Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Toxic Positivity, Perilaku Positif yang Bisa Jadi Negatif (Bagian 2)

30 Juli 2021   18:15 Diperbarui: 3 Agustus 2021   14:30 760
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Saya juga bisa merasakan kesedihanmu. Mengapa ia meninggal dengan cara seperti itu. Berat memang untuk menerimanya, Tapi saya berharap kamu nanti jangan terus bersedih, ya... Kalau mau menangis, menangislah... "

Pelukan sayang (sumber: pixabay.com/congerdesign)
Pelukan sayang (sumber: pixabay.com/congerdesign)

Anggaplah seperti sedang mengendarai mobil. Membawa penumpangnya tidak langsung masuk jalur tol yang lurus dan panjang. Tapi bisa memperlihatkan dulu keindahan pemandangan di sekeliling jalan berkelok yang dilewati. Masuk jalan tol menjadi sasaran antara atau berikutnya.

Positif yang Negatif

Perasaan atau emosi punya pesan yang berbeda-beda, Bisa senang, gembira, suka, dan lain-lain yang bernada plus. Bisa juga sedih, marah, kecewa, dan sebagainya yang bernilai minus.

Emosi yang tidak natural, dibuat-buat, beda antara berdiam sendiri dan di hadapan banyak orang, justru menjadikan kecenderungan seseorang mengalami kondisi psikosomatis. 

Sebuah kondisi kejiwaan dari menumpuknya emosi negatif yang tidak bisa dikendalikan. Ia tidak sanggup untuk menutupi dan pengakuan akan kekurangannya.  Bahwa ia bukanlah tipe orang yang hebat, tegar, kuat dalam menghadapi berbagai situasi yang sulit.

Pemulihan diri yang cepat, instan dari situasi yang tidak menyenangkan, itu adalah harapan bagi orang banyak yang melihatnya. Namun pada orang itu sendiri yang masih larut dalam situasi berduka, tidak bisa serta merta mewujudkannya. Apalagi jika nanti muncul serbuan kalimat sakti yang berangkat dari ayat suci. "Tetaplah bersyukur! Ini jalan terbaik yang diberikan-Nya."

Alih-alih membantu dan menghibur, ekspetasi berlebihan justru malah mengaduk emosi orang yang berduka tersebut. "Memang gampang yang mengatakannya. Coba saja kalau bisa bertukar peran. Apa juga mampu mengatakan hal yang sama? Beriman dan beramal sudah dijalani, tapi kok tetap dapat musibah!"

Berbagi Empati 

Orang yang ditimpa kemalangan, mengalami duka, tak bisa serta merta mereka diberikan nasihat, dorongan untuk segera melupakan kejadian, berpikir postif dan senantiasa bersyukur. Justru hanya menjadi pendengar baik, memberi kesempatan mereka untuk mengekspresikan emosinya hingga reda dan ia merasa lega, bisa menjadi 'obat' yang efektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun