Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penyaliban Yesus dan Narasi Sejarah yang Menyertainya

18 April 2022   18:00 Diperbarui: 18 April 2022   18:05 688
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salib dan Kitab Suci yang terbuka sebagai pelengkap ornamen peribadahan (foto: dok. pribadi)

Tulsan ini masih terkait dengan serial Paskah sebelumnya (Paskah Perdana vs Hoaks Pertama).  Mudah-mudahan jadi seri penutup sebelum melangkah ke topik lainnya :).

Seorang kawan menceritakan keheranannya soal kalender yang berlaku di negeri ini. Menurutnya, janggal jika dinalar. Mengapa hari Jumat tanggal merah itu, yang oleh umat kristiani dipercaya sebagai kematian alias wafat Yesus Kristus, kebanyakan  justru pada kalender yang beredar di pasaran malah menuliskannya dengan wafat Isa Almasih.

Pantas saja, ucapan dan gambar yang beredar di media sosial (medsos), baik yang dilakukan oleh pribadi, lembaga atau personal yang punya jabatan dalam pemerintahan/kementerian berisikan caption "Wafat Isa Almasih". Selain ucapan "Selamat memperingati Jumat Agung", misalnya.

Pun demikian halnya dengan keberadaan hari Minggu Paskah. Di kalender yang sama, tidak ada keterangan apa-apa. Sama seperti libur di hari Minggu pada umumnya. Bukan sesuatu yang semestinya bisa menjadi momen istimewa, hari yang penting.

Namun demikian, di 40 hari  kemudian, kalender nasional kembali menuliskannya sebagai hari libur keagamaan. Walaupun sebenarnya ditujukan kepada umat kristiani, namun di sana keterangan tulisannya masih sama. Caption tetap merujuk nama "Isa Almasih" sebagai pelengkap kata "Kenaikan". Hanya kalender khusus atau pesanan yang menuliskan dengan kata "Kenaikan Yesus Kristus".

Problem Teologis dan Dialogis

Sebenarnya, penulisan seperti ini bisa jadi problem baru dalam tafsir umat muslim sendiri. Sebab dominasi kepercayaan  mereka tidak mengakui Isa yang disalib itu. Dia tidak mengalami kematian secara jasmani.

Setidaknya secara garis besar ada 2 paham. Pertama, teori penyerupaan. Bahwa yang disalibkan adalah orang yang wajahnya mirip dengan Isa. Kedua, teori penggantian. Bahwa Isa tidak sampai meninggal di atas kayu salib. Ia masih hidup, bahkan sampai kedatangan-Nya kembali kelak.

Nah, kembali pada kronologi hari besar yang tertulis dalam kalender tadi. Si kawan tadi menganggap akan jadi persoalan manakala ada peristiwa "Kematian", tapi tidak ada peristiwa "Kebangkitan". Namun tetiba saja langsung melompat pada peristiwa "Kenaikan ke sorga". Aneh secara logika.

Justru dalam kepercayaan kristiani, peristiwa kebangkitan adalah pondasi berdirinya  kekristenan. Mengapa ini sepertinya malah "dihilangkan" dalam kalender? Toh hanya menambah keterangan saja, tidak akan mengubah atau menambah hari libur baru. Just simple sebenarnya kalau penguasa negeri mau menerbitkan SK baru penambahan satu hari raya Kristen yang bersanding dengan libur hari Jumat Agung.

Kematian Yesus di atas kayu salib, bagi umat kristen merupakan fakta yang tak terbantahkan. Para murid sendiri sebagai saksi kunci yang  turut terlibat langsung. Mereka ikut menyaksikan, mengalami sendiri, berada dalam alur kisah kepedihan ini. Mereka menceritakannya dalam tulisannya di keempat Injil:  Matius, Markus, Lukas dan Yohanes.

Memang, ada banyak mitos yang menyebutkan bahwa penyaliban itu tidak dialami oleh Yesus sendiri secara langsung. Mengapa, karena untuk mempertahankan alasan bahwa nabi sebagai orang pilihan dan eksklusif utusan Tuhan. Ia harus mendapatkan gambaran yang elok, mulia. Makanya, sebagai tokoh, ia tidak boleh mati atau dimatikan. Apalagi kalau matinya tadi disamakan dengan seorang penjahat.  Itu jelas penghinaan besar!

Maka untuk menutupi fakta ini, maka dibuatlah beragam versi pembelaan. Argumentasi itu bermuara misalnya, yang disalib adalah orang lain yang wajahnya diserupakan dengan Yesus. Dia sendiri justru  sedang baik-baik saja. Malahan menertawakan kebodohan para prajurit, algojo yang sedang menjalankan tugasnya hari itu. Mereka salah tangkap orang dan mengeksekusinya.

Alasan ini justru menafikan soal fakta dari yang dialami oleh Yohanes Pembaptis. Seorang yang dihormati banyak orang dan dianggap sebagai nabi pendahulu, pembuka jalan kehadiran Sang Mesias.

Yohanes yang masa hidupnya sezaman Yesus, dia juga mengalami kematian tragis. Kepalanya dipenggal oleh Herodes, raja penguasa kala itu.

 

Penyaliban Sebagai Fakta Sejarah

Kekristenan punya cukup banyak data dan fakta pendukung terkait peristiwa salib. Bahkan seandainya Injil tidak menuliskan peristiwa yang sama sekalipun. Ada banyak tokoh sekuler (non-Kristen); sejarawan atau filsuf yang hidup pada masa terdekat dengan peristiwa tersebut, turut menuliskan kisah penyaliban Yesus. Ambil contoh, di antaranya sebagai berikut.


1. Flavius Josephus (37-100 M)

Dia adalah ahli sejarah Yahudi yang hidup pada abad mula-mula. Dalam karyanya, Jewish Antiquities, ia menceritakan keberadaan seorang Yahudi yang bijaksana bernama Yesus. Banyak hal besar telah dilakukannya. Tapi kemudian, dia dihukum mati di kayu salib oleh pemerintah Roma.

"Pada masa ini, hiduplah seorang bijak, yang dipanggil Yesus. .... Ketika Pilatus mendengar Dia (Yesus) dituduh oleh orang-orang yang memiliki kedudukan tinggi di antara kami, telah mengutuk Dia untuk disalibkan." 

2. Publius Cornelius Tacitus (56-117 M)

Dia adalah senator dan sejarawan besar bangsa Roma. Termasyhur berkat dua karyanya sejarahnya, Histories dan Annales.

Dalam Annales itu, ia menulis, "Kristus menderita dan telah dihukum mati dalam masa pemerintahan Tiberius, di tangan seorang prokurator (diterjemahkan penguasa wilayah, jaksa) kita, Pontius Pilatus..."

Walaupun tidak secara eksplisit menyebut hukuman mati itu seperti apa, namun rujukan yang paling tepat, tentu mengarah pada salib. Sebab pada konteks masa itu, penyaliban menjadi bentuk hukuman yang legal.

3. Mara Bar-Serapion (70-160 M)

Dia adalah seorang filsuf Syria (Suriah, kini). Meskipun yang ditulisnya merupakan surat yang ditujukan pada putranya, bukan karya panjang. Namun inti kisah yang disampaikannya sama.

Seperti diketahui, di atas salib Yesus, oleh otoritas Roma di Yudea, di sana dipakukan sebuah tulisan. INRI, singkatan dari Isus Nazarnus Rx Idaerum. Artinya, Yesus (orang) Nasaret Raja (orang) Yahudi. Sebuah olok-olok belaka sebenarnya atas bangsa Yahudi.

Maka sang filsuf ini pun menuliskannya demikian dalam suratnya. "Keuntungan apa yang diperoleh orang Yahudi dengan menghukum mati Raja mereka yang bijaksana? Sejak waktu itulah kerajaan mereka dilenyapkan. .... Sang Raja tidak mati sia-sia. Ia terus hidup dalam pengajaran yang telah diberikan-Nya."

4. Arrianus Phlegon (80-140 M)

Dia adalah sejarahwan Yunani. Salah satu bagian dari karya yang dibuatnya, dituliskan juga soal peristiwa penyaliban ini.

"Dan gerhana matahari yang terjadi pada masa pemerintahan Kaisar Tiberius, ketika Yesus tampaknya disalibkan, juga gempa bumi hebat yang kemudian terjadi...."

Selain tokoh sekuler, dalam tulisan kerabian Yahudi, peristiwa besar penyaliban Yesus juga dicatat di sana. Talmud Babilonia (70-200 M) menuliskan demikian (versi bahasa Inggris). "It has been taught: On the eve of passover they hanged Yeshu . . . they hanged him on the passover." 

Terjemahannya adalah, "Pada malam paskah (Yahudi), mereka menggantung Yeshu ... mereka menggantungnya pada hari paskah."

Kata "Yeshu" jelas mengacu pada nama Yesus. Sedangkan kata "hanged" bisa jadi sebutan lain dari penyaliban.

 

Perlukah Membela Membabi Buta?

Kisah penyaliban Yesus memang menjadi titik fokus telaah yang krusial dan tak pernah selesai. Penganut ideologi tertentu sejak abad pertama hingga masa sekarang masih ada saja yang meragukan peristiwa penyaliban Yesus.

Berdasarkan historisnya, ini dimulai dari munculnya sekte (bidat/sempalan/aliran yang keluar dari jalur utama) Gnostik yang hidup di abad I-II. Mereka berpandangan, Yesus yang sejati adalah Yesus yang rohani, sorgawi. 

Maka dikembangkanlah teori yang menyatakan bahwa yang disalib itu bukanlah Yesus yang sebenarnya. Hanya orang lain yang serupa dengan wajah-Nya. Anggaplah sebagai kembarannya.

Kelompok Gnostik bukannya mau menyatakan Yesus secara historis tidak mati disalibkan. Justru sebaliknya, karena Dia benar-benar mati disalibkan, maka perlu orang lain sebagai "peran pengganti"-nya. Yesus yang disembah adalah Yesus sorgawi, yang tak bisa mati disalibkan begitu saja.

Mengurutkan cerita seperti ini tentu saja akan memperkaya wawasan dan pemahaman. Sebab dalam dialog teologis sekalipun, jika sudah masuk pada ranah privat "keyakinan", pasti tak akan pernah bisa ketemu. Namanya saja "yakin", soal benar atau salah terhadap data dan fakta sejarah, itu urusan belakangan.

Paskah yang Menghidupkan

Peristiwa Paskah sesungguhnya tidaklah berpusat semata-mata pada peristiwa salib itu sendiri. Masih ada rangkaian kisah selanjutnya. Peristiwa yang berfokus pada kebangkitan-Nya.

Itu yang justru menjadi titik sentralnya. Dengan kebangkitan Yesus, kekristenan dimulai. Hingga dari 12 murid di awal, kini sebanyak 2,38 milyar orang di bumi, mendominasi jumlahnya. Mereka meyakini kisah hidup-Nya. Dan Paskah adalah sumber kekuatan dari pewartaan Kabar Baik itu.

18 April 2022

Hendra Setiawan

**) Serial Tulisan Paskah

Artikel:  Paskah Perdana vs Hoaks Pertama

Paskah, Titik Awal Kehidupan Baru

Disebut "Trihari" Suci Paskah, tapi Mengapa Jumlahnya Jadi Empat Hari?

Puisi:  Sudah Selesai bagi-Mu, Belum bagi Kami

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun