Civil society yang sering dipersepsikan sebagai bentuk masyarakat berstruktur organisasi kuat, memiliki peran penting dalam setiap laju perkembangan sebuah negara. Baik dalam ruang, sosial, ekonomi, ataupun budaya, yang terikat antara yang satu dengan lainnya.
Tanpa memberi celah bagi hadirnya polarisasi demokratisasi sebagai dampak dari legitimasi politik kontemporer . Dalam menilai tiap kebijakan publik yang muncul sebagai argumentasinya. Muaranya tak lain adalah keberpihakan politik sesuai dengan hak masyarakat.
Jika Jhon Locke menganggap civil society adalah wujud dari eksistensi kaum intelektual dalam melindungi hak publik, maka dalam perspektif kontemporer dapat disebutkan perihal sikap sosial. Dimana Koentjaraningrat mereduksinya dari wujud identitas budaya.
Identitas yang membentuk pola kesadaran terhadap sesuatu yang dialaminya. Hingga mampu membentuk perspektif baru berdasar tolak ukur adat dan kebiasaannya sehari-hari. Melalui pengalaman empirisnya selaku makhluk sosial dalam kehidupan bernegara.
Posisi kaum intelektual dengan kesadaran politik inilah yang seharusnya dapat memberi peran positif dalam membangun moral sosial. Tak luput dalam peranannya terhadap realitas kebijakan atas dasar kepentingan yang lebih besar (umum).
Poin utamanya tidak lain adalah pelibatan masyarakat dalam berbagai regulasi kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Bukan justru menegasikannya sebagai sub cultur yang tidak memiliki hak politik secara praktis. Dengan prinsip humanis dan kesetaraan.
Walau tantangannya tak lain adalah para regulator kebijakan itu sendiri. Melalui sistem hukum ataupun peraturan yang memberi sekat hadirnya keberpihakan parsipatoris. Dimana hal ini merupakan antitesa dari sistem demokrasi dalam bernegara.
Biasanya, sekat keberpihakan tersebut muncul ketika para regulator hendak merumuskan kebijakan publik yang berkenaan dengan kepentingan ekonomi. Terlebih dalam narasi hubungan antar bangsa yang kerap dipersepsikan sebagai orienatasi politik sektoral.
Secara private, memang ada beberapa aspek yang membuat batasan dengan maksud dan tujuannya masing-masing. Namun secara umum, kebijakan publik yang berkaitan dengan masyarakat sudah tentu harus membuka ruang pelibatan masyarakat itu sendiri.
Tak lain demi kebijakan yang tepat guna, dan sesuai dengan hak masyarakat sebagai warga negara. Tanpa harus mengurangi esensi dari proses dan alur regulasinya dari para legislator. Eksistensi civil society tentu sangat vital dalam ruang terbuka demokratisasi.