Kalau para penulis Kompasiana tetap lebih betah berada di kanal ini dengan segala risiko mendapatkan K-Rewards yang "tak manusiawo" demikian, tentu itu juga pilihan. Mengapa bertahan? Tentu masing-masing orang punya alasan baik yang bisa dikatakan ataupun tidak.
Relawan Pengetahuan
Makin banyak menyelami para penulis dengan materi dan gaya penulisannya yang khas, membuat saya meyakini bahwa lebih banyak orang mau menulis di Kompasiana karena sifat "rela berbagi". Berbagi ilmu, berbagi pengetahuan.
Tulisan-tulsan yang cerdas dan bernas, kerap ditemukan. Baik itu ditulis oleh orang yang memang memiliki latar belakang keilmuan dan pekerjaan yang digelutinya. Atau sebuah karya yang disuguhkan oleh para penulis anonim. Dalam arti dalam profilnya tidak disebutkan pasti latar belakang keilmuan atau profesi yang ditekuninya.
Namanya relawan, tentu tidak berharap tinggi-tinggi. "Saya dapat apa kelak jika ikut melakukan ini dan itu (tanpa bayaran atau honorarium)?". Seperti kawan-kawan relawan kemanusiaan yang bergerak di bidang sosial yang saya kenal secara pribadi.
Seperti hukum alam, kebaikan itu seperti sebuah lingkaran. Ia akan berputar. Orang yang telah melakukan kebaikan akan mendapatkan ganjaran kebaikan pula.
Termasuk juga pada para relawan penulis atau penulis relawan seperti ini. Mereka tidak mendapatkan hadiah apa-apa secara langsung.
Rugi, jelas iya. Baik secara pikiran, waktu, tenaga dan materi. Butuh bayar listrik dan internet. Makan minum juga buat asupan gizi.
Tapi kok ya tetap mau menulis? Rutin lagi... Gak nalar!
Bisa jadi, memang tak masuk diakal. Semua itu bisa kembali kepada faktor kepuasan batin. Sebuah tulisan yang bisa dibaca banyak orang, nilai kemanfaatannya tak bisa dihitung hanya sekadar itungan materi belaka.
Kemampuan seseorang dalam menyajikan tulisan yang bisa memberikan inspirasi, membuka cakrawala berpikir, memberikan wawasan baru, berapa pantasnya harus dihargai? Bisakah dihitung secara pantas? Sulit...