Buku Gunung Agung, adalah kenyataan pahit.
Fakta penutupan toko buku yang baru-baru ini diumumkan oleh PT Gunung Agung Tiga Belas, perusahaan yang menaungi TokoHal ini, menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) sekaligus Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI), Haryadi Sukamdani, merupakan fenomena global yang telah terjadi selama dekade terakhir.
Di Amerika Serikat (AS) pun, banyak toko buku yang telah mengalami nasib serupa. Penutupan toko buku menjadi fakta yang tidak bisa dihindari karena perubahan kebiasaan masyarakat yang semakin beralih untuk memesan buku secara online.
Seiring dengan kemajuan teknologi dan perkembangan era digital, telah terjadi pergeseran dalam perilaku konsumen. Pola konsumsi yang tradisional, seperti berbelanja di toko fisik, kini telah bergeser ke platform online.
Kepraktisan dan kenyamanan dalam berbelanja secara daring telah mengubah cara kita berinteraksi dengan berbagai produk, termasuk buku.
Kini, dengan sekali klik, buku-buku favorit bisa dipesan dan dikirim langsung ke pintu rumah kita. Hal ini menjadi tantangan bagi toko buku konvensional seperti Toko Buku Gunung Agung.
Sebagai salah satu toko buku paling legendaris di Jakarta yang telah berdiri selama 70 tahun, mereka harus berhadapan dengan perubahan perilaku konsumen yang semakin mengarah ke belanja online.
Manajemen Toko Buku Gunung Agung telah melakukan upaya efisiensi dengan menutup beberapa toko dan outlet di beberapa kota sejak tahun 2020, sebagai respons terhadap kerugian operasional yang terus bertambah.
Meskipun fenomena penutupan toko buku bukanlah hal yang unik, kita perlu mengambil pelajaran dari situasi ini.
Kita tidak bisa menyalahkan perkembangan teknologi atau perubahan perilaku konsumen yang terjadi. Sebaliknya, kita harus beradaptasi dengan tren baru ini dan mencari peluang dalam era digital.
Bagi para pelaku industri buku, baik penerbit maupun penjual, perlu untuk melihat peluang dalam memanfaatkan platform online sebagai sarana untuk memperluas jangkauan pasar dan meningkatkan daya saing.