Mohon tunggu...
HENDRA BUDIMAN
HENDRA BUDIMAN Mohon Tunggu... Freelancer - Swasta

Setiap tempat adalah sekolah, semua orang adalah guru

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

UU KPK di Sidang Mahkamah Konstitusi

30 Desember 2014   11:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:11 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memperingati hari ulang tahun KPK ke-11, penulis akan mewartakan perihal UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK (selanjutnya disebut UU KPK). Sejak diundangkan tanggal 27 Desember 2002 pada masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri, UU KPK adalah salah satu undang-undang yang paling sering diuji materi di Mahkamah Konstitusi (MK). Terhitung sejak tahun 2004 hingga Oktober 2012, UU KPK telah diuji sebanyak 17 (tujuh belas) kali. Banyaknya uji materi terhadap UU KPK itu menandakan bahwa banyak pihak yang merasa berkepentingan atas norma hukum yang tengah dijalankan oleh KPK. Sebagian besar permohonan ditolak oleh MK. Berikut kronologis ringkasan perkara uji UU KPK ke MK:

30 Maret 2004

Ada dua pemohon: Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKN) sebagai pemohon pertama dan 32 orang anggota KPKN sebagai pemohon kedua. Dalam putusan MK Nomor 006/PUU-I/2003 MK menyatakan permohonan pemohon I tidak dapat diterima karena tidak memiliki legal standing. Dan menolak permohonan para pemohon II seluruhnya karena tidak terbukti pembentukan dan materi muatan UU KPK bertentangan dengan UUD 1945. Dalam putusan ini dua hakim konstitusi menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion) yakni hakim Maruarar Siahaan dan Soedarsono.

15 Februari 2005

Pihak pemohon Bram H.D. Manoppo, MBA., Direktur Utama P.T. Putra Pobiagan Mandiri. Tersangka kasus pengadaan helikopter MI-2 buatan Rustov Rusia bersama mantan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam, Abdullah Puteh. Melalui putusan MK Nomor 069/PUU-II/2004, MK menolak permohonan pemohon. Karena Pemohon tidak dapat membuktikan dalilnya secara sah dan meyakinkan.

19 Juli 2006

Dimohonkan oleh Wakil Kamal sebagai direkturMasyarakat Hukum Indonesia (MHI). Dalam putusan MK Nomor 010/PUU-IV/20, MK menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard) karena tidak terpenuhinya persyaratan sebagaimana dimaksud Pasal 51 ayat (1) UU MK (legal standing).

19 Desember 2006

Tiga perkara dibacakan sekaligus dalam putusan MK Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006. Perkara pertama dimohonkan olehMulyana Wirakusumah, mantan anggotaKPU. Tersangka kasus korupsi KPU. Perkara kedua dimohonkan oleh Nazaruddin Sjamsuddin, Ramlan Surbakti, Rusadi Kantaprawira, Daan Dimara, Chusnul Mar’iyah, Valina Singka Subekti para Komisioner KPU dan tiga orang staff Sekjen KPU. Perkara ketiga dimohonkan oleh Capt.Tarcisius Walla, pensiunan PNS. Pemohon beralasan bahwa dengan dibentuknya Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di dalam UU KPK bersama dengan dibentuknya lembaga KPK, akan menimbulkan banyak permasalahan sehubungan dengan independensi dan kemerdekaannya dalam memeriksa dan memutus perkara. Pemohon beranggapan, pengadilan Tipikor akan menjadi lembagai penghukuman yang melakukan apa yang diminta atau diperintahkan oleh KPK. Dalam putusannya, MK menolak permohonan pemohon pertama dan ketiga untuk seluruhnya (perkara pertama dan ketiga). Sedangkan perkara kedua, MK mengabulkan permohonan untuk sebagian. Dinyatakan Pasal 53 UU KPK bertentangan dengan UUD 1945, namun tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat sampai diadakan perubahan paling lambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak putusan ini diucapkan. Dalam putusan ini hakim konstitusi M. Laica Marzuki. menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion).

13 November 2007

Pihak pemohonRavavi Wilson,Ketua Umum Badan Penyelamat Kekayaan Negara (BPKN). Dalam putusan MK Nomor 19/PUU-V/2007, MK menyatakan permohonan pemohonditolak untuk seluruhnya karena dalil yang dikemukakan tidak beralasan hukum.

18 Maret 2008

Perkara ini perihal sengeta kewenangan lembaga negara antara KPK dengan Bank Indonesia. Sebagai pemohon adalah Burhanudin Abdullah, MA.,Gubernur Bank Indonesia. Dalam proses registrasi tercatat dalam perkara Nomo 7/SKLN-V/2008. Namun, dalam proses persidangan, pihak Bank Indonesia mencabut perkara. Atas pencabutan perkara tersebut, MK menerbitkan Ketetapan MK Nomor 38/TAP.MK/2008 yang mengabulkan penarikan kembali permohonan.

