Mohon tunggu...
HENDRA BUDIMAN
HENDRA BUDIMAN Mohon Tunggu... Freelancer - Swasta

Setiap tempat adalah sekolah, semua orang adalah guru

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Tentang Gugatan Citizen Lawsuit

21 Maret 2015   12:13 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:20 808
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya tertarik membaca artikel kompasioner Hery Susanto berjudul Gugatan Citizen Lawsuit untuk Pemkot Cirebon. Sungguh saya mengapresiasi langkah advokasi yang ditempuh organisasi “KomunaL” untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik di Kota Cirebon, Jawa Barat. Dalam kaitan dengan artikel tersebut, KomunaL akan melakukan gugatan kepada Nasrudin Azis, Wakil Walikota Cirebon melalui mekanisme Citizen Lawsuit. Tulisan ini akan memberi catatan kritis atas upaya hukum yang akan ditempuh oleh KomunaL khususnya penggunaan mekanisme Citizen Lawsuit.

Membaca artikel tersebut, saya belum menemukan kasus posisi secara jelas. Oleh karena itu, bisa jadi catatan yang saya buat ini tidak akan memberi jawaban pasti lantaran kasus posisi yang tidak cukup jelas itu. Secara ringkas, kasus posisi yang ditulis dalam artikel tersebut menyatakan bahwa KomunaL menggugat Wakil Walikota Cirebon atas dugaan penyalahgunaan wewenang dalam kasus mutasi massal PNS Pemkot Cirebon. Ditandai dengan diterbitkannya Surat Keputusan (SK) Walikota Cirebon Nomor 821.24/KEP.2-BK.DIKLAT/2015 Tentang Pemindahan/Pengangkatan Dalam Jabatan Struktural Eselon IV di Lingkungan Pemkot Cirebon. Masalah hukumnya, Nasrudin Azis sebagai Wakil Walikota Cirebon menandatangani SK tersebut – sekaligus melantik 225 PNS, padahal yang bersangkutan tidak dalam kapasitas Pelaksana Tugas (Plt) Walikota maupun Walikota Cirebon.

Dengan kasus posisi yang ringkas itu, saya berasumsi bahwa yang menjadi obyek sengketa adalah SK Walikota Cirebon Nomor 821.24/KEP.2-BK.DIKLAT/2015. Mudah-mudahan saya tidak keliru. Jika demikian, dapatkah perbuatan Nasrudin Azis yang menandatangani dan menerbitkan SK tersebut digugat menggunakan mekanisme Citizen Lawsuit?

Merujuk pada preseden gugatan Citizen Lawsuityang pernah terjadi sebelumnya, saya membuat abstraksi dan sekaligus menguji perkara di atas:

OBYEK PERKARA

Dari preseden gugatan Citizen Lawsuit sebelumnya, surat keputusan yang bersifat individual dan konkrit seperti SK Walikota di atas, tidak termasuk dalam obyek perkara gugatan perdata mekanisme Citizen Lawsuit. SK Walikota tersebut pada dasarnya adalah suatu penetapan (beschikking). Bila KomunaL hendak menggugat SK Walikota tersebut, saya menganjurkan untuk menempuh gugatan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Karena penetapan yang dikeluarkan oleh pejabat tata usaha negara-- seperti Walikota – termasuk obyek tata usaha negara.

Jikapun akan menempuh gugatan tata usaha negara, tentu KomunaL tidak mempunyai kedudukan hukum (legal standing). Kedudukan hukum penggugat hanya ada pada individu-individu yang namanya disebut dalam mutasi SK tersebut.

PETITUM

Pada dasarnya petitum Citizen Lawsuit tidak dapat berisi pembatalan atas suatu keputusan baik perupa penetapan (beschikking) maupun peraturan (regeling). Pembatalan obyek perkara berupa penetapan menjadi wewenang PTUN. Sedangkan pembatalan obyek perkara peraturan dibawah undang-undang menjadi wewenang Mahakamah Agung dalam judicial review. Petitum Citizen Lawsuit hanya berupa permintaan penggugat kepada tergugat (penyelanggara negara) untuk mengeluarkan suatu peraturan (regeling) agar kelalaian tidak terjadi lagi dikemudian hari.

PERBUATAN MELAWAN HUKUM

Batasan perbuatan melawan hukum dalam Citizen Lawsuit didalilkan berupa kelalaian penyelenggara negara dalam pemenuhan hak-hak warga negara. Dalam hal ini harus diuraikan bentuk kelalaian apa yang telah dilakukan oleh negara dan hak warga negara apa yang gagal dipenuhi oleh negara. Kelalaian penyelenggara negara dikaitkan dengan ketentuan umum dan khusus yang tertuang dari pelbagai undang-undang berupa kewajiban atau tugas penyelenggara negara. Khususnya kewajiban penyelenggara negara dalam menjalankan pelayanan publik. Sedangkan hak-hak warga negara dapat dirujuk pada konstitusi, undang-undang hak asasi manusia atau undang-undang terkait yang menyebut hak-hak warga/konsumen/publik.

Karena gugatan Citizen Lawsuit dapat diajukan oleh semua warga negara cukup membuktikan bahwa dirinya adalah warga negara Indonesia. Meskipun demikian harus diurai hak-hak warga negara apa yang dilanggar atas perbuatan yang dilakukan oleh Wakil Walikota Cirebon dalam melakukan mutasi massal tersebut.

Membaca kasus posisi di atas, saya menangkap kesan bahwa yang dipermasalahkan adalah tindakan penyalahgunaan wewenang (melampaui kewenangannya atau bertindak sewenang-wenang). Ditandai dengan dikeluarkannya SK Walikota tersebut. Menurut saya, perbuatan ini tidak dapat diartikan sebagai kelalalaian penyelenggara negara dalam menjalankan kewajiban dan pemenuhan hak-hak warga negara. Tetapi suatu tindakan penyalahgunaan wewenang.

Bila merujuk pada dua perkara gugatan Citizen Lawsuitsebelumnya terlihat jelas bentuk kelalaian penyelenggara negara. Dalam perkara pertama kali di Nunukan, Kalimantan Timur diperlihatkan kelalaian penyelenggara negara untuk memberi perlindungan kepada tenaga kerja indonesia migran yang dideportasi. Menimbulkan “tragedi Nunukan” yang menewaskan 79 orang buruh. Negara dianggap gagal memberi perlindungan yang ditunjukan adanya deportasi paksa secara masal pada Juli 2002. Bentuk petitumnya, penggugat meminta agar pengadilan menghukum para tergugat untuk segera meratifikasi Konvensi PBB tentang Perlindungan Hak Buruh Migran (1990) dan membuat perjanjian bilateral dengan Malaysia tentang penempatan buruh migran.

Dalam perkara Ujian Nasional, tergugat (Presiden, Wapres, Mendiknas dan Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan) dinyatakan lalai dalam memberikan perlindungan HAM terhadap warganegara yang menjadi korban ujian nasional. Tindakan pembiaran negara pada kasus ini dengan tidak adanya langkah nyata untuk mengatasi masalah bocornya soal ujian nasional. Peristiwa ini membawa korban banyaknya siswa mengalami gangguan psikologis.Ada diantara siswa-siswa yang tak lulus ujian nasional mengambil jalan pintas. Mencoba bunuh diri dengan meminum obat serangga ataupun memotong urat nadinya serta ada siswa yang membakar ruang sekolah. Dalam petitumnya, penggugat meminta penyelenggar negara mengeluarkan kebijakan pelaksanaan ujian nasional ulangan bagi peserta didik yang belum mencukupi standarisasi nilai pada tahun pelajaran 2006 hanya pada mata pelajaran yang dinyatakan belum mencukupi standar serta pernyataan berlaku bagi ujian nasional ulangan pada tahun-tahun berikutnya.

CITIZEN LAWSUIT ATAU CLASS ACTION ?

Saya menangkap kesan bahwa gugatan KomunaL di atas berintonasi pada korban atau pihak yang dirugikan karena adanya mutasi. Jika demikian maka gugatannya bukanlah berupa Citizen Lawsuit tetapi Class Action.

Memang agak mirip gugatan Citizen Lawsuit dengan class action. Keduanya merupakan actio popularis dalam penerapan di dua sistem hukum yang berbeda. Perbedaannya pada tekanan kepentingan pihak penggugat sebagaimana asas d’interet point d'action, yaitu kepentingan dapat mengajukan tuntutan hak atau gugatan.

Dalam gugatan class action, para penggugat dapat mengajukan tuntutan ganti kerugian material. Kerugian yang diderita korban yang diwakili (melalui pengelompokan atau klas), atas kelalaian penyelenggara negara dalam menjalankan kewajibannya.

Contoh class action pada kasus gugatan korban kecelakaan kereta api di Brebes, JawaTengah terhadap PT Kereta Api Indonesia pada 13 Mei 2002. Dan gugatan yang diajukan 9 konsumen (class representatif) gas elpiji sebagai perwakilan konsumen elpiji se-Jabotabek (class members) kepada Pertamina atas kenaikan harga gas elpiji bulan Oktober 2001.

DIDAHULUI ADANYA NOTIFIKASI

Dari beberapa perkara (tidak semuanya) gugatan Citizen Lawsuit yang ditolak pengadilan lewat putusan sela, karena penggugat tidak melakukan upaya notifikasi terlebih dahulu kepada tergugat. Berbeda dengan gugatan class action yang tidak memerlukan notifikasi terlebih dahulu. Notifikasi berupa somasi kepada penyelenggara negara. Isi somasi adalah bahwa akan diajukan suatu gugatan Citizen Lawsuitterhadap penyelenggara Negara atas kelalaian negara dalam pemenuhan hak-hak Warga Negaranya dan memberikan kesempatan bagi negara untuk melakukan pemenuhan jika tidak ingin gugatan diajukan. Pada prakteknya somasi ini harus diajukan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum gugatan didaftarkan.

Demikian catatan saya. Terima kasih

Salam Kompasiana.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun