Mohon tunggu...
HENDRA BUDIMAN
HENDRA BUDIMAN Mohon Tunggu... Freelancer - Swasta

Setiap tempat adalah sekolah, semua orang adalah guru

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Menakar Keterangan Ahli

11 Februari 2015   23:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:23 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masyarakat umum menyebutnya saksi ahli. Meskipun KUHAP tidak mengenal definisi saksi ahli tetapi keterangan ahli. Yakni keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan (vide Pasal 1 butir 28 KUHAP). Arti penting dalam proses pembuktian, keterangan ahli termasuk dalam katagori alat bukti. Menambahkan kata “saksi” didepan kata “ahli” lebih disebabkan definisi yang berasal dalam kamus besar Bahasa Indonesia.

KUHAP tidak menyebut kriteria yang jelas tentang siapa itu ahli. Namun demikian beberapa pakar hukum lebih menekankan pada dua hal: pertama, keahlian khusus dan kedua, ada relevansinya dengan perkara pidana yang tengah diperiksa. Baik Abd. Djalal Abu Bakar maupun Andi Hamzah menyatakan keterangan seseorang ahli yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan/ pendidikan khusus yang dimiliki dan relevan dengan perkara yang tengah diperiksa.

Beranjak dari pengertian diatas, saya membuat rumusan tentang keterangan ahli berikut ini:

Pertama, keahlian seseorang harus dibuktikan terlebih dahulu dengan melampirkan curiculum vitae dan sertifikasi akademik secara tertulis yang diperlukan. Dari bukti surat itu, hakim baru dapat menilai apakah seseorang yang dihadirkan di persidangan tersebut bisa dikatakan sebagai ahli atau bukan. Misalnya, untuk menguji apakah foto yang dijadikan barang bukti adalah foto asli atau hasil rekayasa, maka dibutuhkan pendapat seorang ahli. Dalam era teknologi yang sudah sedemikian maju, anak SMA yang tekun dapat mempelajari teknik rekayasa photo digital. Tapi apakah anak itu dapat dikatakan ahli dan sejajar kedudukannya dengan Ono Purbo dari ITB? Dalam beberapa perkara sidang di Mahkamah Konstitusi, hakim kadang bertanya kepada ahli sebelumnya: berapa banyak buku yang dia tulis, dan jurnal apa saja yang pernah diterbitkan. Hanya untuk menakar keahlian seseorang.

Kedua, keahliannya berhubungan dan relevan dengan perkara yang tengah diperiksa. Seorang ahli hukum tata negara yang menulis disertasi tentang pemakzulan Presiden, sangat tidak relevan dihadirkan dalam sidang pengadilan perkara korupsi (pidana). Sebab kadang-kadang, ada upaya generalisasi bahwa semua doktor, semua profesor dan semua ahli hukum tata negara mahluk segala tahu. Ada tekanan pada KUHAP yakni: keahlian khusus. Misalnya dalam praperadilan perkara Budi Gunawan dengan obyek perkara penetapan sebagai tersangka. Apa relevansinya keterangan ahli Margarito Kamis sebagai ahli hukum tata negara dalam perkara ini? Lebih relevan jika menghadirkan Mudzakir atau JE Sahetapi, sebagai ahli hukum pidana. Tapi bila ingin lebih khusus lagi, perkara suap yang menimpa BG bisa jadi tidak relevan dengan keahlian khusus JE Sahetapi yang disertasinya tentang ancaman pidana mati. Atau tinjauan dari sisi ekonomi, dapat menghadirkan Nugroho Sumarjiyanto yang disertasinya khusus tentang teori perilaku penyuapan.

Ketiga, keterangan ahli hanya berdasarkan keahlian dan pengetahuannya. Dalam perkara pidana seperti praperadilan, ahli tidak diperkenankan menafsirkan peraturan perundang-undangan. Karena tafsir itu merupakan domain dari hukum tata negara bukan hukum (acara) pidana. Jika berlandaskan tafsir, keterangan ahli satu dengan yang lain bisa berbeda-beda (bahkan bertolak belakang) dan tidak memberi keyakinan pada hakim.

Keempat, ahli bukanlah saksi. Keterangan ahli lebih ditekankan pada bidang keahlian khusus yang dimilikinya dan berhubungan dengan perkara yang sedang diperiksa. Keterangan ahli tidak memberi keterangan berdasarkan pengalaman (dilihat, didengar dan dialami sendiri). Seseorang yang dihadirkan menceritakan pengalaman saat membentuk undang-undang bukanlah ahli tetapi saksi. Seperti praperadilan BG, Prof. Romly yang dihadirkan memberi keterangan perihal pembentukan UU KPK pada tahun 2002. Keterangan yang diberikan bukan bermuatan ahli tetapi sebatas saksi.

Kelima, Keterangan ahli tidak bermuatan dengan alasan sebab akibat dari suatu perkara yang tengah diperiksa. Menguraikan fakta dan kenyataan. Pada dasarnya keterangan ahli suatu bentuk penghargaan dari peradilan atas keahlian khusus yang dimilikinya. Ahli balistik yang dihadirkan akan menjelaskan jika lubang yang ditimbulkan dari tekanan peluru yang berdiameter tertentu, maka berdasarkan pengetahuannya peluru yang digunakan adalah jenis kaliber tertentu. Ahli tidak dapat menilai atau membatah fakta misalnya di tempat kejadian perkara, proyektil peluru yang ditemukan berbeda dengan jenis kaliber tertentu yang diungkap dalam keterangannya.

Masalah terbesar yang dialami oleh pemohon, penggugat atau terdakwa dalam menghadirkan ahli adalah biaya. Bahkan Pasal 229 ayat (1) KUHAP menyatakan penggantian biaya adalah hak ahli. Tidak ada rumusan jelas berapa standarnya. Lebih dari itu, kompetensi ahli harus dihargai sebagai seorang profesional yang telah mengorbankan waktu, dan tenaganya, serta menyumbangkan keahliannya. Karena tidak ada standar yang pasti, dalam prakteknya terjadi ketimpangan hukum. Satu contoh kasus, Robot Gedek. Robot yang tersandung kasus sodomi anak-anak tidak mampu menghadirkan ahli di persidangan untuk bersaksi tentang kondisi kejiwaannya.

Sebaliknya bagi para tersangka atau terdakwa korupsi, mendatangkan ahli hal yang sepele. Dengan bayaran yang besar, keahlian dapat dibeli. Ahli dengan pengetahuan yang dimiliki dapat mengikuti pesanan dan selera tersangka atau terdakwa. Sebagai suatu perbandingan, ahli yang dihadirkan dalam sidang MK pada tahun 2011, kisaran biayanya Rp. 35 – 50 juta. Untuk suatu keterangan yang tidak lebih dari 30 menit. Tentu untuk perkara pidana seperti korupsi, biayanya akan lebih besar lagi. Oleh karena itu kredibilitas seorang ahli akan dipertaruhkan dalam sidang yang mendapat perhatian publik.

Salam Kompasiana.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun