Wisata sejarah tidak harus selalu ditujukan kepada destinasi museum-museum semata. Tetapi juga berbagai situs kepurbakalaan hingga ragam peninggalan pada masa lalu. Akan terbilang unik dan rekreatif, karena biasanya dipadukan dengan unsur alami yang terpadu menjadi satu pemandangan eksotis.
Seperti halnya situs sejarah berupa candi. Rata-rata suguhan yang begitu mempesona justru berasal dari letak geografisnya. Salah satunya adalah situs candi Gedong Songo yang berada di wilayah Kabupaten Semarang. Potensi alami Gunung Ungaran yang berdiri kokoh disekitar area candi, adalah wahana alamiah yang semakin menambah kesakralan situs sejarah ini.
Candi Gedong Songo, pertama kali diketemukan oleh Sir Thomas Stamford Raffeles pada tahun 1804. Fyi, ia adalah penemu bunga bangkai yang terkenal itu lho. Walau pada awal pemugarannya, tidak diketemukan seluruh situs candi seperti sekarang ini.
Secara tata letak, antara satu candi dengan candi yang lainnya berada pada titik-titik bukit tertentu, dan saling terpisah. Dalam satu kompleks percandian yang semuanya bermodel kerucut, seperti ciri-ciri candi Hindu lainnya. Seseuai data sejarah, situs candi ini telah dibangun sejak abad ke-8, oleh Sang Ratu Sanjaya, penguasa Mataram Kuno.
Yakni, candi Gedong I hingga V, dimana diantaranya ada yang terdiri dari beberapa situs percandian. Selain dari potensi alam yang luar biasa dan mampu memberikan relaksasi bagi yang hendak menikmati nuansa air hangat di lereng candi. Situs ini terletak pada ketinggian 1.200 mdpl, tepatnya di kaki gunung Ungaran yang menjulang kokoh dibalik rerimbunan pohon pinus.
Tetapi bila diperhatikan, istilah Gedong Songo justru tidak menunjukkan bahwa disini ada sembilan situs candi yang terpisah. Mereka justru saling berdekatan dan terkelompok. Maka tak ayal, situs ini ada yang menyebutnya dengan Gedong Limo, Gedong Pitu, ataupun Gedong Songo. Dimana konon ada satu candi lain yang masih misterius keberadaannya. Yakni mitos mengenai candi kesepuluh.
Oleh masyarakat setempat, candi kesepuluh dikisahkan hanya dapat dilihat oleh orang-orang tertentu. Selain orang khusus, tentu ada berbagai syarat lagi agar dapat mengetahui dimana letak atau lokasi candi ke sepuluh tersebut. Ya, kita tentu saja dapat melihat hal ini sebagai wujud kepercayaan masyarakat lokal.
Seperti pengalaman penulis, yang kala itu mengunjungi situs percandian ini pada pukul 04.00 wib. Banyak para peziarah yang rela bermalam di lokasi ini dengan berbagai macam tujuan. Sebuah pengalaman yang mendebarkan, tatkala menyusuri hutan pinus ditengah kegelapan malam.
Karena hingga kini, belum ada bukti otentik yang mampu menjelaskan keberadaan candi kesepuluh tersebut. Beragam mitos yang berkembang juga tidak luput dari orientasi wisata yang "sedikit" bernuansa mistis, namun tetap eksotik untuk dapat dikunjungi. Khususnya dalam kegiatan pembelajaran sejarah berbasis studi wisata.