Mohon tunggu...
Hendra Sinurat
Hendra Sinurat Mohon Tunggu... Administrasi - Pengangguran

Mahasiswa Fakultas Hukum di Universitas Simalungun

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Refleksi Konsep Hukum sebagai Relasi Perjumpaan Masyarakat dan Norma

6 Agustus 2018   18:42 Diperbarui: 6 Agustus 2018   21:00 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kehendak umum jelas menyangkut kepentingan bersama, seperti kepentingan akan adanya keamanan, kenyamanan, dan keadilan. Kehendak masing-masing menyangkut kepentingan kelompok dan karena sebuah kepentingan kelompok, ya, tentu saja itu tidak akan pernah sama. Kedua kehendak tersebut disaring (atau memakai istilah ontalek, ehh intelek sebagai sebuah dialektika) hingga mendapatkan kehendak mayoritas dan itu yang akan menjadi norma tersebut.

Kedua, adanya perselisihan dan konflik antar kepentingan kelompok yang melahirkan satu kekuatan kelompok yang mendominasi (hegemoni) dan memiliki pengaruh serta intervensi untuk membentuk norma masyarakat berdasarkan standar kelompok tersebut.

Singkatnya, norma hadir sebagai produk "rambu-rambu", baik berdasarkan konsensus (kelompok) masyarakat maupun kreasi figur (kelompok) masyarakat warga tertentu yang bernilai hegemoni dan  yang dirasa memiliki pengaruh dan implikasi positif bagi kebutuhan masyarakat tersebut.

Lebih jauh lagi, dibanyak catatan dan referensi bentuk norma itu sendiri terklasifikasi menjadi 4, yakni: 1).Norma Agama; 2). Norma Hukum; 3). Norma Kesopanan; dan 4). Norma Kesusilaan.

Penulis sendiri memberikan pandangan bahwa ke-empat norma tersebut bisa dilihat sebagai hasil dari 3 kreasi produk, yakni Norma Agama sebagai produk pewahyuan, Norma Kesusilaan dan Kesopanan sebagai produk Unit Kelompok Sosial atau Komunitas -- yang bersifat relatif -- dan Norma Hukum sebagai produk terakhir terhadap akumulasi dan penyelarasan akumulasi dari norma lainnya.

Tentu, kita harus melirik pemahaman Norma Agama di sini dipahami, dibatasi, dan direduksi dari sudut teologis belaka saja; bukan disinggung dari sudut antropologi guna menghindari pendekatan pemahaman yang multitafsir dan (pasti) berbeda. Norma Kesusilaan dan Kesopanan sebagai produk kreasi yang bersifat relatif. Ilmu Etika memasukkan norma demikian sebagai bagian dari Etiket atau Etika Perangai. Norma Hukum sebagai produk Norma terakhir yang disepakati sebagai akumulasi dan penyelarasan nilai-nilai dari norma-norma tersebut.

Himpunan norma-norma demikianlah yang menginisiasi dan melahirkan aturan-aturan yang bersifat konkrit bernama hukum -- lebih reduktif lagi, hukum dari sudut yuridis --seperti kita kenal saat ini. 

Berkaca dari hal itu, saya melihat bahwa pada akhirnya persoalan perkembangan masyarakat dan norma ialah persoalan penyelarasan, konflik, dan dominasi kelompok masyarakat tertentu. 

Saya kira, hal ini juga turut menjawab mengapa peradaban masyarakat impor, baik soal hukum, budaya, gaya hidup, agama, sistem ekonomi begitu berpengaruh dan dijadikan "standard kehidupan" di Republik Indonesia tercinta ini.

Tak lain, karena peradaban merekalah pemenangnya pertarungan dominasi itu, bukan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun