[caption id="" align="aligncenter" width="520" caption="Fisikawan Kuantum A. Zeilinger"][/caption] Pada hari ini saya membaca sebuah pamflet yang terpampang di studentenheim tempat saya tinggal, Fisikawan besar Anton Zeilinger yang telah melakukan banyak terobosan dalam bidang mekanika kuantum eksperimental datang ke Linz untuk berbicara mengenai hubungan teologi dan sains, sebuah topik yang amat menarik untuk dikaji oleh seorang fisikawan yang telah terasah dalam rasionalitas dan logika. Jam sudah menunjukkan pukul 19.20 malam padahal beliau sudah membawakan diskurs ini pada pukul 19 maka sayapun bergegas dengan pakaian seadanya agar tidak melewatkan kesempatan yang mungkin tidak akan pernah terulang lagi sepanjang hidup saya, bertemu langsung dengan seorang calon penerima hadiah nobel dalam 1-5 tahun kedepan. Kalau ada orang yang memahami mekanika kuantum khususnya fenomena keterikatan kuantum (quantum entanglement) maka kemungkinan besar Zeilinger-lah orang yang paling kompeten saat ini. Walaupun permohonan saya untuk berguru langsung pada Beliau tidak berhasil, saya tetap menyimpan kekaguman pada orang brilian ini dan meskipun beliau tidak membawakan kuliah fisika kuantum yang mungkin lebih menarik bagi saya sebagai fisikawan tetapi bertemu beliau tetaplah sebuah pengalaman yang tak terlupakan. Apalagi, topik yang dibawakan tentu akan sangat menarik bagi orang awam karena menyangkut diskurs mengenai teologi dan sains dari seorang saintis besar abad ini. Mungkin Anda bisa menebak, bahwa Zeilinger dengan latar belakang yang amat rasional dan dilatih menjadi fisikawan top akan condong pada atheisme  atau agnostisme seperti halnya Feynman, Dawkins, atau Hawking meskipun tidak secara terang terangan dan seolah menjaga hubungan baik dengan penganut agama yang taat tapi apa yang dikatakan oleh Zeilinger dalam diskurs berdurasi satu jam sungguh bertentangan dengan prediksi saya. Zeilinger ternyata sangat 'religius'. Ia memandang bahwa adalah perlu untuk memahami batasan antara sains dan agama. Sains tidak bisa menjawab pertanyaan yang berada diluar ranah metode ilmiah seperti mengapa konstanta2 alam begitu 'fine tuned' atau presisi sehingga memungkinkan kehidupan, atau apakah Tuhan itu ada? Zeilinger mengatakan bahwa dalam opininya- yang tentunya patut kita dengar karena reputasi beliau -bahwa bisa saja Tuhan memang ada dan bahwa ia telah menyetel konstanta fisika sedemikian rupa untuk memungkinkan kehidupan, akan tetapi ia mengatakan bahwa sains tidak bisa membuktikan itu sebagai halnya kita tidak bisa menurunkan formulasi fisika dengan belajar agama. Terhadap pertanyaan peserta apakah semesta paralel yang konon menurut A. Linde bisa berjumlah 10^500 masing masing dengan konstanta fisika yang berbeda itu menghasilkan beberapa makhluk cerdas seperti manusia sedangkan semesta lainnya mati muda ia menjawab bahwa itu adalah 'alternatif' tapi bukan sebuah teori sains selama tidak bisa dibuktikan. Karenya percaya akan keberadaan Tuhan adalah keyakinan yang harus dihormati. Kalaupun suatu saat terbutki bahwa ada semesta paralel itu tidak berarti bahwa Tuhan tidak ada karena selalu ada ruang untuk berfilsafat menganai Tuhan yang tidak bisa dijangkau oleh ranah sains. Jawaban itu begitu menghentak saya, Zeilinger adalah ilmuwan yang amat Jujur. Ia sangat menghormati perbedaan pendapat baik dari penanya atheis/agnostik maupun teolog/orang awam. Lebih lanjut ia menyatakan, sains itu ibarat wadah, isinya atheis Anda tidak akan menemukan pembuktian akan keberadaan Tuhan dari penurunan matematika atau fenomena alam, tetapi dasarnya sangat dekat dengan Tuhan. Sebab fisikawan melihat sesuatu yang luar biasa estetik pada formulasi fisika yang menggambarkan kerja alam semesta. Hukum hukum fisika bersifat simetrik, artinya invarian terhadap suatu transformasi. Misalkan simetri waktu menghendaki bahwa hukum fisika hari ini akan tetap sama besok atau di masa depan jika semua parameter sama. Melalui simetrilah Einstein menemukan teori relativitas khusus dan melalui Simetrilah ilmuwan Peter Higgs dkk memprediksi keberadaan partikel higgs boson, yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan partikel tuhan kecuali bahwa ia satu dari sekumpulan partikel penting yang mungkin saja dikreasi oleh Tuhan melalui simetri :) Zeilinger menolak untuk menjawab pertanyaan pertanyaan seperti, mengapa kecepatan cahaya begitu fine tuned meski ia dengan bercanda mengatakan bahwa ia lupa berapa nilainya. Ia menyatakan pertanyaan seperti itu penting -namun -berada diluar ranah sains. Kecepatan cahaya adalah salah satu konstanta alam yang paling dikenal presisinya oleh fisikawan sampai sampai  besaran dasar seperti jarak dan waktu didefinisikan dengan bantuan konstanta ini. Yang saya lihat dari pemikiran beliau adalah, beliau sama sekali tidak menapik keberadaan Tuhan, beliau melihatnya sebagai sebuah keyakinan yang harus dihormati termasuk untuk tidak bertuhan tanpa harus bertentangan dengan sains . Dengan demikian ia melihat sains dan agama sebagai suatu separasi tanpa harus bertentangan satu sama lain, sejalan dalam disiplin masing masing yang harmonis,..sebuah kemajuan yang luar biasa sejak galileo dihukum oleh gereja. Sains dan agama sebenarnya sekarang semakin selaras ...jika orang dengan jujur mengakui batasan masing masing dan menghormati pilihan dasar wadah dari sains yang secara sepintas atheistik tetapi sangat kental dengan estetika ketuhanan. Zeilinger memiliki beberapa gagasan unik mengenai keajaiban/mukjizat. Ia menyatakan bahwa bisa saja Tuhan mengintervensi simetri alam semesta (hukum hukum fisika) - seperti halnya seorang  guru catur yang mengintervensi permainan muridnya - menempatkan dengan sembarang sebuah bidak dengan melanggar aturan main catur untuk mengajari mereka karena sudah menyimpang dari teori catur yang benar:). Ia menyatakan bahwa dalam opininya mukjizat itu bisa saja ada tapi kalaupun terjadi tidak bisa dijelaskan oleh sains. Saya jadi teringat peristiwa isra mi'raj, membelahnya bulan, atau keajaiban membelah laut ala Nabi musa, atau hidup kembalinya orang yang telah mati oleh keberkatan Nabi Isa (Yesus), yang sering diintepretasi secara serampangan oleh orang yang sok mengetahui sains tapi sebenarnya sama sekali tidak jujur dalam mengakui keterbatasan sains itu sendiri.  Dalam pandangan Zeilinger mungkin saja bulan atau lautan benar terbelah tapi dipersatukan kembali tanpa cela seperti seorang pecatur yang mengembalikan bidak ke tempat semula. Dalam kesempatan ini Zeilinger sempat bercanda sambil mengatakan ia sangat ingin pergi dengan mesin waktu untuk melihat keajaiban ini sambil mengatakan bahwa hukum hukum fisika tidak menafikkan perjalanan waktu meskipun sangat sulit tercapai secara teknologi. Semua pihak yang hadir baik atheis maupun yang beriman memberikan tepuk tangan yang begitu meriah di akhir ceramahnya termasuk saya yang hampir meneteskan air mata. Selama ini terlalu banyak propaganda sains yang begitu anti tuhan, sekarang seorang fisikawan top selevel Zeilinger kembali mengajak kita untuk percaya pada Tuhan tanpa harus melepas ketekunan kita dalam sains. Di akhir ceramahnya saya mendatangi beliau dan mengatakan bahwa saya tidak menyesal datang jauh jauh dari Indonesia untuk belajar fisika di Austria karena bisa bertemu dengan fisikawan hebat seperti Anda. Ia kemudian berkelakar bahwa kalau begitu pastikan jangan sampai fotonya blur HAHAHA [caption id="attachment_347684" align="aligncenter" width="300" caption="bersama pak Zeilinger"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H