Mohon tunggu...
HENDRA BUDIMAN
HENDRA BUDIMAN Mohon Tunggu... Freelancer - Swasta

Setiap tempat adalah sekolah, semua orang adalah guru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengenal Presiden Indonesia dari Istrinya

10 Januari 2015   23:23 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:24 727
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1420887991677543458

[caption id="attachment_389875" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi (Foto:Kompas.com)"][/caption]

Salah satu ukuran untuk melihat karakter dan kepribadian seseorang, dapat dilacak dari latar belakang istrinya. Pilihan pasangan hidup tak bisa dilepaskan dari bagaimana seseorang mengasosiasikan dirinya pada orang lain.

Ringkasnya, pilihan pada istri tak lain dari cermin diri. Oleh karena itu banyak orang berpendapat, pasangan yang memang berjodoh memiliki karakter dan kepribadian yang hampir mirip. Bisa jadi pada masa awal pernikahan, masih terjadi benturan budaya diantara keduanya. Namun lambat laun, akan terjadi inkulturasi atau apa yang disebut corporate culture, sebagai ciri khas rumah tangga.

Tulisan ini secara ringkas akan mengurai latar belakang para istri Presiden Indonesia, sejak Suharto hingga Jokowi. Presiden Soekarno, sengaja tidak dimasukan karena memiliki istri lebih dari satu. Sehingga sulit untuk membuat ukurannya.

Seluruh Presiden Indonesia -kecuali Sukarno - memiliki padangan yang lokalistik. Cara pandangnya tidak jauh-jauh dari ikatan kesatuan agama, suku dan daerah. Indonesia dalam pandangan ini tak lebih dari urusan sektoral "Jawa". Meskipun Habibie berdarah Sulawesi (Pare-pare), tetapi ibunya seorang Jawa (Purworejo). Pilihan pada Ainun juga berdarah Jawa (Semarang). Presiden SBY agak berani menyebrang sedikit. Anak Pacitan (Jawa Timur) memilih pasangan Kristiani Herrawati anak Yogyakarta. Pendek kata, semua Presiden Indonesia mengartikan "dunia tidak seluas daun kelor" hanya sebatas pulau Jawa. Satu pulau, satu suku dan satu agama.

Seluruh Presiden Indonesia, menaruh harapan dan status sosialnya juga dapat ditelisik. Suharto seorang militer memilih Fatimah Siti Hartinah, memang bukan dari latar belakang keluarga militer. Tetapi, Ibu Tien pernah mejadi Laskar Putri Indonesia. Jika ada yang mengatakan Suharto anak seorang petani, agak sulit diterima akal, saat RM. Ng. Soemoharjomo (Ayah Ibu Tien) dapat menerima lamaran seorang anak petani. Apalagi Ibu Tien pernah mengenyam pendidikan elit saat itu yakni HIS. Habibie yang berasal dari keluarga Islam yang taat, pun tak jauh-jauh memilih anak H.Mohammad Besari. Begitupula halnya dengan Gus Dur. SBY seorang militer, lebih kentara lagi memilih pasangan hidup dari anak Letnan Jendral Sarwo Edi. Sedangkan Jokowi, walaupun tak disebut sebagai anak kampung tetapi pilihannya pada Iriana, anak seorang guru dan Iriana hanya tamatan SMA, bisa membenarkan dugaan itu.

Harapaan dan obesisinyapun dapat dilihat dari perkembangan istrinya. Habibie yang dianggap cerdas dan seorang teknokrat, memilih Hasri Ainun seorang dokter. Gus Dur yang dianggap seorang intelektual, mendorong Sinta Nuriyah untuk menempuh pendidikan hingga S2. Keduanya terpelajar dengan menguasai setidaknya tiga bahasa: Arab, Inggris dan Prancis. Begitupun dengan SBY yang memilih pasangan calon dokter dan kemudian Kristiani Herrawati menyelesaikan studinya bidang ilmu politik. Bagaimana dengan Jokowi? Hingga saat ini, bu Ana masih dalam status lulusan SMA saja. Bisa jadi pandangan seorang pengusaha mebel tidak membutuhkan pendamping yang berpendidikan tinggi.

Keaktifan istri di luar rumah juga bisa sebagai penanda mengimbangi dominasi suami. Dan bisa-bisa menjadi penentu kebijakan suami sebagai seorang Presiden. Dari semua istri Presiden, Ibu Ani Yudhoyodo yang paling aktif di luar rumah. Hingga pernah masuk ke ranah politik sebagai Wakil Ketua DPP Demokrat. Beberapa kegiatan Ani tidak berhubungan langsung dengan latar akademiknya. Beda dengan Ainun seorang dokter yang mendirikan Bank Mata. Sinta Nuriyah mendirikan Yayasan Puan Amal Hayati dan sekolah kebangsaan. Sedangkan bu Ana, cukup sebagai ketua tim penggerak PKK saja. Jabatan yang melekat secara otomatis sebagai istri kepala daerah dimanapun.

Ambisi pada kekuasaan dapat dilihat juga bagaimana membangun dinasti dan trah. Anak-anak Suharto dibesarkan dan dididik menjadi penguasaha dan politisi. Sehingga kedepan, bisa saja akan ada "trah Suharto" ingin bercokol di pusat kekuasaan. Nampaknya Habibie, membangun trah teknokrat khususnya pada Ilham Akbar seorang doktor lulusan Jerman dengan predikat summa cum laude yang mengalahkan bapaknya. Zannuba Arifah Chafsoh atau Yenni hendak meneruskan tradisi Gusdurian. Anak SBY keduanya diarahkan serupa dengan karir bapaknya: Agus Harimurti dalam karir militer dan Edhie Baskoro dalam karir politik. Sedangkan anak-anak Jokowi meneruskan dinasti Jokowi sebagai pengusaha bukan di bidang politik.

Dari sini, nampak bahwa SBY dan keluarganya lebih ambisius pada kekuasan. Baik dilihat pada peran aktif istri dan karir anak-anaknya. Maka tak berlebihan, jika Defence Signals Directorate (DSD), lembaga mata-mata Australia melakukan penyadapan telpon ibu Ani Yudhoyono setelah SBY terpilih untuk kali kedua pada tahun 2009. Pengamat asing melihat para periode pertama pemerintahan, sudah nampak gejala adanya kekuasaan pinggiran di Cikeas yang dikendalikan sang istri.

Gambaran sekilas di atas untuk dijadikan modal analisis, seberapa besar pengaruh istri sebagai first lady atas kekuasaan suaminya. Sedikit banyak peran istri selalu ada dan terasa di setiap pemerintahan. Hal yang paling mencolok seperti pembangunan Taman Mini (TMII) sebagai keinginan ibu Tien. Mundurnya Habibie dalam pencalonan presiden pada sidang MPR tahun 1999, juga atas saran Ainun. Masuknya isyu-isyu perempuan dalam pemerintahan Gus Dur, sedikit banyak pengaruh Sinta Nuriyah. Proses seleksi calon Menteri pada tahun 2009 dalam pemerintahan SBY, ada peran dan restu sang istri. Bagaimana dengan ibu Ana, adakah pengaruhnya pada pemerintahan Jokowi? Ada. Kebiasan menghidangkan jamu setiap hari buat sang suami, kini program minum jamu sudah jadi program wajib di kementrian perdagangan.

Itu saja dulu ! Salam Kompasiana.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun