Sesunguhnya perdebatan apakah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) dapat menjadi obyek kewenangan MK, tidak diperlukan lagi. Lantaran Putusan MK Nomor 138/2009 sudah bisa dijadikan landasan hukumnya. Paling tidak demikian menurut Prof. Saldi Isra. MK berwenang untuk menguji Perppu. Saya punya pendapat sebaliknya. Meskipun pendapat saya ini tak mempengaruhi apapun. Toh MK sudah dapat menguji Perppu. Karena menurut saya putusan MK Nomor 138/2009 itu ganjil.
Menurut saya, kewenangan MK sebagaimana ditegaskan pasal 24C ayat (1) UUD 1945 hanya sebatas menguji undang-undang terhadap UUD 1945. Jika dirunut dari penafsiran original intent, tafsir gramatik dan logika hukum, MK hanya bisa menguji UU terhadap UUD 1945. Frasa undang-undang bersifat limitatif, tidak bisa ditambah, tak bisa dikurangi. Walaupun secara substansial Perppu berkedudukan setara dengan UU, namun terdapat perbedaan keduanya. Undang-undang dibentuk oleh DPR, sedangkan Perppu merupakan kewenangan Presiden yang membentuknya. Perppu baru dapat diuji oleh MK, setelah DPR menyetujui Perppu dan memasukan isi Perppu kedalam undang-undang.
Ketika MK menyatakan bahwa MK berwenang menguji Perppu, saya beranggapan MK telah melampaui kewenangannya. MK telah merampas kewenangan DPR. Merupakan kewenangan DPR untuk menguji Perppu melalui legislative review. Pasal 22 ayat (2) UUD 1945, menjadi landasan konstitusional DPR melakukan legislative review. Dengan menyatakan apakah Perppu ditolak atau diterima. Bila ditolak, gugurlah Perppu tersebut dan dianggap tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Sebaliknya jika diterima, Perppu akan berubah menjadi undang-undang. Dan merupakan kewenangan MK untuk mengujinya jika ada pihak yang menggugatnya.
Akan menjadi masalah ketatanegaraan jika Perppu yang dilakukan judicial review ke MK, ternyata ditolak oleh MK karena dianggap inkonstitusional. Sementara dalam legislative review, DPR memutuskan sebaliknya. Putusan lembaga mana yang harus diikuti? Membandingkan pasal 24C ayat (1) dan pasal 22 ayat (2) UUD 1945, jelas MK telah melampaui kewenangannya yang merupakan kewenangan DPR untuk menguji Perppu. Pada titik ini, telah terjadi sengketa antar lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD 1945.
Menjadi sangat rancu jika kemudian DPR membawa perkara sengketa kewenangan ini ke MK. Karena dalam pasal 24C ayat (1) salah satu kewenangan MK adalah memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara. Bagaimana mungkin sengketa antar DPR dan MK, diadili dan diputuskan oleh MK sendiri. Satu sisi sebagai pihak Termohon, sisi lain bertindak sebagai majelis hakim. Hanya karena gara-gara, MK menambah-nambah sendiri kewenangan untuk dirinya sendiri yang secara limitatif tidak diberikan oleh UUD 1945.
Saya memahami alasan MK untuk memasukan Perppu sebagai obyek sengketa. Saat Presiden pengeluarkan Perppu, saat itu juga UU yang ada dianggap tidak berlaku. Dan saat itu juga Perppu menimbulkan norma hukum yang mengikat sampai masa sidang berikutnya DPR melakukan legislative review atas Perppu tersebut. Secara material dapat dipahami, jika dalam masa penerbitan Perppu hingga putusan DPR dalam sidang berikutnya, ada pihak yang menyatakan bahwa Perppu inkonstitusional. Sementara DPR tidak menanggapi Perppu hingga melewati batas waktu yang diberikan UUD 1945. Konstitusi memang menetapkan Perppu harus sudah dibahas oleh DPR pada masa sidang berikutnya. Namun demikian, MK tidak dapat mengambilalih kewenangan DPR hingga DPR memberi putusan atas Perppu tersebut.
Pertimbangan MK mengambilalih kewenangan DPR diluar konteks hukum. Pertimbangan lebih pada aspek sosiologis dan politis. Dimana DPR mengambangkan Perppu dan tidak dibahas dalam masa sidang berikutnya. Terlebih lagi MK menggunakan haknya sebagai penafsir konstitusi demi menambah kewenangan diluar dari pasal 24C ayat (1). Analoginya sama sebangun dengan DPR memperkuat dirinya sendiri dengan menambah/ mengurang pasal-pasal di UU MD3 yang menguntungkan diri sendiri. Seorang wasit pertandingan yang turun ke lapangan menggiring bola menjadi bagian dari pemain.
Demikian pendapat saya. Salam Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H