Hari ini, 6 Juli 1918, seorang pejuang dan tokoh geologi dan pertambangan Indonesia lahir di Minahasa, Sulawesi Utara. Mungkin diantara kita belum banyak yang mengenal perjuangan Arie F. Lasut, selama masa meraih kemerdekaan. Tetapi, berkat kegigihannya, Kementerian Pertambangan dan Geologi Indonesia pertama dapat berkembang.
Tak lama usai Jepang menyerah kalah kepada Sekutu. Bersama 4 rekan seperjuangannya, Raden Ali Tirtosoewirjo, Raden Soenoe Soemoseosastro, dan Sjamsoe M. Bahroem, Arie. F. Lasut bergerak untuk mengambil alih kantor pertambangan Jepang, Chisitsu Chosasho pada 28 September 1945.
Mereka bergegas untuk mengambil alih kantor geologi dan pertambangan beserta arsip dan dokumen-dokumen penting mengenai lokasi sumber daya alam dan mineral di Indonesia. Hal ini tentu menjadi incaran pihak Belanda, yang kala itu tengah berupaya menguasai kembali Indonesia. Seraya merubah nama Chisitsu Chosasho menjadi Poesat Djawatan Tambang dan Geologi.
Karena pihak Jepang sudah dalam posisi transisi peralihan kekuasaan, maka pengambilalihan kantor dapat berlangsung dengan singkat, walaupun ada sedikit insiden dalam aksi tersebut. Seketika, Raden Ali Tirtosoewirjo dipinta untuk menjadi ketua lembaga, yang membawahi anggota-anggota muda dari para pejuang Indonesia.
Tetapi, tidak lama, pimpinan diserahkan kepada Arie F. Lasut, karena dianggap lebih memiliki jaringan luas terhadap para pejuang bersenjata. Ya, hal ini berangkat dari latar belakangnya yang aktif dalam organisasi Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi. Organisasi yang keras dalam menuntut kemerdekaan Indonesia sejak masa Jepang berkuasa.
Selain itu, Arie F. Lasut adalah anggota dari Komite Nasional Indonesia Pusat, yang memiliki koneksi dengan para tokoh-tokoh besar Republik. Selama masa mempertahankan kemerdekaan, lembaga ini telah beberapa kali memindahkan pusat aktivitasnya. Seperti ke Tasikmalaya, Magelang, hingga Jogjakarta, demi menghindari sergapan pasukan Belanda.
Peran yang sangat sentral dalam menjaga sumber daya alam Indonesia agar tidak jatuh ke tangan Belanda. Maka, nama Arie. F. Lasut, segera menjadi daftar buronan bagi tentara Belanda. Sikap tegas dan kerasnya untuk tidak mau membuka dan bekerjasama dengan Belanda adalah jalan hidup yang ditempuhnya.
Konsekuensi seorang pejuang, yang berani bertaruh nyawa untuk membela bangsa dan negara. Hingga suatu ketika di Jogjakarta, Arie. F. Lasut disergap oleh pasukan Belanda dari kesatuan Tijger Brigade. Tepatnya pada tanggal 7 Mei 1949, ketika Belanda menduduki Jogjakarta, setelah diculik, ia langsung di eksekusi sebagai hukuman dari militer Belanda.
Kisah Arie F. Lasut ini mungkin jarang terdengar oleh kita. Kurang lebih selama kurun waktu tahun 1945 hingga 1949. Melalui prakarsanya bersama Raden Soenoe Soemosoesastro, Sekolah Pertambangan Geologi Tinggi, Menengah, dan Pertama berhasil didirikan.
Peristiwa pengambilalihan kantor geologi dan pertambangan dari tangan Jepang tersebut, pada saat ini ditetapkan dan diperingati sebagai Hari Jadi Pertambangan dan Energi.