Mohon tunggu...
Hendra Fahrizal
Hendra Fahrizal Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Certified Filmmaker and Script Writer.

Hendra Fahrizal, berdomisli di Banda Aceh. IG : @hendra_fahrizal Email : hendrafahrizal@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Istilah-istilah Keliru

18 Juni 2014   01:32 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:19 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Sebagian orang Indonesia suka latah menggunakan istilah yang sebenarnya keliru. Dikit aja ada istilah baru, langsung ramai-ramai dipakai, supaya nggak mainstream, katanya.

Dulu sekali ada kalimat, "Kita akan lanjutkan program ini setelah pariwara berikut", seingat saya dipopulerkan oleh Nico Siahaan pertama kali dalam Kuis Kata Berkait (RCTI, 1995-2001). Sebelum kuis itu, kata pariwara hanya akrab di telinga orang media dan advertiser. Pertama dengar kalimat itu, saya geleng-geleng kepala, ada yang salah dengan kalimat itu. Tapi Nico terlanjur membuat kalimat itu populer dan digunakan dimana-mana. Masalahnya, Nico membelokkan tafsiran pemirsa bahwa pariwara adalah iklan. Padahal pariwara bukan sinonim iklan dalam makna umum. Pariwara adalah satu jenis (sub) dari iklan, yaitu berita iklan atau iklan yang dikemas dalam bentuk berita. Pariwara lebih lazim berada di majalah atau koran, terkadang mereka mengistilahkannya dengan nama advertorial (adv). Baru belakangan pariwara ada di TV. Tapi walau demikian, garis perbedaannya tetap jelas, secara durasi dan penempatan, pariwara tak sama dengan iklan. Gara-gara Nico, orang Indonesia lalu menggunakan istilah keliru itu sampai sekarang. Sangat disayangkan RCTI tak mencegahnya.

Kemudian ada istilah kriminalisasi, yang menjelaskan perbuatan seseorang yang dikriminalkan oleh pihak lain. Berasal dari kata serapan, criminalize (Oxford), ternyata definisinya berbeda. Parahnya, KBBI pun menyerap kata itu juga sehingga jadi kata resmi dan dikritik oleh beberapa pakar bahasa. Orang lalu ramai-ramai pakai istilah itu, khususnya dalam kasus dokter Ayu kemarin, supaya keren. Keren tapi salah.

Yang terkini adalah istilah 'Kampanye Hitam' yang bersinonim dengan kampanye negatif. Istilah Kampanye Hitam muncul pertama kali dari mulut pengamat politik. Orang-orang lalu pada latah dan acap menyebut menggunakan Bahasa Inggris pula, 'Black Campaign'. Padahal, dalam Bahasa Inggris, Black Campaign bukan mendefinisikan kampanye negatif (dalam pemilu dsb), tapi malah sebaliknya, dimana Black Campaign adalah upaya positif dalam pemenuhan hak-hak sipil warga kulit hitam (afro-America). Bila kita mengetik keyword kalimat tersebut pada google, maka hasil non-Bahasa tak ada yang berkorelasi dengan kampanye negatif.

Media menyumbang andil besar memperparah hal ini. Mendapat istilah baru, mereka telan mentah-mentah menjadi kosakata baru medianya, tanpa verifikasi.

Saya sudah memulai untuk hanya membaca media yang punya redaktur bahasa supaya tak menyerap ilmu yang keliru. Anda?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun