Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Post-Nasionalisme Syndrom Era Society 5.0

10 Agustus 2023   05:45 Diperbarui: 10 Agustus 2023   05:49 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi nasionalisme (sumber: dokpri/edited by canva)

Post-Nasionalisme, kiranya adalah wacana yang memang merujuk pada realitas negara-bangsa di era society 5.0. Sebuah analisis yang berangkat pada bergesernya cara pandang terhadap makna dari nasionalisme itu sendiri. Khususnya pada era globalisasi kini.

Tak luput dengan cara pandang dalam konsep bernegara, sebagai warga negara yang memiliki karakter beragam. Globalisasi di era digital faktanya telah membuat bias persepsi dalam memaknai nasionalisme. Walau hanya dalam sudut yang primodialistik.

Pendekatannya dapat dianalisis dari kealpaan kita terhadap arti juang para pahlawan bangsa. Dalam pola pendidikan yang bias makna dalam penghayatan sejarah proses kemerdekaan bangsa. Tak lain karena orientasi local wisdom yang kini lebih diprioritaskan.

Anak-anak di Padang mungkin tak perlu memahami semangat kepahlawanan Thomas Matulessy. Pun sebaliknya, anak-anak Maluku mungkin tak perduli dengan kisah juang Siti Manggopoh. Artinya bahwa dalam persepsi skeptis memang hal ini lumrah adanya.

Namun secara luas, cara pandang Bhineka Tunggal Ika justru bangkit dalam aspek budaya. Suatu konteks artifisial sebagai wujud dari kreatifitas seni yang estetik. Sebuah transisi cara pandang terhadap nasionalisme melalui pendekatan yang bersifat antropologis.

Dalam hal ini nasionalisme tak lagi berangkat dari kisah patriotik pahlawan bangsa. Semangat berjuang dalam meraih kemerdekaan pun kian pudar seiring perkembangan zaman di era digital. Lantaran ruang kepahlawanan hilang terganti dengan artifisial konsep.

Imagined communities seperti yang dibayangkan oleh Ben Anderson secara tranformatif memang berubah seiring realitas zaman. Hal penting dimana pandangan terkait society 5.0 dapat mengemuka sebagai ruangnya. Tak lain melalui digitalisasi media terbarukan.

Perkembangan kemajuan masyarakat pun dapat terproyeksikan dalam supra teknologi modern. Tak terkecuali bagi nasionalisme itu sendiri, yang berkembang menjadi beragam persepsi. Maka wajar jika wacana post-nasionalisme pun mengemuka.

Kekhawatiran yang memang berdasar, jika kita melihat realita pemahaman nasionalisme bagi generasi muda kini. Dunia global pun mengalami benturan serupa. Kehilangan jati diri bangsa atas sejarah bangsanya pun tampak, seiring dengan hadirnya ideologi baru.

Tak terkecuali Indonesia, yang memang memiliki identitas kemajemukan. Artikulasi patriotisme dalam konsep nasionalisme kiranya dapat menjadi perhatian bersama.

Kisah-kisah kepahlawanan sudah seharusnya tak hanya tertuang pada narasi literatif, melainkan juga dalam wujud artifisial. Dalam pendekatan kausalistik yang lebih realistik bagi generasi muda. Khususnya bagi anak-anak, entah dalam wujud apapun.

Hal ini kiranya dapat memantik rasa nasionalisme generasi muda dapat kembali tampak. Secara realis dan lebih mengedepankan unsur kearifan lokal. Hingga area post-nasionalisme dapat terurai dari bias paradigmanya.

Artinya, dukungan secara luas dari para pemerhati kebangsaan dapat terealisasi dalam wujud yang nyata. Baik melalui kebijakan publik ataupun unsur pendidikan dan budaya. Dengan mengedepankan pendekatan yang humanistik tentunya.

Optimalisasi peran kebangsaan melalui berbagai aksiologisnya. Kiranya dapat menjadi alternatif bagi generasi muda saat ini.

Walau secara skeptis upaya tersebut akan berhadapan dengan realitas modernisasi dengan benturan budayanya. Tak terkecuali dalam memahami era society 5.0. Teori clash of civilizations, Huntington kiranya dapat menjadi tela'ah yang komprehensif untuk dikaji kembali.

Khususnya jelang peringatan HUT Republik Indonesia ke 78. Dengan berjuta harapan bagi kemandirian bangsa dalam menyongsong era society 5.0. Nasionalisme pun tetap dapat menjadi identitas bangsa yang merdeka. Tanpa ada unsur dekadensi moral dalam pemaknaan dan pengimplementasiannya.

Salam damai, semoga bermanfaat, dan terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun