Kisah-kisah kepahlawanan sudah seharusnya tak hanya tertuang pada narasi literatif, melainkan juga dalam wujud artifisial. Dalam pendekatan kausalistik yang lebih realistik bagi generasi muda. Khususnya bagi anak-anak, entah dalam wujud apapun.
Hal ini kiranya dapat memantik rasa nasionalisme generasi muda dapat kembali tampak. Secara realis dan lebih mengedepankan unsur kearifan lokal. Hingga area post-nasionalisme dapat terurai dari bias paradigmanya.
Artinya, dukungan secara luas dari para pemerhati kebangsaan dapat terealisasi dalam wujud yang nyata. Baik melalui kebijakan publik ataupun unsur pendidikan dan budaya. Dengan mengedepankan pendekatan yang humanistik tentunya.
Optimalisasi peran kebangsaan melalui berbagai aksiologisnya. Kiranya dapat menjadi alternatif bagi generasi muda saat ini.
Walau secara skeptis upaya tersebut akan berhadapan dengan realitas modernisasi dengan benturan budayanya. Tak terkecuali dalam memahami era society 5.0. Teori clash of civilizations, Huntington kiranya dapat menjadi tela'ah yang komprehensif untuk dikaji kembali.
Khususnya jelang peringatan HUT Republik Indonesia ke 78. Dengan berjuta harapan bagi kemandirian bangsa dalam menyongsong era society 5.0. Nasionalisme pun tetap dapat menjadi identitas bangsa yang merdeka. Tanpa ada unsur dekadensi moral dalam pemaknaan dan pengimplementasiannya.
Salam damai, semoga bermanfaat, dan terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H