Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Guru dan Tanggung Jawab Politisnya

31 Agustus 2023   05:45 Diperbarui: 31 Agustus 2023   05:54 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pendidikan mencerahkan (sumber: kompas.id/SUPRIYANTO)

Sorotan tajam mengenai ruang kampanye di lembaga pendidikan, tak lain demi menggaet suara pemilih pemula. Dalam kondisi yang dapat ditafsirkan sebagai zona nyaman minim pemahaman politik. Khususnya perihal orientasi politik para kontestan pemilu.

Tak hanya dalam orientasi kepartaian, bahkan dalam konstelasi antar kandidat. Baik menyoal capres ataupun caleg, yang memang tidak terlalu diperdulikan oleh para pemilih pemula. Secara langsung, dapat disampaikan bahwa pemahaman pemilu masih dikatakan rendah.

Baik pemahaman secara hak dan kewajiban, atau bahkan dalam teknis dan mekanisme pemilu. Apalagi jika dikaitkan dengan realitas masa kampanye, yang makin dekat makin penuh persinggungan politik. Ruang penyadaran inilah yang kiranya dapat direorientasi.

Pun demikian bagi seorang pendidik (guru), yang secara langsung bersinggungan dengan para pemilih pemula. Dalam hal ini adalalah konstituen, dengan paradigma politik yang awam. Maka tidak menutup kemungkinan, akan terjadinya demoralisasi demokrasi.

Jelang gelaran pemilu, konflik kepentingan memang semakin meruncing terjadi. Dengan pelibatan berbagai elemen dalam ruang sosial. Baik dalam persoalan elektabilitas, ataupun kekuatan massa pendukung. Suatu problematika yang memiliki potensi negatif.

Artinya adalah, tanpa adanya unsur pelibatan edukator politik di ruang pendidikan. Maka dapat dipastikan, pemilu akan berjalan tanpa unsur keadilan dan kemanusiaan. Lantaran pemilih pemula dikategorikan sebagai sebuah subjek yang tidak memiliki orientasi politik.

Berbeda dengan ruang pendidikan tinggi (kampus), yang telah memiliki perspektif akademisi lebih baik. Lembaga pendidikan, dalam hal ini tingkat atas, pun dapat diproyeksikan sebagai ruang edukasi politik secara positif. Dengan melibatkan guru secara aktif.

Namun, tentu ada batasan yang dapat dijadikan koridor penyadaran politiknya. Bukan justru terlibat secara aktif, dalam sosialisasi dukungan terhadap calon tertentu. Koridor inilah yang kiranya dapat dibahas secara komprehensif, dikarenakan rawan pelanggaran.

Pemahaman politik berkesadaran dalam wujud analisis kritis, tentu akan membuat proses demokratisasi dapat berjalan baik. Tidak selalu bernarasi negatif, dalam tujuannya yang pragmatis secara politis. Dimana gurulah yang menjadi kunci sekaligus pintunya.

Pintu terhadap luasnya ruang politik yang memang menjadi penentu masa depan bagi generasi pemilih. Agar tak lagi ada unsur ketidakpahaman konstituen dengan sikap apolitik yang terbangun seiring realitas politik faktual.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun