Mohon tunggu...
HENDRA BUDIMAN
HENDRA BUDIMAN Mohon Tunggu... Freelancer - Swasta

Setiap tempat adalah sekolah, semua orang adalah guru

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Segera Bentuk Komite Etik KPK

7 Februari 2015   04:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:40 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa sampai hari ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak juga membentuk komite etik untuk mengusut tuduhan penyimpangan yang dilakukan Ketua KPK Abraham Samad. Johan Budi mengatakan KPK belum berencana membentuk komite etik. "Kalau pembentukan komite etik belum diputuskan karena kami tidak bisa membentuk kalau tidak didukung data yang valid," ujar Johan (sumber). Johan juga menyayangkan sikap Hasto yang malah membeberkan sejumlah informasi dan bukti yang dianggapnya valid ke Komisi III DPR. "Kalau ada bukti yang benar yang disimpulkan ada pelanggaran etika atau lainnya, tentu kami akan lakukan tindakan yang diperlukan, termasuk membentuk komite etik," imbuh Johan. Pada kesempatan lain mantan penasihat KPK, Abdullah Hehamahua mengatakan "Jika ingin Komite Etik lekas terbentuk, Hasto tolong datang ke KPK, lapor ke Dumas dan pengawas internal agar bisa dilakukan klarifikasi terhadap Abraham Samad. Semua yang merasa tahu segeralah melapor, jangan malah membawa ke arah politik," kata Abdullah (sumber).

Saya bisa paham, jika baru kali ini KPK akan membentuk komite etik. Sebagai orang awam yang berada di luar KPK, saya percaya saja aturan dan prosedur yang dinyatakan oleh pegawai KPK itu. Tetapi, pernyataan Johan Budi dan Abdullah Hehamahua terasa aneh bin ganjil jika diperbandingkan dengan perkara serupa sebelumnya. Saat KPK membentuk komite etik menanggapi ocehan Nazaruddin pada tahun 2011.

Pada tahun 2011, KPK membentuk komite etik setelah rapat pimpinan memutuskannya. Rapim memutuskan bahwa dalam menyikapi pemberitaan tersebut kami mengambil keputusan membentuk komite etik. Komite etik ini dibentuk dengan tujuan memberikan kewenangan sekaligus memeriksa dan minta keterangan kepada unsur-unsur pimpinan dan unsur-unsur lain,” ujar Ketua KPK Busyro Muqoddas (26/7/2011).Menurut Busyro, komite etik juga diberi kewenangan untuk memperoleh kebenaran berita tersebut dari luar KPK yang ada kaitannya dengan kasus ini(sumber).

Sekedar kilas balik. Nazaruddin saat menjadi buronan dan berada di Cartagena, Kolombia menyatakan di media bahwa dia menjadi korban rekayasa kasus suap pembangunan Wisma Atlet yang diatur oleh sejumlah petinggi KPK seperti M. Jassin dan Chandra M. Hamzah (sumber). Nazaruddin mengaku secara khusus pernah bertemu Wakil Ketua KPK Chandra Hamzah. Pertemuan itu dilakukan di rumah Nazaruddin di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Nazaruddin juga menuduh Chandra menerima uang untuk mengerem penyelidikan kasus korupsi. Selain itu, Nazaruddin juga mengaku pernah bertemu secara khusus dengan Deputi Penindakan KPK Ade Rahardja (sumber).

Dengan hanya bermodal omongan Nazaruddin itu saja, pimpinan KPK langsung sigap membentuk komite etik. Dan hampir-hampir tidak ada pihak lain di luar KPK untuk mendorong KPK segera membentuk komite etik. Pimpinan KPK, Juru Bicara KPK dan Pegawai KPK dalam keterangan persnya, tidak pernah meminta bukti pada Nazaruddin sebagai alasan dibentuknya komite etik. Tidak pernah meminta Nazaruddin menghadap ke KPK menyerahkan bukti agar ada alasan dibentuknya komite etik. Nazaruddin dipanggil dan diperiksa setelah komite etik dibentuk. Komite etik lah yang meminta bukti-bukti pada Nazaruddin.

Lalu mengapa saat ini standarnya berbeda? Meminta Hasto datang menemui pengawas internal KPK menyerahkan bukti-bukti. Mengapa hal ini tidak dilakukan juga pada Nazaruddin sebelumnya. Bahkan ditengah maraknya pelbagai pihak yang mendorong KPK untuk membentuk komite etik, KPK bergeming. Pimpinan KPK seakan tidak mengenal lagi prinsip zero tolerance yang selalu didengungkan.

Apa yang ditakutkan pimpinan KPK saat ini? Chandra Hamzah yang saat itu dituduh menerima uang suap 500 ribu dollar AS oleh Nazaruddin turut dalam rapat pimpinan KPK untuk segera membentuk komite etik. Keberanian Chandra Hamzah karena merasa tidak bersalah akhirnya terbukti. Komite etik KPK memutuskan Chandra Hamzah tidak bersalah dan tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik pimpinan KPK (sumber). Pasca putusan komite etik itu membuat puas semua pihak. Chandra Hamzah namanya bersih dari tuduhan itu, masyarakat justru berbalik menuding Nazaruddin tukang fitnah (sumber). Perkara selesai.

Soal pembuktian, sudah ada contohnya pada masa lalu. Komite etik KPK saat itu memanggil dan memeriksa langsung Nazaruddin. Nazaruddin tidak mampu menunjukkan bukti berupa rekaman CCTV yang menurutnya memuat gambar Chandra menerima uang dalam pertemuan yang berlangsung di kediamannya pada awal 2010 tersebut (sumber).Hal yang sama seharusnya dapat dilakukan juga pada Hasto. Bentuk dulu komite etik, panggil Hasto untuk diperiksa. Minta Hasto menunjukan bukti yang katanya valid itu. Jika Hasto tidak bisa menunjukan, artinya Hasto sama seperti Nazaruddin. Memfitnah Abraham Samad. Dengan begitu Abraham Samad bebas dari sangkaan pelanggaran kode etik.

Saya masih cukup hormat pada sikap Chandra Hamzah ketimbang Abraham Samad. Saat diserang oleh Nazaruddin, Chandra juga berang. Tetapi ada perbedaannya ucapannya dengan ucapan Abraham samad, “ Terserah Nazaruddin mau bicara apa. Anda mau percaya, itu hak Anda. Yang jelas, seperti yang saya sampaikan, tuduhan Nazaruddin bahwa saya terima uang itu tidak benar. Saya akan jelaskan nanti di komite etik. Kalau Nazaruddin menuduh saya menerima uang, silakan Nazaruddin membuktikan,” kata Chandra(sumber). Secara gamblang Chandra menegaskan bahwa dia akan menjelaskan (pembelaan dirinya) di komite etik. Artinya dia percaya komite etik bisa bersikap adil atas tudingan yang diarahkan pada dirinya.

Dapat dibandingkan, hanya berdasarkan omongan Nazaruddin di media saja, Busyro Muqqodas sebaga Ketua KPK bertindak cepat, tegas dan tanggap. Mengumpulkan semua pimpinan KPK dan penasehat KPK untuk segera membentuk komite etik. Sementara saat ini, Hasto bukan saja bicara di media tapi juga dipanggil sebagai saksi di Polri dan melaporkannya ke DPR. Dengan derasnya arus tudingan yang diarahkan kepada Abraham Samad, pimpinan KPK tetap saja tidak bertindak segera membentuk komite etik. Seperti ada keengganan membentuk komite etik. Akibatnya, Hasto semakin liar dan mendapat angin. Di pihak lain, tudingan demi tudingan mengarah ke Abraham Samad tanpa ada ruang pembelaan diri. Mengapa KPK tidak ingin menyelamatkan nasib Abraham Samad? Atau jangan-jangan Abraham Samad merasa bersalah?

Salam Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun