Pemkab Manggarai Timur memerhatikan keberlanjutan lingkungan hidup, Gereja akan menerimanya dengan lapang dada. Jika sebaliknya, sikap Gereja tetap sama, yakni menolaknya.
Rupa-rupanya penolakan Gereja terhadap rencana pembangunan pabrik semen ini bukannya tanpa alasan. Fakta historis membeberkan bahwa kegiatan pertambangan di wilayah Manggarai Raya (Manggarai Barat, Manggarai, dan Manggarai Timur) selalu bermasalah. Pertambangan mangan di Reo (Manggarai) dan di Lambaleda (Manggarai Timur) berapa tahun lalu menimbulkan polemik yang besar. Saat itu, Frans Lebu Raya masih menjabat sebagai gubernur.
Awalnya kehadiran perusahan pertambangan tersebut disambut baik oleh masyarakat dan gereja. Mereka berjanji akan tetap memerhatikan lingkungan hidup dan memberdayakan perekonomian masyarakat lingkar tambang.Â
Namun lama-kelamaan, kegiatan pertambangan tersebut mempermiskin masyarakat lingkar tambang, merusakkan lingkungan hidup, dan memberikan pendapatan yang sedikit untuk pemda setempat.
Masyarakat lingkar tambang kehilangan banyak tanah ulayatnya serta tanaman-tanaman perkebunan yang menyokong perekonomian mereka. Areal pertambangan bertambah luas karena perusahan mengekstraksi lahan-lahan yang tidak mendapat ganti rugi pembebasan lahan.Â
Akibatnya, masyarakat tidak bisa berkebun seperti pada galibnya dan mata pencaharian mereka sebagai pekebun dan petani runyam.
Mereka akhirnya bekerja sebagai buruh tambang. Namun dengan alasan gaji yang diperoleh sangat rendah dan kondusi lingkungan kerja yang tidak nyaman, mereka lebih memilih menjadi penganggur. Untungnya bantuan sembako dari Gereja dan Pemkab setempat cepat diberikan, sehingga tidak menimbulkan permasalahan baru.
Pertambangan mangan tersebut juga menyebabkan kerusakan yang parah pada lingkungan hidup. Area pertambangan di Torong Besi, Reo, Manggarai menyulap sebuah bukit indah nan permai menjadi  tandus dan tak bernyawa. Perusahan tambang dengan jelas telah melanggar SIUP yang ditetapkan.
Menelisik berbagai rekam jejak negatif perusahan tambang di Manggarai Raya, Gereja Keuskupan Ruteng bersama kebanyakan masyarakat Manggarai menolak pembangunan pabrik semen di Manggarai Timur.
Sikap Gubernur Viktor Laiskodat Terkait Penolakan
Kita patut mengapresiasi prospek Gubernur Viktor Laiskodat terkait pembangunan pabrik semen. Betapa tidak, kebutuhan semen dalam provinsi telah meningkat drastis.Â
Terkait penolakan dari pihak gereja dan masyarakat kebanyakan terhadap pembangunan pabrik semen di Manggarai Timur, Viktor Laiskodat menjawabnya dengan enteng dan bertanggungjawab.
"Jika Pemkab Manggarai Timur menolaknya, saya akan pindahkan rencana pembangunan pabrik ke Timor. Di sana, banyak tempat dan bahan baku tersedia." (Voxntt.com)
Pembangunan semen di Manggarai Timur, tandas Laiskodat, sebenarnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan semen masyarakat lokal dan khususnya pembangunan jalan raya dari Labuan Bajo menuju Wae Rebo.
"perbaikan jalan sejarak 1.000 Km dari Labuan Bajo menuju Wae Rebo tentunya membutuhkan semen yang banyak." (Voxntt.com)
Dengan demikian, sikap Gubernur jelas terkait penolakan masyarakat dan Gereja, yakni memindahkan pabrik ke Timor. Mungkin Gubernur juga sedikit menyesal karena jika masyarakat dan Gereja menerimanya, kebutuhan semen masyarakat Manggarai dan Flores umumnya secara perlahan-lahan terpenuhi.
Menelisik Kebijakan Pembangunan Semen di Manggarai Timur
Hemat saya, pembangunan pabrik semen di Manggarai Timur mesti tetap dilakukan asalkan memerhatikan beberapa hal.Â
Pertama, sudah dilakukannya AMDAL dan prosesnya pengerjaannya bersih tanpa intervensi pihak tertentu yang ingin mendapatkan keuntungan.Â
Kedua, proses pembebasan lahan warga dilakukan secara bertanggungjawab dan atas kesepakatan bersama. Hal ini bertujuan untuk menghindari polemik-polemik yang tak perlu ketika pabrik semen dijalankan.
Sebagai masyarakat NTT, saya tak dapat memungkiri urgennya kehadiran pabrik semen di Manggarai Timur. Ada beberapa keuntungan atau dampak positif yang diperoleh darinya.Â
Pertama, pembukaan lapangan kerja baru bagi masyarakat kecil. Daripada mereka mengadu nasib ke luar negeri atau provinsi untuk mencari pekerjaan, alangkah baiknya jika mereka bekerja di pabrikan semen.Â
Kedua, penghematan biaya pengiriman semen dari pulau Jawa ke NTT. Persoalan biaya pengiriman selalu menjadi persoalan klasik terhadap mahalnya harga semen dan barang-barang lainnya di NTT. Karena itu, pembangunan pabrik  semen di Manggarai Timur bertujuan untuk meminimalisir hal tersebut.
Ketiga, pemberdayaan terhadap batu gamping yang selama ini dipandang sebelah mata dan tidak digunakan sama sekali.
Keempat, menambah pendapatan daerah. Tentunya kehadiran pabrikan semen tersebut akan mendatangkan pendapatan baru bagi keuangan Pemkab Manggarai Timur melalui pajak yang ditetapkan secara bersama-sama dan menurut perundang-undangan yang berlaku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H