Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perjanjian Roem Royen, Diplomasi Sambil Bertempur

17 April 2022   22:38 Diperbarui: 17 April 2022   22:42 4017
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perjanjian Roem Royen (kompas)

Tepat pada 17 April 1949, perjanjian antara Indonesia dengan Belanda kembali dilaksanakan. Dikenal dengan nama Perjanjian Roem Royen, sebagai delegasi dari dua negara, sebagai reaksi dari gagalnya perjanjian Renville pada 8 Desember 1947. Perjanjian Roem Royen ini sangat penting, karena dari perjanjian ini kelak mendasari dilaksanakannya perjanjian Meja Bundar (KMB) yang mengakhiri kekuasaan Belanda di Indonesia.

Pihak Indonesia diwakili oleh Mr. Mohammad Roem, sedangkan dari delegasi Belanda diwakili oleh Mr. van Royen. Dari dialog yang sangat alot dari kedua belah pihak, akhirnya perjanjian ini menghasilkan keputusan bagi masing-masing delegasi. Pihak Indonesia menyatakan bahwa:

1. Memerintahkan para pejuang untuk menghentikan perang gerilya.

2. Bekerjasama dalam mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertiban.

3. Turut serta dalam Konferensi Meja Bundar di Deen Haag untuk mempercepat penyerahan kedaulatan negara Indonesia.

Sedangkan pihak Belanda menyatakan kesediaannya untuk:

1. Menyetujui dikembalikannya pemerintahan Indonesia ke Jogjakarta.

2. Menjamin penghentian gerakan militer dan membebaskan tahanan politik.

3. Tidak akan mendirikan atau mengakui negara-negara yang ada di daerah yang dikuasai RI sebelum tanggal 19 Desember 1949, dan tidak akan meluaskan negara atau daerah dengan merugikan RI.

4. Menyetujui adanya RI sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun