Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Berebut Suara Warga Nahdliyin Melalui Cak Imin

11 Juli 2023   15:00 Diperbarui: 24 Juli 2023   08:31 862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi warga Nahdliyin/NU (sumber: kompas.id/P Raditya Mahendra Yasa)

Jika kita melihat secara realistis, bahwa mayoritas pemilih aktif di Indonesia rata-rata adalah warga Nahdliyin atau yang diidentifikasi sebagai warga Nahdlatul Ulama (NU). Gelaran pemilu yang akan dilaksanakan tahun depan, tentu memberi ruang terbuka dalam keterlibatan rakyat secara langsung. Baik yang terlibat langsung secara politis, atau sekedar pemilih (konstituen).

Dalam hal ini dapat diterangkan, bahwa mayoritas konstituen dari warga Nahdliyin biasanya juga identik dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Inilah mengapa, warga Nahdliyin selalu diperhitungkan secara masak oleh para capres yang berkompetesi pada pemilu. Tak luput dengan partai yang menaungi secara mayoritas, dengan persepsi signifikasi kekuatan suara yang dominan.

Walau tak dipungkiri, bahwa warga Nahdliyin tetap bebas memilih siapapun juga pada pemilu kelak. Namun, kehadiran PKB sebagai partai yang membawa nama besar Nahdlatul Ulama, tentu tidak dapat dipandang sebelah mata. Hal inilah yang menjadi dasar, para capres kini terlihat telah membangun komunikasi dengan berbagai ulama NU.

Lantaran warga Nahdliyin dianggap memiliki ikatan kuat pada faktor pemimpinnya. Khususnya di berbagai daerah, yang diketahui sebagai lumbung suara pemilih NU. Dengan keanggotaan sekitar 150 juta, maka wajar jika warga Nahdliyin selalui didekati oleh para politikus. Walaupun secara tegas Gus Yahya (Ketum PBNU) menentang adanya politik identitas baik di kalangan NU sendiri.

Sedangkan Cak Imin atau Muhaimin Iskandar selaku Ketum PKB memberi proyeksi bahwa warga Nahdliyin akan mengikuti arah PKB selaku partai yang menaunginya. Hal inilah yang kerap dinarasikan sebagai bentuk dukungan warga NU terhadap pencalonan dirinya sebagai capres. Walau belakangan terklarifikasi oleh Gus Yahya, yang tidak menghendaki adanya politisasi terhadap warga NU.

Bahkan disebutkan beberapa capres telah melakukan komunikasi politik dengan Cak Imin, yang kiranya diproyeksikan menjadi salah satu cawapres alternatif. Dimana jika kita lihat dari elektabilitas PKB, per bulan Juni 2023 dikatakan melejit hingga 7,3 persen. Atau dalam kisaran 6 persen suara secara nasional. Jadi harus tetap membangun koalisi dengan partai-partai lainnya.

Maka dapat disimpulkan, bahwa kehadiran PKB belum dapat dikatakan mampu membawa suara warga Nahdliyin secara penuh. Walaupun peluang tersebut dapat saja terbukti jika ada salah satu capres memilih meminang Cak Imin sebagai cawapres. Jadi, bukan sekedar berangkat dari PKB semata, melainkan fusi partai lain yang memang didominasi oleh warga Nahdliyin.

Kiranya hal tersebut dalam semakin membuka ruang bagi siapapun capres yang hendak mengakomodir suara mayoritas NU. Selain dari upaya Cak Imin untuk dapat memberi proyeksi besar terhadap visi dan misinya secara realistik. Apalagi disebut-sebut selalu membawa nama NU sebagai motor politiknya. Hal yang bukan sembarang tokoh dapat lakukan tentunya.

Dalam narasi besar ini, tentunya ada harapan yang dapat tersampaikan dari warga Nahdliyin. Khususnya bagi masa depan bangsa, dengan tantangan zaman yang semakin kompleks. Bukan sekedar janji kampanye yang belum dapat dipastikan, melainkan dari kerja nyata dari para kandidat yang menghendaki suara warga Nahdliyin secara penuh.

Walau tidak dapat disangsikan pula, bagi setiap pimpinan/ulama di berbagai daerah, selalu memutuskan sendiri pilihan politiknya. Serta tidak melulu tergantung pada keputusan partai politik yang membawa nama besar NU. Semua tentu memahaminya sebagai area sensitif dalam perkara politik. Lantaran tentunya ada deal tertentu, yang kerap dikemukakan sebagai "mahar politik".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun