Tulsan ini masih terkait dengan serial Paskah sebelumnya (Paskah Perdana vs Hoaks Pertama). Â Mudah-mudahan jadi seri penutup sebelum melangkah ke topik lainnya :).
Seorang kawan menceritakan keheranannya soal kalender yang berlaku di negeri ini. Menurutnya, janggal jika dinalar. Mengapa hari Jumat tanggal merah itu, yang oleh umat kristiani dipercaya sebagai kematian alias wafat Yesus Kristus, kebanyakan  justru pada kalender yang beredar di pasaran malah menuliskannya dengan wafat Isa Almasih.
Pantas saja, ucapan dan gambar yang beredar di media sosial (medsos), baik yang dilakukan oleh pribadi, lembaga atau personal yang punya jabatan dalam pemerintahan/kementerian berisikan caption "Wafat Isa Almasih". Selain ucapan "Selamat memperingati Jumat Agung", misalnya.
Pun demikian halnya dengan keberadaan hari Minggu Paskah. Di kalender yang sama, tidak ada keterangan apa-apa. Sama seperti libur di hari Minggu pada umumnya. Bukan sesuatu yang semestinya bisa menjadi momen istimewa, hari yang penting.
Namun demikian, di 40 hari  kemudian, kalender nasional kembali menuliskannya sebagai hari libur keagamaan. Walaupun sebenarnya ditujukan kepada umat kristiani, namun di sana keterangan tulisannya masih sama. Caption tetap merujuk nama "Isa Almasih" sebagai pelengkap kata "Kenaikan". Hanya kalender khusus atau pesanan yang menuliskan dengan kata "Kenaikan Yesus Kristus".
Problem Teologis dan Dialogis
Sebenarnya, penulisan seperti ini bisa jadi problem baru dalam tafsir umat muslim sendiri. Sebab dominasi kepercayaan  mereka tidak mengakui Isa yang disalib itu. Dia tidak mengalami kematian secara jasmani.
Setidaknya secara garis besar ada 2 paham. Pertama, teori penyerupaan. Bahwa yang disalibkan adalah orang yang wajahnya mirip dengan Isa. Kedua, teori penggantian. Bahwa Isa tidak sampai meninggal di atas kayu salib. Ia masih hidup, bahkan sampai kedatangan-Nya kembali kelak.
Nah, kembali pada kronologi hari besar yang tertulis dalam kalender tadi. Si kawan tadi menganggap akan jadi persoalan manakala ada peristiwa "Kematian", tapi tidak ada peristiwa "Kebangkitan". Namun tetiba saja langsung melompat pada peristiwa "Kenaikan ke sorga". Aneh secara logika.
Justru dalam kepercayaan kristiani, peristiwa kebangkitan adalah pondasi berdirinya  kekristenan. Mengapa ini sepertinya malah "dihilangkan" dalam kalender? Toh hanya menambah keterangan saja, tidak akan mengubah atau menambah hari libur baru. Just simple sebenarnya kalau penguasa negeri mau menerbitkan SK baru penambahan satu hari raya Kristen yang bersanding dengan libur hari Jumat Agung.