Legacy atau biasa dikenal dengan warisan, biasanya identik dengan status sosial yang tampak sebagai wujud eksistensi individual. Pun demikian dalam realitas di masyarakat, yang kerap mempersepsikan legacy sebagai area politik identitas.
Dimana sikap yang cenderung menonjolkan diri dengan identitas private mengemuka lantaran memiliki legalitas sebagai seseorang yang dianggap terpandang. Khususnya dalam ruang politik, yang identik dengan identitas sosial seorang tokoh publik.
Baik dalam aspek ekonomi, silsilah keluarga, atau jabatan publik, sebagai bentuk dari eksistensi secara individu. Semakin terpandang secara sosial, maka semakin besar daya tarik politisnya dalam ruang publik. Tak luput dari proyeksi legacy dalam lingkungan pribadi.
Apalagi jika telah memiliki kuasa atas ruang politik yang identik dengan berbagai kebijakan publik. Ada semacam sikap interdependensi yang diwujudkan dalam penerapannya yang simultan atau bertahap. Walau dengan relasi kuasa yang simbolistik.
Hal ini tentu saja dapat menjadi ancaman bagi demokratisasi dalam perspektif yang negatif. Selain menihilkan dialektika perubahan, pun dengan realitas sosial yang berkembang seiring kepentingan publik. Dimana tak ada ruang koreksi bagi penerapannya.
Legacy yang telah bersentuhan dengan orientasi politik sama halnya dengan sikap otokrasi. Kerugiannya tentu saja adalah ruang keberpihakan pada masyarakat dalam hak dan kewajibannya. Seolah menutup hadirnya kebijakan baru yang dirasa lebih baik lagi.
Selain dari sifat kepemimpinan yang dapat dilihat dari berbagai sudut pandangnya. Yakni ruang positif, dengan orientasi yang bersifat jangka panjang dengan keberpihakan yang lebih demokratis.
Dua sudut pandang yang bersinggungan ini biasanya terkait latar belakang yang visioner. Entah melalui visi atau misi seorang pejabat publik, atau bahkan lebih cenderung kepada sikap yang mencerminkan pandangan politiknya.
Namun, kiranya bukan soal positif atau negatif. Melainkan soal dampak yang menguntungkan bagi masyarakat. Jika legacy politik dapat dijadikan jaminan secara kemandirian ekonomi dan sosial dalam skala universal.
Maka yang tampak tak lain adalah ruang keberpihakan kepada masyarakat. Dalam hal ini, ruang keberpihakan dapat berkembang seiring realitas politik yang menyertainya.