Mohon tunggu...
HENDRA BUDIMAN
HENDRA BUDIMAN Mohon Tunggu... Freelancer - Swasta

Setiap tempat adalah sekolah, semua orang adalah guru

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

JIka Via Vallen Jadi Caleg

20 Juli 2018   13:30 Diperbarui: 20 Juli 2018   13:36 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaiman peluang keterpilihan Via Vallen seandainya dia mencalonkan diri sebagai Calon Legislatif (Caleg) DPR RI ? Tergantung dua hal : partai politik sebagai kendaraan politiknya dan Daerah Pemilihan (Dapil) yang dia pilih. Dua variabel ini sangat menentukan peluang keterpilihan. Keliru dalam memilih Partai Politik dan Dapil, hasilnya akan tragis: tidak terpilih.

Soal Via Vallen, hanya ilustrasi saja dalam tulisan ini. Mengkaitkan pemberitaan ramai-ramai para pesohor (artis dan olahragawan sampai presenter) mencalonkan diri maju sebagai Caleg DPR RI. Hanya mengandalkan satu hal: popularitas.

Bagi pesohor bisa jadi hanya berpikir hanya bermodal popularitas, tanpa mempertimbangkan partai politik dan Dapil. Beranggapan bahwa Pemilu sama dengan pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), Pilpres, Pemilu DPD yang murni menggunakan sistem distrik. Mengandalkan kekuatan dan modal individual. Partai Politik (jika pun ada) sebagai pengusung bukan faktor dominan yang menentukan kemenangan. Pemilu berbeda, (pilihan) atas partai politik sangat menentukan peluang keterpilihan.

Saya akan memberi tiga contoh hasil Pemilu 2014.

Di Dapil Jawa Barat IV (Kabupaten Sukabumi dan Kota Sukabumi), Inggrid Kansil dari partai Demokrat bersaing dengan Desy Ratnasari dari PAN. Hasilnya Ingrid kalah dengan perolehan 30.772 suara. Memang jika dibandingkan dengan perolehan Desy Ratnasari 56.397, memang kalah. Tapi bandingkan dengan Yudi Widiana (PKS) dengan perolehan 30.119 atau Heri Gunawan (Gerindra) dengan perolehan 19.998 suara -- yang kedua caleg terpilih ini bukan dari kalangan pesohor---suara Inggrid Kansil lebih tinggi (30.772). Masalahnya: Demokrat kalah bertarung suara dengan PKS dan Gerindra. Jika kita berandai-andai.... Andai saja Inggrid Kansil menggunakan partai Gerindra (saat itu) dialah yang akan memperoleh kursi bukan Heri Gunawan. Jadi pilihan atas partai politik sangat menentukan.

Contoh kedua: nasib Nurul Arifin di Dapil Jawa Barat VII (Karawang, Purwakarta dan Bekasi). Sudah benar Nurul menggunakan partai Golkar. Nyatanya partai Golkar mendapat dua kursi di Dapil ini. Sayangnya suara Nurul kalah dengan dengan Ade Komarudin dan Dadang Muchtar. Suara Nurul : 65.792.  Jika menngunakan sistem Distrik, suara Nurul berada di ranking ke-5 (atau kursi ke-5) dari 10 kursi yang diperebutkan. 

Bandingkan dengan Krisna Mukti (PKB) yang hanya memperoleh 31.987 tapi mendapat kursi. Karena dengan sistem proporsional terbuka, persaingan dan selisih suara terjadi justru di dalam partai yang sama. Bukan antar Caleg beda partai. Di Partai Golkar, Nurul kalah dengan Dadang Muchtar, mantan Bupati Karawang.

Artis Marissa Haque dari PAN maju di Dapil Bengkulu. Entah apa pertimbangan PAN dan Marissa memilih Dapil ini? Bengkulu bukan basis sosial Marissa (asal, kelahiran, sekolah atau kediaman). Memang pada hasilnya Marissa kalah suara dengan Dewi Coryati (petahana dari PAN). Meski demikian Dewi Coryati itupun memperoleh kursi terakhir. Keempat Caleg terpilih dari Dapil Bengkulu adalah warga Bengkulu. 

Nampak bahwa karakter masyarakat Bengkulu yang masih primordial dan jadi salah satu prefrensi dalam memilih. Marisa sudah benar memilih PAN tapi keliru memilih Dapil. Atau kita ilustrasikan, Via Vallen sekalipun maju sebagai Caleg di Dapil Bengkulu, (misalnya) dari Partai Berkarya, sudah bisa saya pastikan: kalah. Karena keliru memilih Dapil, keliru memilih Partai.

Dari pengalaman Pemilu 2014, hanya 34 persen atau 15 dari 44 pesohor yang berhasil mendapatkan kursi di DPR RI.  Dari 15 orang itu, separuhnya atau 7 orang adalah petahana. Petahana disini termasuk yang yang telah menjadi anggota DPR periode 2009 dari Dapil Berbeda. Tantowi Yahya, diantaranya. Dan dari 15 orang pesohor itu hanya 4 orang yang berhasil memperoleh kursi pertama, kedua dan ketiga.

Dengan demikian asumsi popularitas pesohor mampu meningkatkan keterpilihan dirinya dan partai, dari data Pemilu 2014 terbantahkan. Atau hanya punya pengaruh 10%, dihitung dari 44 orang para pesohor menjadi Caleg dan hanya 4 orang yang mampu merebut kursi pertama hingga ketiga. Popularitas tidak menjamin keterpilihan. Popularitas hanya anak tangga pertama namun bukan basis utama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun