Rekam jejak Pancasila dalam proses berbangsa dan bernegara tentu tidak dapat dilepaskan dari upaya pengimplementasiannya dalam berbagai sendi kehidupan di masyarakat. Tidak pula dengan perpolitikan bangsa yang juga berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, dengan argumentasi kebijakan yang sarat akan makna dan hakikat hidup Pancasila.
Semua harus berpijak pada Pancasila sebagai konsensus bersama dasar Negara. Artinya bahwa, semua perilaku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara harus berangkat dari pada setiap sila yang terkandung pada Pancasila. Begitupula dengan tingkah laku politik yang tidak dapat dilepaskan dari asas dan tujuan Pancasila.
Implementasi dalam kehidupan sehari-hari yang tentunya terikat melalui berbagai kebijakan Pemerintah dalam mengatur rakyatnya. Baik dalam orientasi hak dan kewajibannya sebagai warga negara yang sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku. Maka, dapatlah dikatakan bahwa Pancasila adalah sumber dari segala aturan yang berlaku, dengan sifat ideologis yang harus ditaati tanpa digugat.
Pandangan hidup secara politis tentu memiliki artinya sendiri. Khususnya dalam hal peraturan atau perundang-undangan yang berlaku dan diterapkan. Ini tentu saja akan kembali kepada regulasi politik yang terjadi pada sistem pemerintahan. Baik dalam locus eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.
Regulasi politik yang saling berkaitan tersebut kiranya dapat selaras dengan nilai-nilai luhur yang tertuang pada setiap sila Pancasila. Baik dalam perjalanannya, ataupun tujuan melalui visi misi dari para pemangku kebijakan. Tak lain tentu saja demi merealisasikan setiap makna yang terkandung pada Pancasila.
Pertama tentu saja makna Ketuhanan Yang Maha Esa, dalam perspektif berbangsa dan bernegara. Dalam area politik, tentu hal ini dapat dijadikan pedoman utama sebagai ideologi yang sangat fundamental. Dalam tolok ukur menghargai keberagamaan yang dapat dikatakan penuh dengan perbedaan. Bukan justru menjadi orientasi negatif, ketika perbedaan dijadikan sekat dalam bernegara.
Apalagi jika berkaitan dengan sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Tentu sudah seharusnya area politik dimaknai sebagai tujuan memanusiakan manusia. Memegang teguh prinsip persamaan derajat sesama manusia, dan memahami betul bagaimana hak dan kewajiban secara rasional dilaksanakan dengan baik dalam setiap perilaku sehari-hari. Apalagi jika berkaitan dengan hukum yang berlaku.
Berkenaan dengan hal tersebut, maka proyeksi Persatuan Indonesia yang sesuai dengan sila ketiga, sudah barang tentu menjadi pegangan bersama. Menjauhkan diri dari persinggungan yang mencederai makna persatuan dan kesatuan. Apalagi jika berkaitan dengan kepentingan politik, tidaklah bijak jika harus mengorbankan persatuan bangsa dalam kepentingan politis.
Selain itu, secara tegas pun dijelaskan sesuai dengan sila keempat. Musyawarah mufakat yang dimaknai sebagai tujuan final ketika hendak menyelesaikan perbedaan pendapat, kiranya menjadi prinsip dasar yang dipahami bersama. Artinya bahwa, perbedaan soal pandangan atau keputusan demi kemaslahatan ummat harus dapat diselesaikan melalui musyawarah secara sehat.
Maka tidaklah bijak, jika ruang-ruang politik justru dianggap tidak sejalan dengan falsafah Pancasila. Apalagi hal tersebut berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Dimana secara jelas termaktub pada sila ke 5, dengan proyeksi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ini adalah salah satu bentuk cita-cita berkeadilan yang relevan dengan tujuan bernegara.