Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menolak Lupa: Deklarasi Perang Andi Azis Terhadap NKRI

5 April 2022   00:13 Diperbarui: 5 April 2022   00:18 1986
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Andi Azis, tengah (Kompas.id)

Sejarah Indonesia mencatat, bahwa tanggal 5 April 1950 diwarnai dengan aksi pemberontakan partisan KNIL Sulawesi Selatan dibawah pimpinan Kapten Andi Azis. Berawal dari kegelisahan bahwa para pasukan Indonesia yang berafiliasi dengan KNIL akan dihapuskan usai Konferensi Meja Bundar (KMB). Mereka semua akan dilebur jadi satu kesatuan dalam Tentara Nasional Indonesia, yang kala itu dikenal dangan nama Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS).

Secara administratif, pemerintahan Belanda di Sulawesi Selatan masih berjalan dalam status peralihan. Dimana para pasukan Indonesia yang masih tergabung di dalam KNIL, secara rutin mendapatkan gaji dari pemerintah Belanda. Hal inilah yang kemudian menjadi dasar para pasukan Indonesia-KNIL menolak upaya pemerintah Indonesia untuk merekonsiliasi tentara. Mereka lebih memilih bergabung dengan tentara Belanda daripada bergabung dengan APRIS, dengan gaji yang dapat dikatakan rendah.

Pasukan Andi Azis mendapatkan dukungan dari Soumokil, seorang tokoh dari Indonesia Timur pro Belanda yang kelak mengobarkan pemberontakan RMS di Maluku. Selain dari persoalan tersebut, Andi Azis menolak masuknya pasukan APRIS dari Jawa yang didatangkan guna mengantisipasi pertikaian dengan Belanda pasca KMB. Seperti kita ketahui, bahwa pasukan Indonesia-KNIL, adalah pasukan yang sering menggempur pejuang Republik selama masa transisi kekuasaan dari Belanda ke Indonesia.

Dahulu pasukan ini dikenal dengan nama Marsosse, satuan tentara pribumi yang dibentuk oleh Belanda untuk tujuan memerangi perlawanan kedaerahan di Indonesia. Sebuah benang merah sejarah yang sampai saat ini dapat menjadi bahan diskusi untuk melihat masa depan bangsa ini.

Kembali ke persoalan Andi Azis. Para kompasianer mungkin tidak banyak yang mengetahui, alasan lain Andi Azis melancarkan pemberontakan dari aspek-aspek diatas. Pasukan Andi Azis menentang upaya laskar pejuang Republik dari Polongbengkeng untuk bergabung dengan APRIS. Secara historis, daerah Polongbengkeng merupakan basis utama pejuang Republik selama pendudukan Belanda di Sulawesi Selatan.

Tugu Pahlawan Sulawesi Selatan (google.map)
Tugu Pahlawan Sulawesi Selatan (google.map)

Pasukan Andi Azis sangat memusuhi pasukan pejuang Sulawesi Selatan, dan mereka sering terlibat clash yang kerap menimbulkan korban jiwa dan kerugian materil. Atas instruksi Sri Sultan Hamengkubuwono IX, yang kala itu menjabat sebagai Menteri Pertahanan, maka keputusan untuk mengirim pasukan dari Jawa adalah keputusan final yang tidak dapat digugat. Terlebih ketika Letkol Mokoginta selaku Komisi Militer pemulihan di Sulawesi Selatan, ditangkap oleh pasukan Andi Azis.

Intrusksi Pemerintah Republik dengan tegas meminta Andi Azis segera menghadap ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan pemberontakan yang dilakukannya. Dimana ketika Andi Azis menghadap ke Jakarta dan ditangkap, pasukan KNIL digempur habis-habisan oleh pasukan Kolonel Alex Kawilarang hingga tercerai berai dan menyerahkan diri. Tercatat terjadi dua kali pertempuran besar antara APRIS vs KNIL, yakni pada tanggal 15 Mei dan 5 Agustus 1950. Hingga pemberontakan pasukan KNIL dibawah Andi Azis resmi berakhir pada 9 Agustus 1950.

Ada satu hal yang sekiranya dapat diambil kesimpulan dari terjadinya peristiwa 5 April 1950. Bahwa kepentingan kelompok adalah bahaya laten bagi persatuan dan kesatuan bangsa untuk perlu diwaspadai. Khususnya bagi kelompok-kelompok bersenjata selama dekade peralihan kekuasaan antara Belanda dengan Indonesia. Kelak hal ini menjadikan referensi Pemerintah Republik, dalam menghadapi berbagai macam bentuk disintegrasi bangsa dikemudian hari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun