Mohon tunggu...
HENDRA BUDIMAN
HENDRA BUDIMAN Mohon Tunggu... Freelancer - Swasta

Setiap tempat adalah sekolah, semua orang adalah guru

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Hak Imunitas itu Konstitusional

26 Januari 2015   20:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:20 2755
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih terkait dengan saran Denny Indrayana kepada Presiden Joko Widodo agar para pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diberi hak imunitas. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan sebelumnya berjudulJebakan Denny Indrayana. Mengulas apa yang dimaksud dengan hak imunitas. Penjelasan tentang hak imunitas harus terang dan jelas, jika tidak akan menimbulkan salah kaprah. Bahkan bisa terpeleset dengan anggapan bahwa pejabat negara tidak perlu dilengkapi dengan hak imunitas. Padahal tidak demikian halnya.

Hak imunitas itu konstitusional. Maksudnya dibenarkan dan punya landasan norma dalam UUD 1945. Satu-satunya pejabat negara yang diberikan hak imunitas hanya anggota DPR. Pasal 20A ayat (3) UUD 1945 menyebutkan anggota DPR mempunyai hak imunitas. Hak itu secara terang benderang diberikan kepada anggota DPR oleh konstitusi. Oleh karenanya UU 17/2014 (atau sering disebut UU MD3) hak itu ditegaskan kembali dalam Pasal 80 huruf f dan Pasal 224. Celakanya, pejabat negara yang disebut dalam UU MD3 itu juga diberi hak imunitas: anggota DPD (Pasal 257), anggota DPRD Provinsi (Pasal 323) dan anggota DPRD Kabupaten/Kota (Pasal 372). Padahal konstitusi sebatas memberikan hak imunitas kepada anggota DPR an sich.

Hanya hak imunitas itu hanya berlaku saat anggota DPR sedang menjalankan wewenang dan tugasnya. Kutipan Pasal 224 ayat (1) UU MD3 “ Anggota DPR tidak dapat dituntut di depan pengadilankarena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapatyang dikemukakannya baik secara lisan maupuntertulis di dalam rapat DPR ataupun di luar rapat DPRyang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugasDPR”.

Saya kira semua orang juga mahfum, semua pejabat negara tidak dapat dituntut saat menjalankan tugas dan wewenangnya. Walaupun norma ini tidak tertulis dalam UU KPK, pimpinan atau pegawai KPK tidak dapat dituntut saat menjalankan tugas sebagai penyelidik atau penyidik. Memang pernah ada peristiwa, penyidik KPK dilaporkan oleh pengurus PKS ke Mabes Polri karena menyita mobil milik Luthfi Hasan Ishaq di halaman kantor DPP PKS. Tetapi laporan itupun macet. Bisa saja untuk memberi jaminan hukum kepada pimpinan dan pegawai KPK, hak imunitas ini dimasukan dalam revisi UU KPK. Tetapi persoalan konstitusionalnya, lembaga negara yang bernama KPK tidak disebut dalam konstitusi. Apalagi memberi hak imunitas pada pimpinan dan pegawai KPK. Bahkan Presiden/ Wakil Presiden sekalipun tidak diberi hak imunitas oleh konstitusi.

Konteks pernyataan Denny Indrayana berkaitan dengan penangkapan Bambang Widjojanto (BW) oleh Polri. Tuduhan yang disangkakan kepada BW diluar batasan tugas dan wewenang BW sebagai pimpinan KPK. Atau BW dituntut diluar tugas dan wewenangnya sebagai pimpinan KPK. Jelas ini berbeda, dengan hak imunitas yang melekat pada anggota DPR dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Bahkan anggota DPR sekalipun, tidak kebal hukum atas perbuatan yang dilakukan diluar tugas dan wewenangnya. Hak imunitas hanya berlaku pada pejabat negara yang menjalankan tugas dan wewenangnya.

Lalu, mengapa banyak pihak mempersoalkan hak imunitas anggota DPR dalam UU MD3 hingga diuji ke Mahkamah Konstitusi (MK)?. Istilah “hak imunitas” yang dimaksud adalah perbuatan anggota DPR diluar tugas dan wewenangnya, khususnya perbuatan tindak pidana. Yang dipermasalahkan bukan “hak imunitas” tetapi prosedur izin pemeriksaan. Yang diributkan banyak pihak menyangkut ketentuan adalam Pasal 224 ayat (5) dan Pasal 245 ayat (1) UU MD3. Pokoknya berisi ketentuan pemanggilan anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan. Jadi yang dipermasalahkan adalah prosedur izin pemeriksaan bukan “hak imunitas”. Ada perlakuan yang berbeda dan bertentangan dengan prinsip equal protection.

Dengan norma yang hampir mirip, MK pernah dua kali membatalkannya. Pasal 66 ayat (1) UU No.30/ 2004 tentang Jabatan Notaris yang termaktub frasa ”dengan persetujan MajelisPengawas Daerah”. Dan Pasal 36 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah yang berisi ketentuan tindakan penyelidikan dan penyidikan kepala daerah harus ada persetujuan tertulis dari Presiden. Prosedur seperti ini yang oleh MK dianggap proses peradilan menjadi berlarut-larut. Hingga kemudian Hamdan Zoelva mengatakan, “Keadilan yang tertunda adalah keadilan yang tertolak, justice delayed justice denied.”. Prosedur khusus berupa ’’izin pemeriksaan’’ dianggap tidak sesuai atau bertentangan dengan : asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan (constante justitie); asas persamaan di depan hukum (equality before the law); dan asas independensi kekuasaan kehakiman.

Kesimpulannya: (1) hak imunitas dibenarkan oleh konstitusi khusus untuk anggota DPR sepanjang menjalankan tugas dan wewenangnya; (2) hak imunitas tidak berlaku bagi pejabat negara yang melakukan perbuatan (tindak pidana) diluar tugas dan wewenangnya; dan (3) prosedur pemanggilan-pemeriksaan pejabat negara entah sebagi saksi, tersangka atau terdakwa dalam proses penyelidikan, penyidikan, atau pengadilan, tidak dibenarkan melalui proses yang panjang dan berbelit seperti keharusan “adanya persetujuan” dari pihak lain.

Salam Kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun