Kabarnya Jendral (Pol) Sutarman akan habis masa baktinya sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) pada Oktober 2015. Presiden Jokowi sedang mempersiapkan calon penggantinya. Jendral (Pol) Drs. Budi Gunawan, S.H., MSi., Ph.D diajukan sebagai calon tunggal. Seperti lazimnya, pengusulan dan pengangkatan Kapolri baru menuai kontroversi. Terlepas dari kontroversi – pro dan kontra – yang selalu sarat dengan tendensi politik, baiknya kita lihat apakah Budi Gunawan memenuhi persyaratan sebagai Kapolri. Karena saya bukan Kompolnas, pengamat institusi kepolisian seperti police watch dan anggota bhayangkari, tentu saya tidak tahu syarat-syarat menjadi Kapolri. Di bawah ini, saya membuat sendiri syarat-syarat itu berdasarkan profil masing-masing Kapolri sebelumnya. Profil 9 (sembilan) Kapolri sebelumnya. Jendral (Pol) Chairuddin Ismail tidak termasuk sebab dia hanya sebagai pejabat sementara Kapolri selama 2 bulan 6 hari, setelah terjadi perseteruan antara Kapolri Jendral (Pol) Surojo Bimantoro dengan Presiden Abdurrahman Wahid. Menelisik profil sejak Jendral (Pol) Dibyo Widodo. Harusnya dimulai sejak Jendral (Pol) Roesmanhadi. Sejak Polri dipisahkan dengan TNI pada 1 April 1999. Anda bisa menanggapinya secara serius atau becanda. Atau mungkin anda atau kerabat anda masuk dalam syarat-syarat itu. Ada 8 (delapan) syarat untuk menjadi (calon) Kapolri :
Pertama, calon Kapolri harus orang Jawa (Pulau Jawa dan Madura). Mungkin kedengarannya diskriminatif. Tapi faktanya begitu. Sebanyak 21 Kapolri sejak zaman Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo, hanya satu Kapolri yang berasal dari luar Jawa. Yakni: Mohamad Hasan (1971-1974) berasal dari Muara Dua, Sumatera Selatan. Itupun dizaman Orde Baru. Selebihnya didominasi Jawa. Jadi orang seperti Jusuf Manggarabani (mantan Wakapolri) yang berasal dari Gowa, Sulawesi Selatan tidak masuk syarat pertama ini. Termasuk saya, yang bukan orang Jawa tidak bisa dicalonkan menjadi Kapolri.
Kedua, usianya antara 50 sampai 56 tahun. Kapolri termuda – dari sembilan Kapolri yang ditelisik – Dibyo Widodo termuda (50 tahun). Sedangkan tertua berusia 56 tahun adalah Sutarman dan Bambang Hendarso Danuri. Usia mempengaruhi masa jabatan. Seperti Sutarman sampai hari ini sudah menjabat 1 tahun 79 hari. Sedangkan Dibyo Widodo memegang jabatan hingga 2 tahun 105 hari. Meskipun tidak menjamin juga masa jabatan dengan usia. Da’i Bachtiar yang saat dilantik berusia 51 tahun memegang jabatan selama 3 tahun 221 hari. Tapi jangan disamakan dengan Kapolri pertama dengan Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo yang memegang jabatan selama 14 tahun lamanya. Artinya meskipun anda pintar sekali, karir bagus di kepolisan tapi usia baru 40 tahun, jangan bermimpi jadi calon Kapolri.
Ketiga, calon Kapolri harus lulusan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) dan berhak menyandang gelar doktorandus (drs.). Makanya gelar Budi Gunawan yang panjang: Drs. Budi Gunawan, S.H., MSi., Ph.D, sungguh tak lazim. Kalau dia dilantik jadi Kapolri, ini diluar kebiasaan. Jendral polisi dengan titel Ph.D. Agak ketinggian titelnya. Meskipun begitu, dia juga lulusan PTIK jadi masuk ke syarat ketiga ini. Makanya bagi calon Kapolri akan datang, segeralah mendaftar ke PTIK.
Keempat, namanya Kapolri harus melewati jenjang karir atau pernah memegang jabatan sebagai Kapolda. Tidak semua Polda (provinsi). Ada beberapa Polda yang prestius. Seperti Polda Metro Jaya (Sutarman, Timur Pradopo, Dibyo Widodo). Atau paling mentok Wakapolda Metro Jaya seperti Sutanto. Lalu Kapolda lain seperti Polda Sumatera Utara, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Bisa juga Polda Bali atau Kapolwil Yogyakarta. Diluar itu, sulit sekali dipromosikan. Kecuali ada karir lain yang mendukung. Jabatan lain yang sering jadi batu lonjakan seperti Kaselapa Lemdiklat dan Kabareskrim. Jabatan yang paling prestius adalah pernah menjadi ajudan Presiden, seperti Sutarman, Sutanto, dan Budi Gunawan (sekarang). Biasanya kalau sudah pernah jadi ajudan Presiden, akan diajukan sebagai calon tunggal. Jadi seperti Kombes (Pol) Listyo Sigit Prabowo yang menjadi ajudan Presiden Jokowi, kedepan sudah punya modal jadi Kapolri.
Kelima, calon Kapolri beragama Islam. Makanya seperti Irjen. Pol. Drs. Ronny Franky Sompie, S.H., M.H. susah mau jadi Kapolri. Beragama Kristen dan lagi-lagi berasal dari Manado. Seperti syarat suku tadi, memang tidak tertulis tapi faktanya semua Kapolri beragama Islam. Beda dengan Kapolda-Kapolda. Tapi mungkin Presiden takut dengan FPI seperti kasus Ahok yang menjadi Gubernur DKI Jakarta. Bila begitu bisa juga dibangun logika, bahwa penunjukan calon Kapolri Budi Gunawan ada pengaruh FPI pada Presiden Jokowi.
Keenam, calon Kapolri harus sudah menikah dan tidak poligami. Dari profil yang tertulis begitu. Entah jika mereka punya istri lain atau istri simpanan yang tidak dilaporkan dalam profil. Anehnya lagi, Kapolri yang semua berasal dari Jawa, istrinyapun berasal dari Jawa. Nampak semua Kapolri tidak gaul. Indonesia sebatas Jawa saja. Tapi mau apa lagi, jika itu menjadi syaratnya. Semua Kapolri termasuk lelaki setia. Bahasa lainnya takut dengan istrinya untuk melakukan poligami.
Ketujuh, Minimal pangkatnya Komisaris Jendral Polisi (Komjen). Belum pernah ada calon Kapolri pangkat terakhirnya Brigadir Jendral Polisi. Kalau ada, tentu menyalahi pakem. Tiba-tiba lompat dari Brigjen langsung jadi Jendral polisi. Kata “polisi” perlu ditekankan disini, sebab syarat mutlak calon Kapolri harus polisi. Mau pangkatnya Marsekal atau Laksamana , karena bukan polisi tidak bisa jadi Kapolri. Memang rada eksklusif. Jadi Panglima TNI saja, bisa dari unsur angkatan lain. Calon Jaksa Agung bisa berasal dari kalangan profesional atau pengurus partai politik. Hanya Kapolri syaratnya harus dari polisi.
Kedelapan, semua Kapolri harus laki-laki. Faktanya demikian. Beda dengan Presiden yang pernah dijabat oleh seorang perempuan. Jadi karir seperti Brigjen (Pol) Ida Utari (BNN) dan Brigjen (Pol) Basaria Panjaitan (Sespimen Widya Iswara) tertutup pintunya menjadi Kapolri akan datang. Apalagi tidak pernah menjadi Kapolda di propinsi yang prestius dan seperti Basaria Panjaitan, dari namanya saja sudah ketauan bukan orang Jawa. Siapapun penggemar dan menjadi fans dari Briptu Annisa Prima Silsilia, Briptu Avvy Olivia atau Briptu Eka Frestya siap-siap kecewa saja. Mereka yang punya wajah rupawan ini, tidak memenuhi syarat ketujuh untuk dicalonkan sebagai Kapolri. Karena syarat jadi Kapolri, soal tampang tidak masuk dalam syarat yang penting laki-laki.
Sebagai penutup, setelah tidak lagi menjadi Kapolri seperti Sutarman, jangan kuatir biasanya jatah mantan Kapolri sudah disediakan. Biasanya jatah menjadi Duta Besar Malaysia. Seperti yang dialami Da’i Bachtiar, Rusdihardjo, Mohamad Hasan dan Mochammad Sanoesi.
Salam Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H