Kalau saja tak melihat dan membaca status "cerita" seorang sahabat lewat media sosialnya, saya tak terlalu menggubris soal program vaksinasi booster dosis ketiga.
Merebak ulang kasus Covid-19 varian Omicron seperti Juli tahun kemarin, terus terang membuat ketar-ketir juga. Awalnya varian ini diberitakan cukup ringan saja gejalanya. Lebih dahsyat varian Delta, yang daya serangnya lebih cepat.
Namun fakta di lapangan, adanya varian Delta hampir tidak "dianggap". Sudah terbiasa mendengar orang kena Covid-19.
Lama-lama, cerita satu persatu bermunculan. Utamanya dari cerita kawan-kawan pekerja kantor. Satu tim, satu ruang, satu rekan kerja mulai terdeteksi gejalanya. Benar, mirip gejala flu pada awalnya. Demam atau panas tinggi, pusing, badan terasa sakit serta ngilu, dan sebagainya.
Tentu kecemasan pun timbul. Meskipun sudah mendapatkan vaksin dua kali, nyatanya bisa turut terpapar juga.
Kota Surabaya tempat tinggal saya, mulanya masuk level 1. Aman-aman saja. Banyak tempat umum sudah dibuka. Geliat ekonomi sudah mulai terasa bergeliat lagi. Jalanan sudah seperti kembali normal.
Namun melihat parameter yang ditetapkan, turun lagi ke level 2. Siapa juga yang terus bisa tetap tenang? Baru dua-tiga bulan ini serasa hidup di era "new nornal", masa harus mengulang kembali pada masa-masa awal pandemi datang?
Belum lagi status kawan yang bekerja di bidang kesehatan. Statusnya kok bernada 'memperingatkan' karena adanya peningkatan jumlah pengunjung. di RS. Â Waduh, ada apa lagi ini?
Sinyal, alarm, warning, tanda seperti ini memang tidak perlu ditakuti setengah mati. Namun tidak boleh juga menyepelekannya, hingga jadi tak waspada.
Vaksin dan Antusiasme Warga
Minggu-minggu belakangan ini terasa seperti de javu. Mengulang kembali memori yang terjadi di tahun lalu.