Setelah kabar mengenai gugurnya Dr. Kariadi akibat ulah tentara Jepang, seketika badan-badan perjuangan di Semarang langsung mengadakan konsolidasi untuk membangun perlawanan. Tetapi, belum sempat koordinasi berjalan secara baik, tiba-tiba terdengar kabar bahwa laskar Angkatan Muda di Semarang tengah baku tembak dengan pasukan Jepang yang tengah bersiap di pusat kota.
Pasukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Semarang pun langsung turut terlibat mendukung aksi dari para pemuda. Â Tepatnya di Pandanaran, tak jauh dari lokasi Dr. Kariadi dibunuh oleh Jepang. Baku tembak sengit terjadi, pun di lokasi lainnya seperti di daerah Jombang, dan Kintelan. Sedangkan yang paling besar terjadi di area Simpang Lima Semarang.
Sejak pagi suasana kota Semarang memasuki masa-masa mencekamnya. Aksi-aksi brutal pasukan Jepang ternyata tidak hanya ditujukan terhadap para pejuang, melainkan juga terhadap rakyat yang ada di sekitar lokasi pertempuran. Mereka tak segan menembak dan mengintimidasi rakyat tanpa alasan yang jelas.
Hal ini tentu saja membuat para pejuang semakin marah. Terlebih ketika sekitar 2.000 pasukan Jepang dikabarkan tengah bersiap memberi balasan terhadap posisi-posisi pejuang Republik. Aksi saling tangkap pun terjadi diantara para petempur. Ditambah dengan aksi Jenderal Nakamura yang memberi tambahan pasukan terhadap Kido Butai dibawah Mayor Kido untuk terus menggempur.
Pertempuran hebat terus terjadi dengan korban jiwa yang terus berjatuhan. Hingga pada tanggal 16 Oktober 1945, pasukan Jepang berhasil menguasai Penjara Bulu di sore harinya. Disana mereka membebaskan para tawanan Jepang dan dipersenjatai untuk balik melawan. Disaat-saat genting inilah, Mr. Wongsonegoro berupaya mencari jalan keluar penyelesaian baku tembak.
Esok harinya ditengah suasana masih saling gempur, Mr. Kasman Singodimedjo juga mencoba mencari jalan penyelesaian dengan Jenderal Nakamura. Tetapi justru ultimatum yang didapatnya, yakni Jepang akan membombardir Semarang jika pasukan dan senjata Jepang tidak dikembalikan oleh para pejuang.
Mr. Kasman menegaskan, bahwa kedatangan ribuan pemuda dari luar kota Semarang akan membuat kerugian besar bagi Jepang. Berikut dengan persenjataan Jepang yang kelak akan direbut disertai aksi-aksi balasan yang tentu saja dapat memojokkan pasukan Jepang.
Bukan Mr. Kasman, jika upaya perdamaian ditengah suasana genting dapat dihadapinya dengan tenang. Bukan malah mengikuti kemauan Nakamura, melainkan jawaban bahwa akan terjadi pertempuran yang semakin besar jika perdamaian tidak segera dilakukan. Kembali suasana semakin keras terjadi, aksi bombardemen Jepang pun terjadi pada pukul 10.00 WIB di beberapa lokasi.
Para pejuang yang mengetahui rencana bombardemen sementara menghindari area terbuka, seraya melakukan serangan dari berbagai sudut kota. Bukan kaleng-kaleng, kegigihan para pejuang memberikan serangan balik kepada posisi Jepang di berbagai titik menjadi nilai penting bagi semangat juang yang semakin tinggi.
Terhitung ada sekitar 850 pasukan Jepang yang menjadi korban selama peristiwa ini berlangsung. Sedangkan di pihak Republik, ada sekitar 2000 korban jiwa yang gugur, baik dari para pejuang ataupun rakyat sipil.