Indonesia tentu surganya buah, walau sebenarnya tak semuanya juga asli varietas Nusantara. Sementara, tak banyak yang tahu juga kalau setiap tanggal 1 Juli ada yang namanya Hari Buah Sedunia atau International Year of Fruits and Vegetables (IYFV) atau International Fruit Day (IFD).
Nah, ada salah satu buah yang sangat akrab, namanya Ciplukan. Ada yang pernah tahu buah kecil yang terbungkus dalam kelopak bunga seperti lampion ini? Rasanya manis kalau sudah matang.
Dulu, tanaman ini dianggap liar, pengganggu. Tapi kini dan di luar negeri khususnya, ia jadi bernilai tinggi. Rerata harga per ons (100 gr) sekitar 30.000 rupiah. Harga perkilo ada yang mencapai lebih dari Rp 500.000.
Biasanya kalau musim penghujan, ia cepat sekali tumbuh. Kalau kebetulan ada benih yang terbawa burung, tak perlu cari bibit untuk menanamnya. Ia bisa ada alias tumbuh dengan sendirinya.
Saking cepat dan masiifnya, ia juga banyak dicabut dan dibuang. Dianggap tak berguna dan dapat membuat tanaman lainnya jadi terganggu pertumbuhannya.
Bahan Aktif
Ciplukan secara ilmiah masuk ke dalam famili Solanaceae. Secara fisik, buahnya bulat mulus seperti tomat yang baru berbuah.
Memiliki nama latin Physalis Angulata L, dalam bahasa lokalnya disebut bermacam-macam. Ia disebut Cecenet di Sunda, Nyonyoran di Madura, dan Kaceplokan di Bali. Sementara di Sumatera disebut Leletep atau Dedes. Kalau di Inggris disebut Morel Berry.
Meskipun di Indonesia, tanaman ini banyak dijumpai, tapi ternyata ia aslinya dari Amerika Selatan. Di sana disebutnya Ground Cherry. Kemudian menyebar ke Asia Pasifik, Australia dan akhirnya masuk ke Indonesia.
Tanaman dataran rendah dan kondisi lembab yang banyak dijumpai di area persawahan ini ternyata buahnya mengandung banyak nutrisi. Ia mengandung saponin, flavonoid, dan polifenol. Dua bahan terakhir disebut ini berfungsi sebagai antioksidan.
Bahan aktif lain yang mengandung antiinflamasi, dapat berfungsi untuk mengurangi rasa nyeri karena radang sendi, asam urat, nyeri otot, hingga wasir.