Memberi ruang bagi terciptanya komunikasi inter-personal sebagai ruang edukatif. Pada beberapa kasus, peserta didik yang memiliki latar belakang budaya (minoritas) tidak mendapatkan akses pembelajaran dengan baik.
Inisiasinya tak lain dengan menerapkan pendekatan culturally responsive teaching secara aktif. Menggunakan komunikasi dialogis-budaya melalui bahasa daerah peserta didik sebagai sarana pemantik minat belajar.
Keempat
Memperkenalkan realitas multikutural kepada seluruh peserta didik, sebagai ruang edukasi anti-bullying dan transformasi pengetahuan. Dalam hal ini tentunya adalah pengetahuan budaya ataupun berbahasa daerah, dengan gaya kekinian.
Pendekatan kekinian ini bisa dicontohkan melalui aksi keseharian pendidik yang dapat didokumentasikan sebagai media pembelajaran. Misal, ketika healing ke suatu tempat, record sebagai pengalaman bermakna yang dapat disosialisasikan sebagai media kontekstual.
Kelima
Suasana pembelajaran bermakna inilah yang kemudian menjadi ruang inspirasi bagi peserta didik. Namun, tetap fokus pada materi pembelajaran yang terkonsep dengan baik.
Maka, analisis kasuistik dapat kita dapatkan sesuai dengan realitas yang tampak di lingkungan pembelajaran. Tanpa harus menarasikan secara imajiner tanpa analisis fakta dan data.
Pengalaman Bermakna
Seperti ketika (penulis) menjalankan sekolah darurat bagi anak-anak penyintas gempa di Cianjur. Dimana para pendidik (relawan) harus mempelajari bahasa komunikatif (sunda) sebagai media dialog inter-personal dengan anak-anak.
Termasuk memahami budaya setempat, yang jadi modal utama melakukan pembelajaran yang menyenangkan. Dengan tetap fokus kepada kebutuhan peserta didik, walau harus belajar di tenda-tenda pengungsian.