Warga Jambi tentu tak asing mengenali namanya. Ratumas Sina, seorang perempuan pejuang yang lahir di Muaro Jambi pada tahun 1887. Generasi saat ini mungkin tidak mengenalinya. Sosok pejuang perempuan yang hanya diwujudkan dengan penokohan R.A. Kartini. Atas dasar itulah kisah sejarah ini disajikan.
Ratumas Sina adalah seorang putri tunggal dari Datuk Raden Nonot, ia menikah muda dengan seorang panguasa dari Merangin, bernama Permas Kadipan. Bersama suaminya, ia menggelorakan perjuangan melawan penjajahan Belanda di Merangin, Bungo, Sorolangun hingga pedalaman Gunung Kerinci.
Status sebagai penguasa Merangin ditanggalkannya, dengan tujuan dapat berbaur dengan rakyat biasa. Suatu strategi untuk dapat merekrut pasukan dan menghindari upaya-upaya penyergapan oleh Belanda.
Ia membangun basis perjuangannya di sekitar Gunung Kerinci yang padat vegetasi guna mengelabui pasukan Belanda. Pada kala itu, ekspedisi-ekspedisi Belanda di Kerinci tidak pernah berhasil menemukan jejak pasukannya selama bergerilya. Bagaikan kabut, ia menusuk layaknya anak panah yang mematikan.
Tidak hanya itu, kubu-kubu pertahanan Ratumas Sina yang memanfaatkan sumber alam dan taktik para pasukannya tentu mengingatkan kita pada strategi Nyi Ageng Serang pada Perang Jawa. Perbedaannya apabila di Jawa memakai daun talas, maka disini mereka menggunakan ranting dan belukar untuk penyamaran.
Semangat Juang dari Suami Tercinta
Sejak pernikahannya, ia langsung mengikuti jejak suaminya untuk bergerilya menentang penjajahan Belanda. Keadaan rakyat Jambi kala itu sungguh memprihatinkan tatkala Belanda menerapkan sistem pajak atas tanah dan hasil pertanian.
Pajak yang memberatkan ini membuat rakyat semakin jatuh perekonomiannya. Belum lagi monopoli dagang yang dikuasai juga oleh Belanda. Bagai lolos dari cengkeraman buaya, masuk ke kandang singa. Kondisi seperti inilah yang membuat rakyat Jambi mengambil pilihan untuk berjuang melawan Belanda.
Permas Kadipan sebagai penguasa di Merangin, sejak awal menentang kehadiran Belanda di Jambi. Atas semangat perjuangannya inilah ia berhasil meminang Ratumas Sina yang kala itu tengah terbangun semangat patriotismenya guna memperjuangkan rakyatnya.
Pernikahan yang dilaluinya tentu dalam kondisi pertempuran. Semangat juang suami tercinta membuatnya turut terlibat dalam berbagai pertempuran di beberapa sektor Merangin hingga Gunung Kerinci.
Hingga pada suatu pertempuran di tahun 1902, Permas Kadipan gugur ketika pasukan Belanda berhasil mengepungnya. Sesaat sebelum pengepungan ini terjadi, beliau memisahkan pasukan Ratumas Sina untuk mengundurkan diri. Bagaikan hujan dikala kemarau, ia hadir sebentar namun mampu memberi arti.