Melihat fenomena dari para tokoh dan influencer nasional (artis) belakangan ini ramai-ramai memilih memasuki area politik, tentu ada hal menarik yang kiranya dapat dibahas. Yakni bagaimana masa depan demokrasi jika terjebak dalam area popularitas semata.Â
Bukan berangkat dari kepentingan rakyat, yang termanifestasi pada calon wakil rakyat (caleg) nya, melainkan dari publik figur semata.
Dengan realitas pemahaman secara politik yang akan cenderung terkikis dengan hadirnya unsur non politis (entertain) dalam konsep bernegara.Â
Bukan pula menolak kehadiran para publik figur di area politik yang cenderung penuh dengan kepentingan. Melainkan konsep edukasi demokratis bagi warga negara yang dengan tegas memproyeksikan dirinya sebagai bagian dari arah perubahan bangsa.
Tidak semata-mata hanya bersikap dan berperilaku seperti seorang tokoh dalam layar kaca. Melainkan berangkat dari kebutuhan rakyat secara realistis dengan berbagai harapan-harapannya kelak.Â
Inilah yang dapat diperhatikan, bahwa apa yang menjadi tren di kalangan publik figur (artis) saat ini jangan sampai menggeser konsep berdemokrasi dalam sebuah tatanan sosial yang saling terikat.
Ada semacam gap sosial yang tampak ketika seorang artis nyaleg dengan agenda politik praktis. Berangkat dari realitas glamour para publik figur, seakan apa yang diutarakan oleh Anita Mustikasari adalah benar adanya.Â
Ketidaksetaraan dalam wujud posisi sosial, kelas sosial, dan gaya hidup, membuat masyarakat seakan kehilangan "harapan" dari para calon yang hendak dipilihnya.
Maka dengan ini kiranya publik dapat menilai mengenai baik buruknya kalangan publik figur (artis) ketika memasuki area politik.Â