29 Oktober 2009

Pihak pemohon adalah Bibit S. Rianto dan Chandra M. Hamzah, pimpinan KPK. Dalam putusan MK Nomor 133/PUU-VII/2009, MK mengabulkan permohonan provisi pemohon untuk sebagian. MK menyatakan menunda pelaksanaan berlakunya Pasal 32 ayat (1) huruf c dan Pasal 32 ayat (3) UU KPK , yakni pemberhentian Pimpinan KPK yang menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan, sampai ada putusan akhir Mahkamah.

1 Februari 2010

Dimohonkan oleh Saor Siagian, dan 12 orang advokat lainnya. Perkara ini tidak menguji UU KPK namun menguji Perppu Nomor 4 Tahun 2009 tentang Perubahan atas UU KPK. Dalam putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009, MK menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima. Karena pemohon tidak memiliki legal standing. Namun dalam pertimbangan Mahkamah, dinyatakan bahwa MK berwenang menguji Perppu terhadap UUD 1945. Dalam putusan ini hakim konstitusi Muhammad Alim menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion). Dan hakim konstitusi Moh. Mahfud MD menyatakan alasan berbeda (concurring opinion).

15 Oktober 2010

Pada hari yang sama MK membacakan dua putusan sekaligus. Putusan MK Nomor 37-39/PUU-VIII/2010.Pihak pemohonperkara pertama adalah Farhat Abbas,seorang advokat. Pihak pemohonperkara kedua adalah O.C. Kaligis, juga seorang advokat.Dalam putusan MK menyatakan permohonan pemohonditolak untuk seluruhnya karena dalil yang dikemukakan tidak beralasan hukum.

20 Januari 2011

Pihak pemohonadalah Hengky Baramuli, mantan anggota DPR. Dalam putusan MK Nomor 60/PUU-VIII/2010, MKmenyatakan permohonan pemohontidak dapat diterima karena ne bis in idem.Pasal 40 UU KPK telah diputus MK dalam Putusan Nomor 006/PUU-I/2003, tanggal 30 Maret 2004 dan Putusan Nomor 012-016- 019/PUU-IV/2006, tanggal 19 Desember 2006.

20 Juni 2011

Pihak pemohonFeri Amsari,Ardisal, Teten Masduki dan Zainal Arifin Mochtar Husein sebagai pemohon pertama. Dan ICW sebagai pemohon kedua. Dalam putusan MK Nomor 5/PUU-IX/2011, MK menyatakan mengabulkan permohonan pemohonuntuk seluruhnya.Menyatakan bahwa Pasal 34 UU KPK bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa Pimpinan KPK baik pimpinan yang diangkat secara bersamaan maupun pimpinan pengganti yang diangkat untuk menggantikan pimpinan yang berhenti dalam masa jabatannya memegang jabatan selama 4 (empat) tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan. Dalam putusan ini hakim konstitusi M. Akil Mochtar menyatakan pendapat berbeda(dissenting opinion).

2 Oktober 2012

Pemohon adalah advokat Farhat Abbas. Dalam putusan perkara nomor 81/PUU-X/2012, MK menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya karena tidak beralasan hukum.

8 Oktober 2012

Pemohon adalah Direktur PLN Eddie Widiono SuwondhoDalam putusan perkara nomor 31/PUU-X/2012, MK menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya karena tidak beralasan hukum. Permohonan pemohon agar MK menerbitkan putusan provisi yang isinya memerintahkan KPK menghentikan atau sekurang-kurangnya menunda pemeriksaan perkara pemohon di Mahkamah Agung (MA), atau setidaknya menunda berlakunya surat keputusan cekal keluar negeri, sebagai hal yang tidak tepat secara hukum karena tidak terkait langsung dengan pokok permohonan.Mahkamah menyampaikan sedikitnya tiga alasan, yakni karena pengujian Undang-Undang (judicial review) di MK putusannya hanya menguji norma abstrak, tidak mengadili kasus konkret seperti memerintahkan KPK untuk menghentikan atau menunda pemeriksaan perkara di MA dan mencabut atau menunda berlakunya surat pencegahan.

23 Oktober 2012

MK melalui putusan nomor 80/PUU-X/2012 menyatakan permohonan pemohontidak dapat diterima karena ne bis in idem. Perkara ini dimohonkan oleh Habiburokhman, Muhamad Maulana Bungaran, dan Munathsir Mustaman. Putusan Pasal 50 ayat (3) UU KPK telah pernah dimohonkan pengujian konstitusionalitasnya dan diputus dalam Putusan Nomor 81/PUU-X/2012, bertanggal 2 Oktober 2012, dengan amar putusan, “Menyatakan Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya”.

Salam Kompasiana.

*) diolah dari pelbagai putusan Mahkamah Konstitusi dari laman http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.Putusan&id=1&kat=1

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun