Partai gurem, adalah sebuah pengertian dari realitas politik kepartaian yang tidak memiliki banyak pengikut. Atau dapat dijelaskan sebagai partai yang baru berdiri, ditengah konstelasi politik partai besar yang mendominasi.
Identifikasi sebagai partai kecil, dengan peruntungan membangun kekuatan kadernya. Tentunya melalui mekanisme yang tidak mudah, khususnya dalam upaya memainkan peran besar dalam perspektif politik yang tersentalistik.
Sentralistik atau dapat dikatakan sebagai dominasi. Selalu menempatkan partai utama dengan elektabilitasnya yang tinggi. Tanpa ada peluang bagi partai baru untuk dapat berkembang secara terbuka.
Dominasi politik inilah yang selalu mewarnai tiap gelaran pemilu kita. Kehadiran partai gurem (kecil), hanya dianggap sebagai suara pelengkap saja. Apalagi dengan elektabilitasnya yang rendah, atau dibawah 1 persen.
Walaupun partai baru selalu memberi pembeda dengan kehadiran tokoh-tokoh terkemukanya. Beratnya persaingan politik, dalam membangun kepercayaan publik selalu terbentur dengan persoalan threshold.
Untuk menembus aturan 4 persen sebagai ambang batas, tentu menjadi tugas berat bagi partai yang baru hadir dalam konstelasi. Apalagi jika harus menembus 20 persen, tentu menjadi tugas jangka panjang yang harus diperjuangkan secara konsisten.
Inilah yang kiranya jadi penilaian umum publik, dalam melihat kehadiran partai-partai baru dalam pemilu. Belum ada kepercayaan yang terbangun, apalagi jika tokoh dalam partai tersebut dapat dikatakan tidak populis.
Artinya tidak memiliki daya tawar secara politis, lantaran memiliki catatan negatif pada panggung politik. Penilaian inilah yang dapat mengemuka, dalam gelaran pemilu. Khususnya bagi para konstituen yang hendak memberikan hak suaranya.
Perlu konsistensi dalam mengembangkan partai secara populis melalui jargon politiknya masing-masing. Bukan sekedar melalui tampilan para tokohnya semata. Tanpa ada agenda kebijakan yang dirasa berkaitan dengan kepentingan publik.
Catatan pada pemilu tahun 2019 silam pun telah terbukti. Bahwa ada beberapa partai justru gagal untuk memenuhi syarat yang ditetapkan oleh KPU pada pemilu 2024 mendatang. Lantaran tidak memiliki kepengurusan di beberapa Provinsi.