Mohon tunggu...
HENDRA BUDIMAN
HENDRA BUDIMAN Mohon Tunggu... Freelancer - Swasta

Setiap tempat adalah sekolah, semua orang adalah guru

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Sistem Paket Pilkada, Inkonstitusional

18 Februari 2015   13:37 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:58 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarin (17/2/2015)DPR telah mengesahkan revisi UU Pilkada.Undang Undang Nomor 1 Tahun 2015 (UU 1/2015). Undang-undang tentang penetapan Perppu 1/2014 tentang Pemilihan Kepala Daerah.Dalam rapat paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Fadli Zon (sumber). Sebelumnya Panitia Kerja (Panja) DPR telah menyepakati dengan pemerintah beberapa hal yang diubah. Ada 6 (enam) hal yang diubah (sumber). Salah satu dari enam hal yang diubah itu adalah mekanisme pencalonan dengan sistem paket. Paket pasangan dipilih bersama, yaitu Kepala Dearah dan Wakil Kepala Daerah.

Alasan mengemuka DPR mengubah UU 1/2015 dengan sistem paket. Dengan memilih kepala daerah serta wakilnya sekaligus, pemerintahan di daerah bisa lebih aspiratif bagi masyarakat. Sebab pemerintahan di daerah tidak pincang meski kepala daerah berhalangan atau tak lagi bisa menjalankan fungsinya.

Dengan memasukan jabatan wakil kepala daerah yang dipilih bersama dan berpasangan dengan kepala daerah, akan berpotensi dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Jika ada pemohon yang mengajukan uji materi undang-undang Pikada ini (yang sudah direvisi), besar kemungkinan ketentuan itu akan dibatalkan oleh MK. Alasannya: inkonstitusional.

Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 secara terbatas (limitatif) hanya menyebut Gubernur, Bupati dan Walikota sebagai Kepala Daerah. Gubernur, Bupati dan Walikota adalah nama jabatan tunggal untuk kepaladaerah baik untuk tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota. UUD 1945 padadasarnya bersifat litterlijk sehingga apa yang tertulis itulah yang merupakannorma. Penafsiran ini sesuai dengan kenyataan bahwa UUD 1945 selalumenyatakan secara eksplisit posisi jabatan-jabatan yang ada dalampemerintahan. Sebagai contoh jabatan Wakil Presiden dinyatakan secaraeksplisit, kemudian Menteri , Duta Besar , dan lainnya.

Tafisir historis bisa juga digunakan sebagai rujukannya. Amandemen Pasal 18 telah muncul sejak rapat Badan Pekerja MPR ke-2 pada tanggal 6 Oktober 1999. Tapi tidak semua fraksi menyinggung perihal pemerintahan daerah dalam pemandangan umumnya. Rumusan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 secara khusus baru dibahas pada sidang MPR pada bulan Maret 2000. Saat itu tidak satu fraksipun menyinggung perihal Wakil Kepala Daerah. Baik sebagai usulan maupun dalam pemandangan umum fraksi. Andaipun ada, MPR dapat saja memasukan Wakil Kepala Daerah yang dipilih bersama dengan Kepala Dearah. Sebagaimana pengaturan tentang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dalam satu paket pemilihan. Konstitusi hanya mengamanatkan pemilihan dalam paket hanya Presiden dan Wakil Presiden. Sementara Kepala Daerah dipilih secara tunggal.

Pemilihan Wakil Kepala Daerah (jikapun ada jabatan itu), diserahkan pada pengaturan undang-undang atas kebijakan DPR sebagai pembentuk undang-undang. Apakah diangkat/dipilih oleh Presiden, Menteri Dalam Negeri atau DPRD, semua kembali kepada pembentuk undang-undang. Namun tidak bisa disatukan dalam satu paket pemilihan dengan Kepala Daerah, karena norma Pasal 18 ayat (4) tidak mengamanatkan demikian.

Alasan kedua, dalam rapat pembahasan DPR bersama pemerintah sebelumnya telah ada kesepakatan bahwa pemilihan kepala daerah tidak satu paket. Sejak bulan Juni 2012, DPR terus bergiat melakukan perubahan UU 32/2004 tentang pemerintah daerah.Pemerintah diwakili oleh Dirjen Otonomi Daerah Kementrian Dalam Negeri. Sedangkan DPR diwakili oleh Panitia Kerja (Panja) Komisi II DPR RI. Sejak bulan Februari 2014, sudah ada dua opsi dan dua draft undang-undang pilkada secara langsung dan lewat DPRD. Kedua opsi dan RUU ini bermuatan sama: pemilihan kepala daerah tidak satu paket. Oleh karena itu baik RUU Pilkada lewat DPRD maupun RUU Pilkada langsung oleh rakyat, judulnya adalah Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Yang menegaskan bahwa pemilihan hanya untuk jabatan tunggal kepala daerah. Konsekwensinya UU Pemerintahan Daerah yang sekarang bernama UU 23/2014, memasukan mekanisme pengangkatan wakil kepala daerah.

Pada dasarnya peran wakil kepala daerah nampak pada saat pencalonan. Peran dalam dimensi politik yakni memperluas basis dukungan politik kepala daerah untuk memenangkan Pilkada. Kontribusi calon wakil kepala daerah cukup besar untuk memenangkan pertarungan Pilkada. Kontribusi bisa diwujudkan dalam bentuk politik (anggota partai politik pengusung), dalam bentuk finansial, atau dalam bentuk perluasan dukungan yang biasanya diambil dari tokoh masyarakat berbasis agama, suku atau kedaerahan. Jadi arti penting wakil kepala daerah hanya terjadi saat pencalonan.

Dalam kedudukannya sebagai wakil kepala daerah setelah pelantikan, hampir-hampir peran dan fungsinya tidak ada. Bilapun ada, hanya menyandarkan pada “niat baik” kepala dearah untuk membagi kekuasannya. Pembagian kekuasan untuk menjalankan tugas dan kewenangan tertentu sangat dipengaruhi seberapa besar kontribusi wakil kepala daerah saat pencalonan. Posisi kepala daerah tidak lebih sebagai pembantu kepala daerah, dimana tugas dan kewenangan yang dijalankan wajib dilaporkan kepada kepala daerah. Wakil kepala daerah bertanggungjawab kepada kepala daerah.

Relasi seperti ini dianggap tidak adil bagi wakil kepala daerah. Mereka yang dipilih bersama dalam satu pasangan paket, dalam menjalankan pemerintahan, wakil kepala daerah menjadi subordinat kepala daerah. Diperparah dengan hak keuangan dan hak protokoler wakil kepala daerah tidak setara dengan kepala daerah. Akibatnya, terbangun kecendrunganhubungan kerja yang kurang harmonis dari pasangan kepala daerah dan wakilnya.Kecenderungan tersebut antara lain tercermin daripengungkapan keinginan wakil kepala daerah untuk menjadi calon kepala daerah dan menjadi rival pada Pilkada di periode mendatang. Dalam penilaian Depdagri, terjadi93 % pecah kongsi atau sekitar 986 pasangan dan hanya 7% atau 40 yang berpasangan kembali.

Tersirat fakta, kedudukan dan peran wakil kepala daerah hampir dianggap tidak ada. Disaat kepala daerah berhalangan sementara, terkadang penugasan dan pelaksana tugas diberikan kepada sekretaris daerah (Sekda).

Pilkada dengan sistem paket selama ini yang dijalankan malah menumbuhkan rivalitas antara kepala daerah dan wakilnya. Rivalitas itu semakin membuncah ketika wakil kepala daerah adalah pengurus/anggota partai politik yang punya kursi dominan di DPRD. Perseteruan antara kepala daerah dan wakilnya merembet pada pertikaian antara kepala daerah dengan DPRD. Akibatnya sudah dapat ditebak. Kepala daerah akan terus disibukan dalam penanganan konflik dan tugas pelayanan publik menjadi terbengkalai. Bahkan dalam beberapa kasus, wakil kepala daerah sengaja mencari celah hukum untuk menjerumuskan kepala daerah yang berujung pemberhentian kepala daerah. Ditangkapnya kepala daerah dalam perkara korupsi tidak bisa dilepaskan adanya rivalitas dalam tubuh pemerintahan daerah sendiri. Menjegal di tengah perjalanan periode pemerintahan adalah siasat yang kerap dilakukan wakil kepala daerah.Hal ini terjadi karena sebelumnya muncul kecemburuan pembagian kekuasan yang tidak adil. Padahal mereka dipilih secara bersama dalam satu paket Pilkada sebelumnya.

Pendek kata, revisi UU 1/2015 yang dilakukan oleh DPR bersama Pemerintah dengan menyepakati pemilihan dengan sistem paket, akan membawa malapetaka dikemudian hari. Bukan hanya adanya peluang akan dibatalkan oleh MK karena alasan inkonstitusional tapi akan melangengkan terbengkalainya pelayanan publik oleh pemerintah daerah karena adanya rivalitas antara kepala daerah dan wakilnya.

Salam Kompasiana.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun