Sampai sekarang saya belum tahu, apa sebenarnya tugas ajudan presiden? Setahu saya, ajudan itu tugasnya berdiri tegap seperti patung kalau presiden sedang pidato di mimbar. Kadang-kadang bawakan tas, memberi naskah pidato atau menyimpan kacamata presiden. Kalau dibilang melindungi presiden jangan sampai di lempar sepatu, berarti tumpang tindih dengan tugas pasukan pengawal presiden. Atau mungkin tugasnya jadi sopir pribadi yang sewaktu-waktu kalau presiden ngidam makan sate padang dipinggir jalan. Pan sudah ada orangnya sendiri. Seperti dulu Letkol Soeprapto, sopir mobil Bung Karno yang akhirnya ditahan rezim Orde Baru selama lima tahun. Kasian, hanya sopir saja, bisa disangkutkan dengan pembunuhan tujuh jendral. Bukan karena apa, tugas yang tidak jelas itu harus diemban oleh ajudan presiden yang berpangkat Kolonel atau Kombes. Masa kolonel dipajang seperti patung.
Semakin tidak jelas tugasnya kala presiden juga punya sekretaris pribadi (Sespri) seperti zaman SBY. Tugas Sespri masih cukup jelas. Dia yang mengurus hobby presiden bermain musik dan menyanyi. Atau seperti Megawati, yang hobinya mengurus angsa di Istana. Kalau ada undangan perkawinan atau hajatan, Sespri yang mengurusnya. Sampai-sampai mengurus orang-orang yang datang dari Pacitan. Namanya juga pribadi, sifatnya tentu pribadi. Misalnya manggil tukang cukur ke Istana. Tidak jelas tadi kalau ajudan dan sespri juga rebutan mengurus surat dan dokumen dari Mensesneg ke Presiden. Biasanya presiden rada jaim. Seperti Jokowi meskipun teman lawas dengan Pratikno tapi gengsi keduanya tanya soal surat-surat atau RUU. Ajudan dan Sespri itu yang ditugaskan sebagai kurir. Apapun itu, apa enaknya kolonel kho jadi kurir. Ambil dokumen dari Pratikno, lalu diambil sama Kombes Sigit Prabowo terus ditaruh di meja Jokowi. Meskipun pangkatnya kombes atau kolonel, Pratikno sebagai atasannya bisa marah-marah juga, “Kenapa draft Keppres itu belum dibaca Presiden?”.
Saya tidak habis pikir, kenapa ajudan presiden itu banyak. Harus dari empat angkatan TNI dan Polri. Pangkatnya tinggi lagi: kolonel. Kalau sekedar jadi patung, bawakan tas, dan jadi kurir dokumen dari Mensesneg, kenapa harus banyak dan kenapa pangkatnya harus kolonel. Urusan pribadi sudah ada Sespri yang ngurus. Menyangkut sekretariatan, sudah ada Sekretaris Negara. Urusan tetek bengek di Istana sudah ada Kepala Rumah Tangga. Pengamanan presiden, tentu urusan Paspamres.
Sudah begitu, seleksinya ketat sekali. Pertama ada seleksi internal di masing-masing angkatan. Setelahnya diseleksi lagi sama Sekretaris Militer Presiden (Sesmilpres). Selain pangkatnya minimal kolonel atau Kombes dicari benar siapa lulusan terbaik di angkatannya. Apalagi mereka lulus dengan predikat peraih Adhi Makayasa. Macam-macam tes dilakukan. Mulai dari tes psikologi, kemampuan bahasa asing, penelusuran rekam jejak sampai postur tubuhnya. Bahkan ditelisik apa pernah memimpin pasukan setingkat brigade.
Bagi para prajurit, diangkat jadi ajudan Presiden itu seperti dapat lotre miliaran. Bahagianya amat sangat. Meski tugasnya tidak jelas dan mau aja jadi patung, tapi setelahnya itu yang diincar. Karirnya moncer. Hampir semua mantan ajudan presiden, setelah tidak lagi bertugas, pangkatnya sekejab naik jadi Brigjen. Bayangkan saja di seluruh TNI ada sekitar 4000 orang berpangkat kolonel. Sedangkan bintang tiga tidak sampai lima belas orang. Berarti, probabilitas seorang kolonel menjadi bintang tiga adalah 0,3 persen.Semua ajudan presiden pangkat terakhirnya minimal bintang tiga, kecuali Firman Gani dan Sidarto Danusubrotosampai pensiun tetap saja bintang dua. Mereka berdua suatu pengecualian sebagai mantan ajudan presiden. Bila diperbandingkan dengan teman-teman satu angkatan di Akmil dan Akpol, semua ajudan Presiden yang awalnya berpangkat kolonel atau kombes, orang pertama yang naik pangkat jadi Brigjen ya bekas ajudan itu. Padahal tugasnya tidak jelas. Lebih berat prajurit di lapangan yang tunggang langgang ngurusin pasukan atau tugas di perbatasan.
Karir ajudan presiden tertinggi jadi Wakil Presiden seperti Try Sutrisno. Selebihnya ada yang jadi Panglima TNI seperti Wiranto; jadi Kapolri (Kunarto, Dibyo Widodo, Sutanto dan Sutarman); jadi Sesmilpres seperti Tubagus Hasanudin. Dua kali lagi jadi Sesmilpres zaman Megawati dan SBY; jadi KSAD seperti Pramono Edhi Prabowo; Pangkostrad seperti Muhammad Munir; jadi KSAU seperti Imam Sufaat. Dan minimal jadi Wakil KSAU seperti Sukirno dan Bagus Puruhito. Kalau masih muda seperti Putut Eko Bayuseno, diparkir dulu jadi Kapolda Metro Jaya. Akhirnya namanya masuk juga atas usulan Kompolnas sebagai calon Kapolri. Begitupun nasib karir yang sedang menunggu para ajudan presiden Jokowi seperti Listyo Sigit Prabowo, Widi Prasetejiono dan Hersan.
Hanya itu tadi, apa sih tugas ajudan Presiden itu? Kalau tugasnya sekedar bawakan tas dan jadi patung, begitu hebat akhirnya bisa jadi Kapolri atau Panglima TNI.
Salam Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H