Mohon tunggu...
HENDRA BUDIMAN
HENDRA BUDIMAN Mohon Tunggu... Freelancer - Swasta

Setiap tempat adalah sekolah, semua orang adalah guru

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Dugaan Korupsi Pemda DKI Jakarta

27 Februari 2015   23:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:23 755
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini adalah rangkaian peristiwa yang dicuplik dari media massa online tentang dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan perangkat uninterruptible power supply (UPS)atau pasokan daya bebas gangguan di beberapa sekolah negeri Jakarta pada tahun 2014. Setelah Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) melaporkan adanya dugaan penggelembungan (mark up) harga UPS, sebesar Rp 5,8 miliar tiap unitnya pada APBD tahun anggaran 2014.

Reaksi Ahok tersebut muncul saat terjadi ketegangan antara Pemda dengan DPRD DKI Jakarta perihal pembahasan dan persetujuan RAPBD 2015. Ahok menuduh adanya “dana siluman” atau anggaran fiktif yang diselipkan oleh anggota DPRD yang mencapai Rp12,1 triliun. Diantara satu bagian dari “dana siluman: itu berupa proyek pengadaan UPS untuk beberapa sekolah yang rata-rata nilai pagunya Rp5,8 miliar. Menurut Ahok adanya “dana siluman” sudah menjadi langganan APBD dan terjadi hampir setiap tahun (sumber).

Kompas.commelakukan penelusuran di dua sekolah yang mendapatkan UPS untuk tahun anggaran 2014. Salah satu sekolah yang ikut mendapatkan UPS, yakni SMA 78 Jakarta Barat. Namun saat dikonfirmasi terkait pengadaan pasokan daya tersebut, pihak SMA Negeri 78 mengaku tak tahu apa-apa. Wakil Kepala Sekolah SMA Negeri 78 Bidang Sarana dan Prasarana, Nur Isna Mulyati mengatakan tidak pernah mengajukan permohonan untuk pengadaan UPS. Isna menjelaskan, UPS datang pada November 2014 lalu. Kedatangan UPS pun tidak pernah diminta pihak sekolah. Pihak sekolah hanya menerima alat tersebut dan menganggapnya sebagai barang bantuan. Pengadaan UPS di SMA Negeri 78 Jakarta Barat disebut-sebut menghabiskan Rp 5.826.810.000 dan dimenangkan oleh PT Greace Solusindo(sumber).

Selain SMA Negeri 78 Jakarta Barat, daftar sekolah yang ikut mendapatkan UPS yakni SMA Negeri 16 Jakarta Barat. Kepala Sekolah SMA Negeri 16 Jakarta Barat, Cedarkurniamengatakan pihak sekolah tidak pernah minta penambahan pasokan daya kepada Suku Dinas Pendidikan Jakarta Barat. "Tiba-tiba barang datang tanpa ada proses diskusi. Kami mikirnya UPS itu bantuan dari pemerintah, ya kami terima saja," kata Cedarkurnia.UPS SMA Negeri 16 Jakarta Barat menghabiskan Rp 5.831.034.000  dan ditangani PT Anugrah Mandiri Jaya(sumber).

Hal yang sama terjadi pada sebuah sekolah SMA di Kembangan, Jakarta Barat. Pihak sekolah mengaku tidak pernah mengusulkan pembelian UPS. Namun akhir tahun 2014, tiba-tiba pihaknya mendapat kiriman 8 (depalan)UPS. Dia menduga kiriman UPS untuk melengkapi dua kelas multimedia yang ada. "Sampai sekarang belum kami pergunakan maksimal alat-alat ini. Karena listrik yang masih kurang dan pelatihan yang masih kurang," sebut pengajar SMA itu (sumber)

Media online lain juga melakukan penelusuran atas beberapa perusahaan yang memenangkan tender pengadaan UPS tersebut. Salah satunya adalah PT Astrasea Pasirindo. Perusahaan tersebut mengadakan UPS untuk SMAN 65 Rp 5.833.311.000 dan untuk SMAN 35 senilai Rp 5.833.311.000(sumber).

Dalam catatanwartawan, pada Juli 2013 Direktur Utama PT Astrasea Pasirindo Yusman Pasaribu terseret kasus hukum. Yusman ditetapkan Kejagung sebagai tesangka kasus dugaan korupsi mobil toilet VVIP (Very Very Important Person) Pemprov DKI tahun anggaran 2009 dengan biaya Rp 5,328 miliar. Keterlibatan Yusman dalam kasus ini adalah sebagai pimpinan perusahaan yang memenangkan tender, namun diduga adanya mark-up dalam pengadaan tersebut(sumber).

Perusahaan lain yang memenangkan tender UPS adalah PT Debitindo Jaya yang mengadakan UPS untuk SMKN 17 senilai Rp 5.831.408.000. Perusahaan tersebut dalam situs LPSE tercatat beralamat di JL. H. TEN I NO. 1 RT.002 RW.001 Rawamangun, Pulogadung, Jakarta Timur. Namun saat dikonfirmasi, nomor telepon yang didapat dari situs Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) ternyata nomor yang tercantum bukan nomor kantor tetapi nomor rumah. "Ini rumah, bukan kantor. Tapi memang alamatnya benar (sama)," kata wanita penerima telepon(sumber).

UPS adalah alat untuk mencegah komputer mati saat listrik turun. Di Jakarta, harga UPS bermacam-macam. Bila hanya untuk menjaga komputer dari listrik turun, harga UPS tak lebih dari Rp 10 juta. Harga-harga itu berdasarkan dari situs-situ penjual barang komputer di kawasan Mangga Dua, seperti Bhineka.com, Viraindo.com dan beberapa situs lainya.Menurut informasi yang diterima dari teman Ahok, harga satu unit UPS yangmemiliki kapasitas 40 KVA (kilo volt ampere) hanya sekitar Rp 100 juta. Dan dapat mensuplay listrik hingga 80 unit komputer (sumber).

Terkait dengan adanya markup pengadaan UPS tersebut, laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dapat dijadikan alat bukti resmi. Menurut laporan BPK atas APBD DKI Jakarta 2014 menunjukkan ada sejumlah proyek yang ganjil sehingga berpotensi merugikan keuangan daerah. Temuan yang mencolok diantaranya di Dinas Pendidikan untuk dana Bantuan Operasional Pendidikan (BOP). Dengan total kerugian negara sejumlah Rp 8,29 miliar (sumber) "Hasil pengujian 11 sekolah menunjukkan terdapat pertanggungjawaban tidak senyatanya. Indikasi kerugian capai Rp8,29 miliar," ucap Auditor BPK (sumber).

Hasil audit BPK terhadap Laporan Keuangan (LK) Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI 2013statusnya menjadi Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Dari penilaian WDP itu, Ahok mengatakan Nggak apa-apa. Memang harus turun, karena masih ada aset nggak beres dan nyolong-nyolong duit. Kalau BPK masih baik hati karena cuma turun satu tingkat. Kalau saya yang periksa, saya akan pilih (opini) tidak menyatakan pendapat," ujarnya (sumber).

Sementara Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Syaiful Hidayat meminta Inspektorat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyelesaikan beberapa temuan BPK yang belum dituntaskan.Djarot bertemu Inspektorat membahas ratusan temuan BPK sepanjang periode 2004-2013 yang belum diselesaikan. Selama periode itu, ada sebanyak 6.096 temuan berdasarkan laporan hasil pemeriksaan BPK. Dari jumlah itu, 1.163 temuan masih dalam proses penyelesaian, 291 belum diselesaikan, sedangkan sisanya sudah rampung.Adapun Kepala Inspektorat DKI Jakarta Lasro Marbun menyebutkan masih ada sejumlah temuan yang berpotensi menimbulkan kerugian. ”Jumlahnya miliaran,” kata dia (sumber).

Laso Marbun yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan juga ikut berkomentar perihal “dana siluman” titipan anggota DPRD yang terjadi pada tahun 2014. Ia mengaku kecolongan pengadaan barang bernilai kontrak Rp 5,8 miliar per unit UPS tersebut bisa lolos."Saya sudah dikasih tahu Pak Gubernur (tentang data tersebut). Saya waktu itu kaget anggaran itu bisa masuk. Padahal pas pembahasan tidak ada," kata Lasro. Ia menjelaskan, anggaran pengadaan barang tersebut tidak ada dalam pembahasan APBD DKI Jakarta 2014. Tetapi anggaran masuk saat penyusunan APBD Perubahan DKI Jakarta 2014."Anggaran itu masuk pas APBD Perubahan. Anggaran itu terpisah. Adanya di sudin-sudin," sebutnya. Lastro mengakui Dinas Pendidikan DKI Jakarta kecolongan (sumber)

Dalam usulan anggaran 2015, pengadaan UPS kembali disisipkan oleh anggota DPRD. Total usulan anggaran siluman di APBD 2015 mencapai Rp 12,1 triliun. Di dalamnya terdapat anggaran untuk pengadaan UPS. Hanya saja, tahun ini usulan pengadaan UPS tidak hanya untuk dipasang di sekolah, tetapi juga di kantor kelurahan dan kecamatan (sumber).

Menanggapi tuduhan Ahok pada “oknum” anggota DPRD yang menyisipkan “dana siluman” itu, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Abraham 'Lulung' Lunggana meminta Ahok untuk membuktikannya. "Sinting itu sebut dana siluman Rp 12,1 triliun tapi gak ada bukti," sebut Lulung. Lulung mengatakan, Ahok hanya asal menuduh tapi tidak ada bukti-bukti atas tuduhanya. Kata Lulung harusnya Ahok membuktikan dulu dana siluman Rp 12,1 triliun tersebut (sumber).

Untuk membuktikan tuduhan itu, Pelaksana Tugas (Plt) Pimpinan KPK Johan Budi SP berharap Ahok melaporkannya ke KPK "Silakan Pak Ahok kalau mau melaporkan ke KPK, kami siap menindaklanjutinya," tuturnya.Menurut Johan, jika Ahok sudah melaporkan dugaan adanya dana siluman tersebut kepada KPK, institusi ini menegaskan segera melakukan kajian yang mendalam untuk mengetahui apakah ada unsur korupsi dari dana sebesar Rp12,1 triliun tersebut. (sumber).

Catatan penutup: Bahwa “dana siluman” yang baru digaungkan saat ini oleh Ahok sudah terjadi sebelumnya pada tahun 2013-2014. Suatu proyek titipan dari anggota DPRD pengadaan UPS untuk sekolah-sekolah. Bedanya, tahun ini (2015) pengadaan UPS tersebut juga diperuntukan di kantor kelurahan dan kecamatan. Dimana nilai pagu Rp 5,8 miliar per proyek diduga adanya penggelembungan (mark up) harga yang menurut BPK merugikan keuangan negara.

Patut diduga telah terjadi peristiwa tindak pidana berupa korupsi yang merugikan keuangan negara. Hasil temuan dan audit BPK, penelusuran/investigasi yang dilakukan sejumlah media massa, dan laporan dari Ahok sendiri sudah dapat dijadikan bukti terjadinya tindak pidana korupsi. Tinggal selanjutnya siapakah tersangka dalam tindak pidana itu? Tentu menjadi wewenang penyelidik dan penyidik yang menetapkannya. Saya tidak terlampau hirau siapa yang akan ditetapkan sebagai tersangka. Apakah anggota DPRD, kepala dinas pendidikan, pemilik perusahaan pemenang tender, kepala sekolah atau pihak lain yang bertindak sebagai “calo anggaran”, atau Gubernur DKI sekalipun. Yang pasti tindakan “atas nama pendidikan”, orang-orang yang telah mencuri uang rakyat (pembayar pajak) itu harus ditindak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

Salam Kompasiana.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun