Cuaca panas bulan Agustus  kota Orlanda, Florida, sungguh tak kenal ampun,Menurut perkiraan cuaca temperature setiap harinya  berkisar 100-102 (mungkin sekitar  37 C).Rombongan kami dari New York City  beraninya ngelencer  menjelang malam disaat cuaca sedikit mendingan  tapi pakaian di badan  tetap tipis.
Kotanya  rapih, bersih, dan asri sepertinya khusus  di peruntukkan buat menyenangkan wisatawan.Kantor2 besar jarang kelihatan.Lebih banyak di tempati  taman2  pusat kota. Komplex hiburan seperti Hard Rock., Universal City Walk, Museum, dan Icon Park,juga saling berdekatan.Tentu menurut pendapat orang Florida.
Malam itu, di Icon Park, setelah puas bershopping di ruang ber AC, aku melangkah keluar dan seketika itu juga mukaku  di terpa udara malam yang kering dari sebuah sungai kecil.Tubuh yang  sedari tadi  sudah capek, nuntut  diistirahatkan  sebentar sambil menunggu keluarga cuci mata. Kebetulan ada sebuah bangku panjang kosong dekat situ, dan  cepat2  aku duduki  berselonjor.Mataku kupejam sejenak sembari narik nafas panjang. Setelah itu  ku alihkan ke permukaan sungai yang beriak kecil dan berwarna-warni akibat  pantulan cahaya lampu disisinyaSekali2 perahu berpenumpang  turist lewat di tengah sungai dihiasi pecahan kembang api dari atas.Â
Antara sadar dan tidak, sekilas kulihat seorang perempuan tua berambut putih berjalan santai tak jauh dari tempat dudukku.Dia di temanii beberapa anak muda, dan  disusul bocah2 mungil yang berkelakar di belakangnya.Wajahnya yang putih bersih sedikit berkeriput, mengingatkan aku akan seseorang,  namun aku benar2 lupa dimana.Pandanganku kealihkan keatas, kelangit hitam pekat tanpa bintang sambil mencoba menelusuri terus  pemilik wajah sendu itu.Dan akhirnya aku tersentak ketika mengingat wajah mantanku dulu di kota kelahiran kami Bandung.
Wah, aku ingat betul  wajah itu.Teman sekolah di SMA.Linda, diakah?Tidak mungkin.Dia masih berdiam di Bandung bersama anak2 dan cucu2nya.Terahir kutahu, suaminya telah wafat duluan.Aku bangkit berdiri mencarinya, namun mereka telah hilang di tikungan dekat kiosk ice cream.Aku duduk kembali lalu  merebahkan tubuh seluruhnya memanjang di atas bangku yang mulai terasa dingin.Kurasa angin sepoi2  membelai kepala yang ditutupi topi membuatku mulai mengantuk dan hampir saja jatuh tertidur. Kucoba bertahan  dengan mengingat kata2 Donny, seorang teman kelas juga  di  SMA.Dia berkata:
"Linda kepngin ketemu.Sangat.Usahakan aja.Kapan2 kau ke Indo," imbuhnya di telpon.
"Buat apa Don.It's over.Kami masing2 udah tua.Udah bercucu.Telah jadi Opa dan Oma.Maunya apa?CLBK?Cinta Lama Bersemi Kembali?Atau selingkuh?Ma'af itu tidak ada di kamusku.Aku sudah bahagia bersama istri, anak dan cucuku2." jawabku ketus.
"Coba telpon atau tex aja.Mungkin dia mau katakan sesuatu atau minta ma'af," desak Donny.
"Kamu tahu Don, Linda, 50 tahun lalu, dia yang mulai menarik perhatianku dan nampak keluarganya setuju aja..Tapi apa yang terjadi ? kamu tahu sendiri kan?Si monyong Teddy muncul dan merusak semuanya." aku mulai panas.
"Kutahu mereka nikah ketika aku  kerja dan indekost di Jakarta,"