Mohon tunggu...
HENDRA BUDIMAN
HENDRA BUDIMAN Mohon Tunggu... Freelancer - Swasta

Setiap tempat adalah sekolah, semua orang adalah guru

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Jebakan Denny Indrayana

26 Januari 2015   00:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:23 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Denny Indrayana memberi saran kepada Presiden Joko Widodo agar para pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diberi hak imunitas atau kekebalan hukum. "Berikan hak imunitas dari tuntutan pidana bagi pimpinan dan seluruh pegawai KPK selama menjabat. Ini penting untuk menguatkan lembaga dan menjamin independensi," kata Denny. Menurut Dennylangkah ini penting untuk diambil. Pasalnya, kriminalisasi terhadap pimpinan KPK selalu terjadi tiap kali lembaga antirasuah itu mengusut kasus korupsi di lembaga kepolisian. Denny menyarankan Presiden Joko Widodo mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) "Kita minta presiden tidak terbitkan keppres. Lebih baik keluarkan perppu," pungkasnya (sumber).

Usulan Denny mendapat sambutan positif dari Ketua DPP Partai Gerindra Habiburokhman. Untuk itu, hak impunitas bagi pimpinan KPK sudah saatnya direalisasikan namun dengan batasan yang jelas,” papar Habiburokhman.Dengan adanya hak impunitas ini maka pimpinan KPK bisa konsentrasi penuh menyelesaikan tugas-tugasnya yang begitu berat tanpa takut mendapatkan persoalan atas peristiwa hukum yang terjadi bertahun-tahun sebelumnya,” umbuhnya (sumber).

Saya menilai usulan Denny Indrayana yang mendapat dukungan politis Gerindra itu suatu jebakan buat Presiden Joko Widodo. Ada lima alasan yang melandasi kesimpulan tulisan ini bahwa usulan itu suatu jebakan.

Pertama, saat terjadi polemik masuknya klausula hak imunitas dalam UU MD3, Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja pernah menyatakan bahwa ketentuan tersebut berpotensi melumpuhkan penegakan hukum. Adnan Pandu malah menyarankan agar klausula --beberapa pasal dalam UU MD3, diantaranya Pasal 224 dan Pasal 245 -- itu harus direvisi. Karena, kata Adnan, semua warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama di depan hukum. (sumber). Artinya KPK lewat ucapan Adnan Pandu tidak setuju adanya hak imunitas bagi pejabat negara. Lalu sekarang, KPK akan diberi hak itu. Bukankah hal ini akan menimbulkan anggapan KPK membuat standar ganda. Bila Presiden Jokowi memberikan hak imunitas lewat perppu, maka dengan sengaja Presiden sudah menjerumuskan KPK dalam lubang cercaan publik.

Kedua, masih seputar polemik hak imunitas anggota DPR. Saat itu, Ketua DPD Irman Gusman mengatakan UU MD3 diskriminatif. Hak imunitas hanya berlaku bagi anggota DPR, tapi tidak bagi anggota DPRD dan anggota DPD. Padahal kedudukan DPR dan DPD setara, sama-sama lembaga tinggi negara. Dapat dibayangkan, jika Presiden Jokowi mengeluarkan perppu hak imunitas bagi pimpinan KPK, apakah anggota DPD tidak menuntut hal yang sama? Bagaimana memuatnya? Sedangkan UU MD3 tidak memberikan hak imunitas bagi anggota DPD. Apakah Presiden akan membuat perppu baru untuk mengubah UU MD3 ?. cari penyakit namanya.

Ketiga, Pasal 224 dan Pasal 245 UU MD3 tentang hak imunitas anggota DPR tengah diuji di Mahkamah Konstitusi (MK). Sampai hari ini belum ada putusan. Tetapi jika dikaitkan dengan klausula sejenis, MK dapat saja membatalkan pasal itu. MK pernah membatalkan Pasal 66 ayat (1) UU 30/2004 tentang Jabatan Notaris. Dalam putusannya, MK membatalkan frasa "dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah" dalam pasal yang diuji. Dengan demikian, pemeriksaan proses hukum yang melibatkan pejabat notaris tak perlu mendapat persetujuan Majelis Pengawas Daerah (MPD). Sebelumnya, pemeriksaan terhadap notaris harus disetujui MPD. MK juga pernah membatalkan Pasal 36 UU 32/2004 yang berisi pemanggilan kepala daerah yang terkena kasus hukum harus mendapat izin Presiden. Artinya, sepanjang sejarah, pemberian hak imunitas pada pejabat notaris, kepala daerah dan anggota DPR selalu bermasalah dan selalu digugat ke MK. Lalu, apa sekarang Presiden akan membuat “penyakit” baru, pada sesuatu yang selalu dipermasalahkan masyarakat sejak dahulu.

Keempat, Tidak ada kondisi obyektif yang bersifat sontak kesegeraan atau kegentingan memaksa yang mengharuskan Presiden mengeluarkan perppu. Pun tidak ada kekosongan hukum untuk melakukan tindakan segera berupa aturan-aturan hukum teknis dibawahnya. Justru lebih obyektif dalam hal “kegentingan memaksa”, jumlah pimpinan KPK saat ini tidak genap 5 (lima) orang. Seperti yang pernah dilakukan Presiden SBY dengan mengeluarkan Perppu 4/2009. Hasilnya? Ditolak DPR ! Dengan situasi yang relatif lebih obyektif saja, perppu untuk mengisi kekosongan pimpinan KPK, ditolak oleh DPR. Apalagi perppu yang perihal memberi hak imunitas pada pimpinan KPK. Bila hal ini “terpaksa” harus dilakukan, mekanisme normal masih bisa dilakukan. DPR tidak sedang reses, dan dapat mengubah UU KPK dengan memasukan hak imunitas pimpinan KPK didalamnya. Maksudnya mekanismenya melalui revisi UU KPK oleh DPR bukan lewat Perpu. Bila perpu diterbitkan oleh Presiden, sudah bisa ditebak akan ditolak oleh DPR. Sama saja, usulan Denny itu untuk menjerumuskan Presiden Jokowi agar dibuat malu di depan parlemen. Mengapa Denny tidak menyarankan merevisi UU KPK oleh DPR saja?

Kelima, harus ditelisik dahulu siapa Denny Indrayana dan Habiburokhman. Pada tahun 2009, jabatan Denny adalah Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, dan HAM. Keluarnya Perpu 4/2009 tidak lepas dari andil Deny didalamnya. Seperti diketahui perppu itu ditolak oleh DPR. Dan akan dia ulangi lagi sekarang dengan memberi saran kepada Presiden Jokowi. Tidak bisa dipungkiri saat ini Denny adalah orannya SBY. Habiburokhman adalah politisi Gerindra yang kerap menyerang Jokowi dan Ahok secara keras. Lalu, mengapa sekarang tiba-tiba mendukung usul Denny. Ada apa?

Salam Kompasiana.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun