Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sejarah Kelam Bangsa Indonesia yang Ditutup-Tutupi

26 Agustus 2023   06:00 Diperbarui: 26 Agustus 2023   06:31 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi masa bersiap (sumber: dokpri/edited by canva)

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, yang sejatinya memberi kebebasan pada segenap rakyat Indonesia faktanya tidak seindah yang kita bayangkan. Realitas pasca kemerdekaan justru menjadi ruang huru-hara yang tidak terpublikasikan secara bebas. Proses menjadi bangsa yang merdeka, harus dilalui dengan berbagai kisah kelam pada masa bersiap. Khususnya sekitar tahun 1945 hingga 1947.

Bahkan generasi muda bangsa ini pun kiranya tidak mengetahui betapa ngerinya masa transisi ini. Peralihan kekuasaan antara pihak Jepang kepada Indonesia, dengan bayang-bayang Belanda yang hendak mengambil alih kekuasaannya. Memberi ruang pada aksi-aksi balas dendam tanpa ada sanksi hukum bagi para pelakunya.

Tak terkecuali bagi pihak Indonesia, yang terlibat dalam berbagai aksi merugikan secara pendekatan sosial politik. Bahkan Rosihan Anwar menarasikannya sebagai masa yang brutal. Penuh dengan aksi sepihak yang merugikan berbagai pihak. Tak terkecuali bagi bangsa Indonesia sendiri, karena maraknya aksi kriminalitas hingga pembunuhan terhadap sesama bangsa.

Namun, utamanya adalah pihak Indo-Belanda, yang serta merta langsung menjadi "incaran" setiap orang untuk dihabisi. Tentunya selain mengincar harta benda ataupun kekuasaan atas sebidang tanah. Semua dapat menjadi latar belakangnya, walaupun harus berhadapan dengan sesama bangsa Indonesia yang pro kemerdekaan.

Inilah yang menjadi latar belakang "Pembantaian Gedoran" di Depok, pada 11 Oktober 1945. Lantaran orang-orang Indo-Belanda di Depok tidak mengakui kemerdekaan Indonesia. Maka muncul sentimen yang juga melibatkan sisi rasialis antar suku. Seperti sikap antipati terhadap etnis Ambon dan Manado, yang dianggap lebih pro Belanda daripada Indonesia.

Apalagi, terhadap pasukan KNIL yang memang menjadi incaran pasukan pejuang dalam berbagai momen. Seperti aksi saling serang di kawasan Senen antara pemuda Ambon dengan sekelompok pejuang, pada akhir bulan Oktober 1945. Bahkan banyak terjadi insiden yang menyulut aksi pelecehan seksual terhadap etnis tertentu di berbagai kota pada bulan Oktober hingga November awal.

Sedangkan sikap sentimentil kerap berakhir pada aksi pembunuhan secara random. Tak peduli siapapun orangnya, dengan dasar aksi perampokan atau penyerobotan hak milik. Secara abstrak, Sutan Syahrir juga menuliskan betapa chaos-nya masa bersiap ini pada bukunya, Perjuangan Kita. Dengan nalar revolusioner, apapun sikap anti penjajahan telah dianggap lumrah kala itu.

Terlebih kala meletus berbagai peristiwa perlawanan mempertahankan kemerdekaan di berbagai kota. Semua nyaris terjadi amuk massa yang menimbulkan kerugian besar di kedua belah pihak. Aksi perampokan dan pembunuhan pun berlaku bagi orang-orang pribumi yang dianggap memiliki kekayaan lebih. Biasanya hal ini terjadi atas dasar ideologi tertentu, seperti kelompok komunis.

Ada semacam kecenderungan untuk berbuat anarkis dengan tujuan show of power oleh golongan tertentu, seperti yang diungkap oleh A.H. Nasution dalam serial buku Sekitar Perang Kemerdekaan. Dengan bermacam dalih, yang mengisyaratkan bahwa konflik sosial dan perang saudara pun menjadi ancaman lain dibalik perang melawan Sekutu bersama Belanda.

Semua menjadi target perampokan atau penjarahan, baik di kota atau di desa. Baik masyarakat kecil atau kaya. Catatan inilah yang menjadi dasar mengapa Agresi Militer Belanda I pada tahun 1947 dikampanyekan dengan dalih menyingkirkan para perusuh, dengan tujuan menguasai aset ekonomis Belanda kembali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun