Kemungkinannya, hal ini mengaburkan batasan antara fungsi pemerintahan dan politik, mengganggu prinsip akuntabilitas, dan memberi distorsi terhadap proses demokrasi. Kredibilitas pemilihan seharusnya didasarkan pada integritas dan kapabilitas caleg, bukan popularitas semata.
Di pihak lain, pemilih juga harus mampu menganalisis substansi dan kompetensi caleg, daripada terjebak dalam daya tarik selebritas yang belum tentu relevan dengan kebijakan publik.
Kampanye berbasis popularitas
Kembali ke caleg menteri tadi, bisa saja mereka menjalankan kampanye dengan pola yang mirip dengan selebritas, yaitu dengan mengandalkan pengaruh dan popularitas.
Strategi kampanye bisa berupa sorotan ke pencapaian pemerintahan dan kebijakan yang telah mereka lakukan, serta menjalin hubungan dengan basis pemilih yang telah terbentuk.
Selain itu, mereka juga bisa memanfaatkan medsos dan platform digital untuk berkomunikasi langsung dengan pemilih, menggelar pertemuan publik, memperkuat profil mirip eksposur artis.
Mencermati keberhasilan caleg menteri
Ada kemungkinan bahwa caleg menteri akan mempromosikan keberhasilan program-program yang telah mereka pimpin selama menjabat, lagi-lagi ditambah eksposur mirip dunia selebritas.
Namun, penting untuk dicatat bahwa pendekatan ini dapat memiliki sudut pandang yang berbeda tergantung pada konteks dan pemahaman masyarakat.
Beberapa calon pemilih mungkin melihatnya sebagai bukti kompetensi dan keberhasilan menteri, sementara yang lain mungkin meragukan dan ingin melihat dampak nyata program-program itu.
Oleh karena itu calon pemilih sebaiknya mencermati secara kritis soal klaim keberhasilan tersebut, dan mengevaluasi dampak program secara objektif.