Dikenal sebagai monumen pejuang Nganjuk pada masa Agresi Militer Belanda II. Dimana awal mula peristiwa ini tak lain ketika pasukan Belanda berupaya menguasai Nganjuk pada tanggal 14 April 1949. Para pejuang dari barisan polisi istimewa dibawah komando Iptu A. Wiratno Puspoatmojo, melakukan penyisiran daerah perbatasan guna melakukan perlawanan terkonsentrasi.
Satu regu berjaga di area selatan, dan berkedudukan di desa Nglaban, satu regu lainnya berkedudukan di desa Ngadiboyo, untuk menghalau serangan Belanda dari utara. Nah, pada regu Ngadiboyo ini terdiri dari 17 anggota polisi istimewa yang dipimpin oleh Agen Polisi I, Soekardi. Dimana kemudian terjadi kontak senjata pada tengah malam di area hutan Alas Jalin, perbatasan Madiun.
Dalam peristiwa kontak senjata yang tak berimbang ini, pasukan polisi pejuang kemudian memilih untuk undur diri dan kembali ke desa Ngadiboyo. Hal ini dilakukan untuk kembali memusatkan konsntrasi pasukan, selain untuk memulihkan tenaga usai pertempuran. Tetapi, siapa sangka, tak lama usai kepulangan para pejuang kembali ke desa, dengan segera Belanda melakukan gempuran terhadap desa Ngadiboyo dari berbagai arah.
Persembunyian pasukan polisi pejuang ternyata telah diketahui oleh Belanda. Dengan sekuat tenaga dan upaya, mereka melakukan perlawanan dengan gagah berani. Walau kondisi tidak memungkinkan, serta amunisi semakin menipis. Hal ini tentu berbeda dengan kondisi pasukan Belanda, yang bersenjata lengkap.
Akhirnya, 12 polisi istimewa gugur di lokasi pertempuran, 3 lainnya mengalami luka berat, sedangkan 2 diantaranya berhasil meloloskan diri dari sergapan Belanda. Suatu upaya perjuangan yang tentu saja dapat dipetik hikmahnya. Tidak peduli dengan kurangnya persenjataan, melainkan tekad berjuang untuk menjaga kemerdekaan adalah harga mati bagi sebuah perjuangan.
Terdata, pahlawan yang gugur pada peristiwa Ngadiboyo adalah Agen Pol II Bagoes, Agen Pol II Diran, Agen Pol II Laiman, Agen Pol II Soekatmo, Agen Pol II Moestadjab, Agen Pol II Soemargo, Agen Pol II Sardjono, Agen Pol II Saimun, Agen Pol II Samad, Agen Pol II Masidi, Agen Pol II Simin, dan Agen Pol II Musadi.
Pemerintah kemudian mendirikan monumen perjuangan untuk mengenang peristiwa pertempuran ini. Masyarakat Nganjuk kini mengenalnya dengan monumen perjuangan Polri. Satu hal penting yang tentu saja patut dijaga oleh generasi saat ini, yakni semangat juang kepahlawanan yang tinggi demi masa depan bangsa dan negara Indonesia. Apresiasi setinggi-tingginya untuk para pahlawan yang telah gugur di palagan Ngadiboyo.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI